Mohon tunggu...
Sutardjo Jo
Sutardjo Jo Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat dan Pemerhati Desa dan Kawasan Perdesaan

Penggiat dan Pemerhati Desa

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengenal Gagasan Paralegal Desa

24 Juli 2022   16:21 Diperbarui: 24 Juli 2022   16:40 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konstitusi Negara Republik Indonesia memberikan Hak Atas Keadilan (Access to Justice) bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanahkan dan dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu: Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 

Oleh karena itu pengakuan, perlindungan dan pemajuan serta pemenuhan di dalam setiap kebijakan dan pemberlakuan hukum merupakan hak dasar manusia setiap warga di Indonesia. Wujud dari hak atas keadilan antara lain adalah lewat bantuan hukum kepada masyarakat miskin dan marjinal. Bantuan hukum selama ini dilakukan oleh lembaga bantuan hukum (LBH) lewat pekerja bantuan hukum dan paralegal.

Paralegal di desa memiliki arti, fungsi, tugas dan peran penting dalam implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU Desa membangun Spirit baru Desa, yaitu mewujudnya desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun, secara spesifik, paralegal desa harus menempatkan posisi dan peran dalam kerangka perwujudan ketahanan masyarakat desa.

Dalam kerangka ketahanan masyarakat desa tersebut, keberadaan paralegal desa memiliki peran penting untuk memberikan pendampingan hukum kepada masyarakat mencakup 3 (tiga) hal penting,  yaitu:   penegakan kewenangan desa, penegakan hak-hak masyarakat desa, dan mewujudkan akuntabilitas sosial desa. Ketiga hal diatas sekaligus merupakan pilar hukum dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa

ARTI PARALEGAL

[1]Apa itu paralegal? Paralegal adalah seseorang yang secara khusus membantu masyarakat (kaum miskin dan marjinal), berdasarkan  keterampilan khusus dan dan pengetahuan hukum untuk membantu memberikan pelayanan, pendidikan hukum, bimbingan kepada masyarakat. Sehingga Paralegal menggambarkan seseorang yang telah mendapatkan pelatihan khusus dalam bidang pengetahuan dan keterampilan hukum untuk memberikan informasi dan bantuan guna menyelesaikan masalah-masalah hukum. 

Paralegal secara umum diawasi oleh para advokat profesional dan Lembaga Bantuan Hukum. Paralegal merupakan sebutan yang muncul sebagai reaksi atas ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum untuk memahami, menangkap serta memenuhi berbagai kebutuhan sosial (hak-hak masyarakat).

Pengertian Paralegal

  • Menurut Andik Hardijanto paralegal didefinisikan sebagai seorang yang bukan sarjana hukum tetapi mempunyai pengetahuan dan pemahaman dasar tentang hukum dan hak asasi manusia, memiliki keterampilan yang memadai, serta mempunyai kemampuan dan kemauan mendayagunakan penegetahuan dan keterampilannya untuk berusaha mewujudkan hak-hak rakyat miskin atau komunitasnya.

  • Menurut American Bar Association (ABA) paralegal adalah a person, qualified by education, training or work experience who is employed or retained by a lawyer, law office, corporation, governmental agency or other entity and who performs specifically delegated substantive legal work for which a lawyer is responsible"
  • Definisi lainnya Paralegal adalah seseorang yang berasal dari komunitas atau masyarakat yang memiliki kompetensi dan telah mengikuti  pelatihan atau pendidikan paralegal untuk pemberian bantuan hukum 

Tujuan Paralegal

  1. Sebagai strategi untuk menumbuh kembangkan musyawarah (alternatif dispute resolution) dalam menyelesaian permasalahan yang ada di desa.
  2. Sebagai mediator  dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di desa.
  3. Sebagai mitra pemerintah desa dan atau badan perwakilan desa dalam penyusunan peraturan desa
  4. Memfasilitasi pemerintah desa dan atau badan perwakilan desa di bidang hukum

 Nilai-nilai Etik Paralegal

 Etika berasal dari bahasa yunani yang berarti kebiasaan atai adat istiadat. Secara etimologi, kata etika (yunani) sama artinya dengan kata moral (latin). Kata moral mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia. Sedangkan  etika adalah ilmu yakni pemikiran rasional, kritis, dan sistematis.

Kode etik adalah separangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu tugas.

Tujuan kode etik :

  1.  Menjaga dan meningkatkan kulitas moral.
  2.  Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis.
  3.  Melindungsi kesehjateraan materiil dari para pengemban tugas.

 Fungsi Kode Etik

 Menjunjung martabat prpfesi dan menjaga atau memeliharakesehjateraan anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan yang akan merugikan kesehjateraan materiil anggotanya.

 Nilai-nilai Etik Paralegal

  1.  Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (keadilan, kebenaran, dan moralitas).
  2.  Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat paralegal.
  3.  Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan paralegal terhadap masyarakat, belajar terus menerus untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum.
  4.  Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat.
  5.  Menjaga hubungan baik dengan rekan sejawat, termasuk menjaga perssatuan diantara paralegal.
  6.  Memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma kepada masyarakat miksin dan marginal.

FUNGSI PARALEGAL 

Dalam menjalankan tugas diatas, paralegal menjalankan fungsi :

Pendidikan kesadaran hukum, advokasi hukum, dan pendampingan hukum dalam kerangka pembangunan desa.  Fungsi ini terkait pendampingan hukum dalam pelaksanaan pembangunan di desa yang mencakup : perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. 

UU Desa mendefinikan pembangunan desa sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.  Sedangkan tujuan pembangunan desa dinyatakan di dalam pasal 78 ayat (1), yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan desa mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial sebagaimana dinyatakan di dalam pasal 78 ayat (3).

Semangat pembangunan desa yang dimaksudkan adalah semangat menjadikan desa sebagai subjek pembangunan, di mana desa diberikan hak untuk memutuskan pembangunan yang akan dilaksanakan di tingkat desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa yang termuat dalam dokumen perencanaan dan kemudian desa diberikan sumber daya untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Konsep pembangunan desa di dalam UU Desa ini disebut dengan village self planning, yaitu perencanaan desa yang berdiri sendiri dan diputuskan sendiri oleh desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Konsep village self planning yang menjadi semangat dari UU Desa ini diharapkan bisa mengembalikan lagi semangat warga untuk berperan aktif di dalam setiap tahapan pembangunan desa.


TUGAS PARALEGAL

Paralegal memiliki tugas diantaranya:

Pendidikan untuk kesadaran hukum masyarakat , Pendidikan yang dimaksudkan disini bukan dalam arti formal, yaitu suatu pendidikan persekolahan sebagaimana lazimnya. Namun, pendidikan untuk kesadaran hukum bermakna proses untuk membangun dan membentuk kesadaran hukum masyarakat, dengan berbagai cara sesuai dengan kondisi masyarakat.

 Beberapa bentuk kegiatan pendidikan kesadaran hukum yang bisa dilakukan antara lain:

  1.  Penyuluhan hukum adakah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat berupa penyampaian dan penjelasan peraturan hukum kepada masyarakat, khususnya peraturan hukum di desa, dalam suasana informal. Tujuannya adalah agar setiap masyarakat mengetahui dan memahami apa yang menjadi hak, kewajiban dan wewenangnya, sehingga tercipta sikap dan perilaku berdasarkan hukum, disamping mengetahui, memahami, menghayati sekaligus mematuhi /mentaatinya.
  2. Penyuluhan hukum dapat dilakukan melalui dua cara : Pertama,     penyuluhan hukum langsung; yaitu kegiatan penyuluhan hukum berhadapan dengan masyarakat yang disuluh, dapat berdialog dan bersambung rasa misalnya : ceramah, diskusi, temu, simulasi dan sebagainya. Kedua,         penyuluhan hukum tidak langsung; yaitu, kegiatan penyuluhan hukum yang dilakukan tidak berhadapan dengan masyarakat yang disuluh, melainkan melalui media/perantara, seperti: buletin desa, majalah desa, surat kabar, radio komunitas, dan lain sebagainya.
  3. Penyuluhan hukum yang tidak langsung dalam bentuk bahan bacaan, terutama ceritera bergambar atau strip yang bersifat heroik akan sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Buku pengangan yang berisi tentang hak dan kewajiban masyarakat desa, peraturan-peraturan desa, bagaimana caranya memperoleh perlindungan hukum dapat menjadi perhatian untuk diterbitkan.
  4. Kampanye Hukum , Kampanye peningkatan kesadaran hukum masyarakat dilakukan secara konsisten yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang disusun dan direncanakan, seperti : ceramah, berbagai macam perlombaan, pemilihan warga teladan dan lain sebagainya.
  5.  Pameran/ Literasi Hukum , Suatu kegiatan pameran mempunyai fungsi yang informatif edukatif. Maka tidak dapat disangkal peranannya yang positif dalam meningkatkan dan membina kesadaran hukum masyarakat. Dalam pameran hendaknya disediakan brochure, leaflets, slide,VCD dan sebagainya yang merupakan visualisasi kesadaran hukum yang akan memiliki daya tarik masyarakat yang besar.
  6. Advokasi Hukum , Advokasi merupakan kegiatan yang sah dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 27 ayat 2 menyatakan:  "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."

 

Dalam konteks paralegal desa, "advokasi" dapat diartikan dalam 2 (dua) pengertian :

Segala upaya legal yang sistematis dan terorganisir, baik dalam mempengaruhi dan mensosialisasikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi masyarakat sehingga terjadi perubahan prilaku dan kemampuan masyarakat luas untuk melakukan dan memperjuangkan hak-haknya secara mandiri;

Advokasi adalah proses merubah pola dalam masyarakat, baik dalam pemahaman, sikap, perilaku dan hal-hal lain terkait. Advokasi berbeda dengan pendidikan hukum. Dalam pendidikan, dilakukan secara intens dan mendalam serta sistematis. Pendidikan memiliki struktur tahapan yang sistematis serta forum maupun metode yang khusus. Sedangkan dalam advokasi, ia lebih fleksible, baik forum, tahapan, dan metode yang digunakan sangat kontekstual.

 Segala upaya yang ditujukan kepada pemerintah dan/atau kepada semua pihak yang menguasai hajat hidup orang banyak agar mengubah kebijakan, system dan program yang ada demi terciptanya keadilan sosial yang demokratis.

 Dalam arti ini, advokasi seringkali disebut advokasi-kebijakan, yaitu advokasi yang diarahkan untuk merubah, mempengaruhi dan atau melakukan sesuatu terkait suatu kebijakan di tingkat desa. Berbeda dengan arti advokasi yang pertama, pada advokasi yang kedua ini tidak dapat dilakukan secara apa adanya. Advokasi pada arti kedua perlu dilakukan secara lebih sistematis dan didukung dengan data atau alat pertanggungjawaban yang memadai.

Dengan mendasarkan kepada cara pandang tersebut diatas, maka apa yang disebut dengan advokasi kewenangan desa adalah mengembangkan mekanisme yang "memastikan" bahwa desa dapat mengetahui, mengakui, memahami, dan menjadikan kewenangan desa sebagai dasar dalam mengatur dan mengurus desa. Oleh karena itu, advokasi-kebijakan dalam kerangka kewenangan desa ini secara umum mencakup 2 (dua) sasaran pokok:

Desa berwenang "mengatur"

Kewenangan "mengatur" merupakan kewenangan desa untuk menentukan sendiri arah dan sasaran sesuai dengan kebutuhan desa. Kewenangan "mengatur" diputuskan sendiri oleh desa berdasar potensi dan daya dukung atau sumber daya lain yang dimiliki oleh desa..

Desa dapat berwenang "mengurus"

Berbeda dengan kewenangan "mengatur", kewenangan "mengurus" adalah kewenangan yang terkait dengan menjalankan apa yang sudah menjadi aturan. Dalam hal ini, kewenangan mengurus memiliki 2 (dua) konotasi, bahwa kewenangan "mengurus" dapat berarti:

Menjalankan "aturan" yang sudah ditetapkan oleh desa itu sendiri

Menjalan "aturan" yang dilimpahkan oleh pemerintah, pemerintah propinsi, atau pemerintah daerah; baik yang berkaitan dengan pelaksanaan asas desentralisasi maupun yang berasal dari perintah peraturan perundang-undangan.

1. Pendampingan hukum 

Tugas paralegal desa berikutnya adalah pendampingan hukum kepada masyarakat. Pendampingan hukum dalam arti ini adalah pendampingan dalam arti specific, yaitu pendampingan hukum terhadap masyarakat dalam berperkara masalah hukum. Pendampingan hukum kepada masyarakat menjadi penting karena dalam kerangka pembangunan dan pemberdayaan, terdapat hak-hak masyarakat yang harus ditegakkan.

 Di sisi lain, dalam kehidupan msayarakat juga rentan terhadap munculnya sengketa diantara masayarakat, masyarakat-swasta, maupun masyarakat-pemerintah. Sengketa masyarakat tersebut, bagaimanapun, harus diselesaikan. Sebagian masyarakat ada yang sudah mampu menyelesaian sengketa secara mandiri; namun tidak sedikit masyarakat yang membutuhkan pendampingan dalam penyelesaian sengketa masalah hukum.

 Hal utama yang dirujuk pertama kali untuk menyelesaikan sengketa adalah forum informal (Non State Justice System, Alternative Dispute Resolution). Karena forum informal dipersepsi lebih murah, mudah, cepat dan bisa menjaga harmoni sosial serta persepsi para pihak yang merasa bisa mengontrol proses penyelesaian karena masih berada dalam struktur sosial komunitasnya sendiri. Forum informal inilah yang merupakan tugas paralegal desa.

 Paralegal desa mendampingi masyarakat dalam penyelesaian masalah hukum tersebut, baik secara litigasi maupun non litigasi.

 2. Pendampingan Secara Litigasi:  

Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini, pendampingan paralegal desa dilakukan dalam bentuk, antara lain:

  •  Mendampingi dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan;
  •  Mendampingi dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
  •  Mendampingi dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan.

3. Pendampingan Secara Nonlitigasi

Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

Dalam hal ini, pendampingan Paralegal desa dapat dilakukan meliputi beberapa kegiatan antara lain:

  •  Penyuluhan hukum;
  •  Konsultasi hukum;
  •  Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
  •  Penelitian hukum;
  •  Mediasi;
  •  Negosiasi;
  •  Pemberdayaan masyarakat;
  •  Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
  •  Drafting dokumen hukum.

Peran Paralegal di Desa

Selain fungsi dan tugas diatas, paralegal desa juga perlu mengembangkan peran-peran strategis dan diperlukan untuk kemajuan suatu desa. Peran dapat berarti mengambil posisi dalam suatu penyelenggaraan "pemerintahan desa" (bukan pemerintah desa, namun pemerintahan desa yang berarti pemerintah desa dan masyarakat). Setiap peran yang diambil, tentu memberikan manfaat bagi kemajuan.

Beberapa peran lembaga kemasyarakatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Mengembangkan forum informal --negosiasi dan mediasi-- dalam pendampingan masyarakat ketika terjadi sengketa 
  2. Salah satu tugas paralegal desa adalah mendampingi masyarakat ketika bersengketa hukum. Dalam hal ini, paralegal desa dituntut untuk dapat menjalankan perannya sebagai pendamping hukum dalam penyelesaian masalah dalam forum informal desa melalui mekanisme negosiasi dan mediasi.
  3. Negosiasi adalah hal pertama untuk penyelesaian sengketa. Jika negosiasi antar pihak tidak menghasilkan kesepakatan, sengketa dapat dibawa ke tokoh masyarakat atau kepala desa atau aktor lain yang bisa berfungsi untuk mengklarifikasi fakta serta memainkan aspek hubungan personal.

 Pada umumnya, dalam pola penyelesaian seperti ini, pendekatan hukum yang perlu digunakan oleh paralegal desa adalah "kepentingan bersama, bukan pendekatan "hak". Artinya bahwa yang penyelesaian sengketa adalah untuk menjaga kepentingan masyarakat secara lebih luas, ketimbang kepentingan seseorang atau kelompok walaupun mereka punya hak.

 Pelibatan dan intervensi lembaga eksternal yang tidak memahami relasi sosial para pihak pada umumnya justru akan menjadi gangguan atau hambatan dalam penyelesaian, bahkan sangat bepotensi memperuncing sengketa. Dalam sengketa pertanahan dan hutang piutang, keterlibatan pihak luar justru seringkali menjadi strategi untuk mengulur waktu.

 Keberhasilan forum informal terletak pada posisi tawar para pihak yang relatif seimbang. Ketika relasi kekuasaan para pihak semakin timpang, pihak yang lebih lemah cenderung akan semakin meningkat perlawanannya --dan bagi mereka yang merasa mampu bahkan menggunakan ancaman membawa sengketa melalui jalur hukum formal sebagai alat untuk tawar menawar.

 Bentuk dan mekanisme forum informal sangat bervariasi dari satu komunitas ke komunitas lain. Sebagian masyarakat masih menggunakan pola pengadilan adat melalui tokoh kharismatik adat. Namun sekarang sudah berkembang mekanisme penyelesaian dengan melibatkan kepala desa dan tokoh agama.

 Kenyataan menunjukkan bahwa pada dasarnya terdapat banyak aktor atau lembaga yang terlibat dalam penyelesaian sengketa. Salah satu yang penting dan menjadi perhatian disini adalah paralegal desa.

 Dalam proses negosiasi dan mediasi, paralegal desa dapat memerankan sebagai berikut: 

Perantara

 Orang yang bersengketa selalu menghubungi aktor-aktor tertentu untuk menjembatani komunikasi dan interaksinya, baik dengan pihak lawan maupun dengan aktor dalam lembaga penyelesai. Aktor perantara biasanya orang yang dikenal (kerabat, teman keluarga), memiliki wewenang dan bisa mempengaruhi pihak lawan, memiliki kemampuan berkomunikasi, atau memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang konflik atau sengketa.

Paralegal desa perlu mengambil peran tersebut. Namun untuk mengambil peran tersebut, tentu saja paralegal desa harus memenuhi kriteria pokok, antara lain: orang yang bisa dipercaya dan bisa memahami atau bertindak untuk kepentingan masyarakat.

Penekan.

Berberda dengan perantara, aktor penekan berada dalam posisi berpihak pada kepentingan salah satu pihak. Tujuan pelibatan aktor penekan adalah untuk memperkuat posisi tawar berhadapan dengan pihak lain, baik lewat penggunaan pengaruh politik, otoritas, ancaman kekerasan maupun pengetahuan.

Dalam konteks paralegal desa, peran penekan dapat diambil hanya dengan keberpihakan kepada koridor hukum; bahwa paralegal desa adalah mendampingi masyarakat sehingga berjalan ketentuan hukum.

Fasilitator/Mediator/Penyelesai Sengketa.

Pada umumnya, aktor penyelesai atau fasilitator adalah mereka yang dianggap oleh para pihak bisa bersikap netral serta memiliki wewenang untuk membantu penyelesaian masalah sesuai dengan jenis dan tipe masalah yang terjadi.

 

Peran ini sudah melekat dalam Paralegal Desa.

Pendamping Hukum.

Paralegal desa juga dapat berperan dalam pendamping hukum. Dalam hal ini, fungsi paralegal desa terbatas pada memberi pandangan atau informasi bagi para pihak dalam merumuskan masalah, nasehat hukum dalam memilih cara penyelesaian dan bertindak sebagai perwakilan hukum selama proses hukum berlangsung.

Penyelesaian Hukum 

Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum formal biasanya diambil oleh pihak yang dengan posisi tawar yang lebih kuat, baik karena kepemilikan pengalaman, pengetahuan dan akses terhadap aktor dan lembaga yang relevan. Meski demikian, ada banyak kasus dimana ada situasi kelompok miskin yang lebih dulu mengambil inisiatif penyelesaian formal. Kondisi ini umumnya dilakukan dengan mekasud untuk menghentikan berbagai tekanan dan ancaman yang terjadi, karena menyadari bahwa posisinya lebih lemah berhadapan dengan pihak yang lebih kuat. 

Tidak banyak yang bisa diperbuat para pihak ketika penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum formal kecuali melakukan negosiasi antara pelapor dan orang yang dilaporkan untuk mencari kesepakatan menghentikan proses hukum pada saat masih di tingkat kepolisian. Strategi yang diperlukan untuk dapat menghentikan proses adalah mengakses aparat kepolisian melalui aktor perantara, biasanya aparat sendiri, kepala desa atau PNS, dan mengedepankan keberlakuan norma-norma harmoni sosial dan perdamaian yang masih berlaku di masyarakat. Jika negosiasi dengan pihak kepolisian berhasil, kedua belah pihak kemudian akan membuat kesepakatan mediasi sebagai syarat dilakukannya "pencabutan kasus di kepolisian. Dalam situasi tersebut, proses mediasi biasanya berjalan singkat tanpa pembahasan atau proses pembuktian, penggalian dan perumusan masalah dari masing-masing pihak karena pada dasarnya kesepakatan untuk berdamai telah dibuat sebelumnya. 

Jika proses hukum formal berlanjut, strategi yang bisa dilakukan oleh pihak yang menjadi tersangka tidakan pidana adalah bernegosiasi dengan aparat di kejaksaan dan kemudian pengadilan sejauh mereka mampu mengakses pengacara atau dampingan bantuan hukum lainnya untuk mempengaruhi proses dan hasil akhir di lembaga penegak hukum tersebut.

Advokasi Hukum 

Mekanisme lain yang bisa dipakai oleh paralegal desa dalam penyelesaian sengketa adalah advokasi. Advokasi ditandai oleh besarnya ketimpangan posisi tawar antara masyarakat dan lembaga formal pemerintahan serta perumusan sengketa individual yang ditransformasikan menjadi isu pelayanan publik seperti dugaan korupsi, kesalahan kebijakan, atau penegakkan aturan pemerintah terhadap lembaga yang dianggap melanggar atuarn tersebut.

Konsolidasi kelompok masyarakat dan perumusan masalah merupakan tahapan awal advokasi yang paling krusial. Berbagai tekanan biasanya dilancarkan oleh institusi formal atau pihak perusahaan yang menjadi lawan sengketa masyarakat mulai dari bentuk ancaman lewat preman hingga melaporkan tokoh-tokoh advokasi atas dugaan tindakan pidana tertentu, umumnya pencemaran nama baik, ke kepolisian. Selain itu, dalam situasi dimana tingkat kepercayaan rendah, baik terhadap sesama anggota komunitas maupun dengan aktor atau lembaga yang mendampingi, maka diperlukan strategi berupa transparansi proses dengan melibatkan partisipasi sebagian besar anggota komunitas dalam setiap aksi atau tahapan yang dilalui.

 Tahap berikutnya berupa penyampaian gugatan atau proposal perubahan kebijakan melalui berbagai bentuk kegiatan seperti dengan pendapat atau aksi-aksi demonstrasi. Pada tahap ini, akses terhadap aturan dan aktor formal sangat penting untuk menjembatani interaksi dan komunikasi keduabelah pihak. Jika tidak ada aktor formal "orang dalam yang bisa diakses, masyarakat cenderung untuk memakai strategi aksi demonstrasi.

 Dalam advokasi, strategi dan kapital politik memegang peranan utama karena tahap penanganan sengketa terjadi di dua arena; di dalam institusi yang berwenang melakukan perubahan kebijakan dan di arena politik di luar lembaga tersebut. Dengan demikian, tidak heran bila penyelesaian advokasi merupakan isu yang strategis, baik bagi tokoh di tingkat masyarakat maupun aktor-aktor politik, untuk menggalang kekuatan dan memperoleh posisi dan pengaruh politik. Tidak heran jika kasus advokasi perburuhan, lingkungan atau isu pertanahan merupakan kendaraan partai politik untuk memperluas dukungan pada kesempatan Pilkada atau Pemilihan Umum.

 Dalam advokasi, paralegal melakukan beberapa peran sekaligus; merumuskan permasalahan, pendampingan dan pengorganisasian dimana setiap peran membutuhkan modal, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda.

Pertama, perumusan masalah sebagai persoalan pelayanan publik berimplikasi pada arena penyelesaian administratif dan birokrasi yang kompleks berhadapan dengan lembaga dan instansi yang tidak semuanya memandang penting transparansi publik. Dibutuhkan pengetahuan tentang bagaimana birokrasi bekerja, penentu keputusan di desa serta jaringan untuk dapat mengakses informasi.

Kedua, dalam peran pendampingan, paralegal bertindak sebagai representasi dan juru bicara bagi masyarakat. Oleh karena itu, harmoni sosial masyarakat dan kepentingan lebih luas dari masyarakat perlu menjadi dasar utama dalam proses advokasi.

Mengembangkan Whistleblowing System 

 Whistleblowing System merupakan bagian dari sistem pengendalian untuk mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan serta memperkuat penerapan praktik good governance desa, khususnya pada aspek akuntabilitas. Sistem ini tentu dikembangkan dalam kerangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Beberapa manfaat  dari penyelenggaraan Whistleblowing System yang baik  antara lain adalah:

  1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi masyarakat kepada pihak yang harus segera menanganinya secara aman;
  2. Timbulnya keengganan  untuk melakukan  pelanggaran, dengan  semakin  meningkatnya kesediaan untuk  melaporkan  terjadinya  pelanggaran, karena  kepercayaan  terhadap sistem pelaporan yang efektif;
  3. Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas kemungkinan terjadinya masalah akibat suatu pelanggaran;
  4. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal skala desa terlebih dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat publik;
  5. Mengurangi risiko  yang dihadapi  pemerintahan desa, akibat  dari  pelanggaran, terutama dari segi keuangan, operasi, hukum, sosial, maupun reputasi;
  6.  Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran;
  7.  Meningkatnya reputasi  pemerintahan desa (pemerintah desa dan masyarakat) oleh pihak luar, baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat luas; dan
  8.  Memberikan masukan kepada para pihak terkait, khususnya pemerintah desa, untuk melihat lebih jauh aspirasi masyarakat serta untuk merancang tindakan perbaikan yang diperlukan.

 Secara lebih spesific, paralegal desa perlu mengembangkan sistem pengendalian tersebut, terutama menyangkut pengelolaan dana desa. Hal itu berati, paralegal desa harus mengetahui dan memahami tentang struktur dan penyusunan keuangan desa yang terkait pembangunan.

Pasal 73 UU Desa menyebutkan bahwa APB Desa terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa. Rancangan APB Desa diajukan oleh kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa. Berdasarkan hasil musyawarah, kepala desa menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa.

Referensi :

  1. Modul Pelatihan Pengembangan Paralegal, 2015 Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
  2. Panduan Pengembangan Paralegal di Desa 2016, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun