Mohon tunggu...
Susanto
Susanto Mohon Tunggu... Seorang pendidik, ayah empat orang anak.

Tergerak, bergerak, menggerakkan. Belajar terus dan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Marni Ingin Pergi Pengajian

5 November 2023   04:13 Diperbarui: 5 November 2023   05:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Maria Orlova: https://www.pexels.com/

Marno, meskipun kesal karena tidak dapat menemui teman-temannya, ia pijit kaki istrinya dengan sepenuh jiwa. Jemari tangan Marno yang kecil terlihat berjuang keras agar memberikan kenyamanan pada betis istrinya yang hampir sama besar dengan pahanya.

"Uhmmm ... Mas, enak," desah Marni menikmati pijatan sang suami.

"Enak di kamu ... nggak enak di aku. Mau ketemu teman SMP malah tidak jadi," gerutu Marno dalam hati sambil mengurut betis mulus sang istri meskipun besarnya di luar rata-rata.

"Yang kiri aja apa yang kanan juga?" tanya Marno pura-pura.

"Mas ... kakiku ada dua, lo," keluh Marni manja.

"Ya udah, geser sini kaki kanannya!" pinta Marno.

Demi sang istri tidak manyun lagi, Marno rela mengurut kaki belahan hatinya itu. Lagi pula salah Marno juga.

"Huh, di luar nurul!" cetus Marno tanpa sadar sambil mengurut kaki Marni dengan minyak urut kesukaan Marni.

Mendengar suaminya menyebut kata yang terdengar aneh itu, si istri sontak membalikkan badan.

"Apa katamu, Mas?"

"Nggak, ... itu loh. Bahasa gaul anak-anak medsos kalau mengatakan di luar nalar dengan istilah di luar nurul," jawab Marno.

Ia tidak ingin berterus terang bahwa di luar nalar Marno tidak merasakan istri yang bobotnya hampir dua kali lipat bobot badannya duduk di jok belakang motornya. Apalagi motor yang ia pakai tergolong motor matik ringan. Pikirannya ingin berkumpul dengan teman SMP di pasar malam membuatnya tidak sadar bahwa istrinya yang berbadan tambun itu belum duduk di jok motornya.
Mendengar alasan Marno, Marni memaklumi dan hanya berkomentar.

"Aku kira Nurul siapa."

"Hmm ... enak, Yang?" tanya Marno di tengah-tengah pekerjaannya.

Kedua betis Marni sudah selesai ia pijit. Kali ini naik ke bagian kaki sebelah atas. Pijatan keras dan lembut ia lakukan bergantian.

Karena keenakan dipijit dan diurut, Marni tertidur. Memastikan sang istri terlelap, telapak tangan yang penuh minyak urut ia kibaskan di depan muka Marni. Tidak ada reaksi. Apalagi, mulut istri tercintanya sedikit terbuka. Hal lumrah menandakan seseorang berangsur terlelap tidur.

"Sudah, aku hentikan saja. Percuma juga, tidak dia rasakan," gumam Marno.

Ia segera turun dari tempat tidur dan segera menyambar hape yang sejak tadi dentang-denting, berbunyi karena ada pesan WhatsApp yang masuk.

Pesan yang ia buka adalah pesan pada GWA Alumni SMP tempat Marno belajar setelah ia menamatkan SD dulu.

No ... ke mana kamu? Kami sdh kmpl di dekat bianglala!

"Hmm ... benar 'kan aku ditunggu mereka," kata Marno dalam hati.

Layar hape terus ia gulung ke atas. Esti Raharjo, teman sebangkunya menulis.

Ke mn si ceking Marno. Katanya mo kpl di pasar malam.

Marno merasa bersalah. Hingga ke baris terakhir, topik pembicaraan tentang dirinya tenggelam. Marno pun lesu. Hape ia tutup. Mode pesawat dihidupkan. Marno tidak ingin tidurnya terganggu dengan bunyi denting-denting.

Ia melihat jam di dinding kamar. Pukul sepuluh lebih. Cukup larut. Hati-hati ia membaringkan badan di samping Marni yang demikian pulas. Mulut yang terbuka lebar cukup menjadi indikasi betapa nyenyak Marni mengarungi lautan mimpi.

Keesokan hari, kedua suami istri itu melakukan pekerjaan rutin. Tidak ada cemberut di wajah Marni. "Hukuman" memijit kakinya yang pegal telah ditunaikan Marno dengan sangat baik.

Setelah seharian bekerja, waktu Maghrib pun tiba. Selesai menunaikan ibadah salat, Marni membaringkan badan di tempat tidur. Tidak berapa lama, ia tertidur pulas.

Marno yang baru pulang dari musala mendapati istrinya pulas, membiarkan. Ia tahu, seharian ini istrinya melakukan pekerjaan rumah tangga lebih dari biasanya.

Pukul sebelas malam, selesai Marno membuat proposal untuk kegiatan pemuda di kelurahan, ia menguap lalu meregangkan badan bermaksud untuk tidur.

Marni, terlihat bangun dari tidurnya dan mencari-cari baju beserta kerudung yang biasa ia pakai untuk pergi ke pengajian. Marni pun  mebersihkan diri di kamar mandi kemudian mengenakan pakaian yang sudah dipilihnya. Marni mematut diri di depan cermin.

"Mas, bedakku mana?" tanya Marni tiba-tiba.

Belum sempat Marno menjawab, Marni terlihat sudah memulas wajahnya dengan bedak tabur dan meratakannya di depan cermin.

Marno terheran-heran, namun ia membiarkan sang istri berperilaku aneh di tengah malam.

"Yang, kamu mau ke mana, sih?" tanya Marno. Melihat gelagat istrinya yang kurang wajar itu ia segera sadar bahwa istrinya mengigau.

"Mas, aku mau pengajian. Aduh, sudah telat ini, mana aku pegang catatan arisan. Arisan terakhir ini, Mas," jawab Marni dengan sikap gelisah.

Marno mengikuti saja gerak-gerik sang istri.

"Mana kunci motor, Mas. Aku pergi sendiri saja. Buru-buru, takut telat."

"Mas! Ditanya kok bengong saja? Mana kunci motornya?" bentak Marni.

"Hmm ... tidak beres, ini. Tapi biarkan saja. Apa yang mau dilakukan Marni selanjutnya," kata Marno dalam hati.
Setelah Marno menunjukkan tempat kunci, Marni segera ke ruang tamu. Motor mereka biasa diletakkan di ruang tamu karena tidak punya ruang lain untuk menyimpan kendaraan.

"Tolong ambil buku catatan arisan pengajian, Mas!" pinta Marno.
Marno ingin tertawa, namun ia tahan. Marno mengambilkan benda yang diminta Marni.

"Yakin, mau ke pengajian? Jam berapa ini?" tanya Marno.

"Mas, Mas. Kamu ya, jahat. Nggak mbangunin aku. Ini sudah telat pengajiannya. Mana catatan arisan ada dengan aku. Sudah ya, aku pergi dulu." Motor matik milik mereka satu-satunya dinyalakan. Marni bersiap segera berangkat.

"Kok ... sepi ya, Mas? Apa karena hujan sore tadi. Jadi, banyak yang nggak keluar rumah," cetus Marni heran.

"Iya, mungkin," jawab Marno, "Tapi, coba matikan dulu motornya!" perintah Marno.

"Ada apa? Mas ini malah nyuruh aku tambah terlambat?" jawab Marni.

"Lihat, rumah orang sudah pada tutup, warung-warung juga sudah tutup!" perintah Marno kepada Marni agar memperhatikan lingkungan sekitar.

"Iya, itu kan karena habis hujan sore tadi. Jadi, mereka pada tutup rumah sore-sore. Sudah, to. Aku pamit, ya!" ucap Marni.

Marno yang semakin geli tidak tahan lalu menggandeng lengan istrinya.

"Masuk! Lihat jam berapa sekarang?" ajak Marno. Marno merangkul badan istrinya dan mengajak melihat jam di dinding ruang tamunya.

"Masya Allaah, Mas! Jam setengah dua belas!" teriak Marni.

"Ya, sudah. Masukin motornya!" Marno menyuruh Marni memasukkan motor yang baru saja ia padamkan.

"Moh, aku takut!" jawab Marni sambil berlari ke kamar mereka.

Serta merta, meledaklah tawa Marno. Lalu, perlahan ia keluar rumah dan turun menuntun motor, lalu memasukkan kembali ke dalam ruang tamu. Tempatnya semula.

Musi Rawas, 5 November 2023
PakDSus

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun