Mohon tunggu...
suryani sholehah
suryani sholehah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWI

MEMASAK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perikatan Islam di Indonesia

14 Maret 2023   17:14 Diperbarui: 14 Maret 2023   17:23 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

BOOK REVIEW

Judul : HUKUM PERIKATAN ISLAM DI INDONESIA

Penulis : Dr. Gemala Dewi, S.H., LL.M.

Wirdyaningsih, S.H., M.H.

Dr. Yeni Salma Barlinti, S.H., M.H.

Penerbit : PRENADAMEDIA GROUP

Terbit : 2018

Cetakan : Ke-5, Januari 2018

Dari buku ini yang berjudul " Hukum Perikatan Islam Di Indonesia " Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi Islam di Indonesia, maka pemahaman komprehensif terhadap aspek hukum yang mengiringi dan menjaga kemurnian kandungan syariah produk hasil lembaga ekonomi Islam, Dari buku ini berupaya menghadirkan konsep dasar Hukum Perikatan dalam Islam, perbedaannya dengan Hukum Perikatan dari sistem hukum lain yang ada di Indonesia dan tinjauan terhadap penerapan Hukum Islam di Tanah Air. 

Komprehensivitas pembahasan yang didukung oleh pengguna gaya bahasa hukum yang biasa digunakan dalam buku teks hukum akan memberikan pemahaman mendalam sekaligus kemudahan dalam menyerap inti dari materi yang disajikan. Dan, tak kalah pentingnya, buku ini dilengkapi dengan analisis kasus dalam tataran riil bisnis, sehingga bukan hanya konsep dan teori yang dihadirkan, melainkan juga aplikasinya dalam berbagai transaksi bisnis.

Untuk memudahkan bagi pembaca, secara sistematis penulis membagi kajian buku perikatan islam di Indonesia menjadi enam Bab. Terkesan memang sangat padat, tetapi hal itu dimaksudkan oleh penulisnya agar dapat memberikan informasi yang lengkap dan terperinci, sehubungan dengan hukum perikatan islam di Indonesia.

Istilah hukum perikatan islam dalam buku ini, pengertian dari hukum perikatan dalam hukum perdata barat yang dikaji dengan ketentuan hukum islam. Dan sebagai cakupan yang lebih luas dari sekedar " hukum perjanjian".  Pengertian hukum perikatan islam disini, adalah hukum islam bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia didalam masalah perekonomin. Dan tampak adanya kaitan antara hukum perikatan (yang bersifat hubungan perdata) dan prinsip kepada tuhan dalam menjalankan ajaran agama islam yang ketentuannya terdapat dalam sumber-sumber hukum islam tersebut.

Hal ini adanya sifat " religious transcendental" pencerminan otoritas Allah SWT. Hukum perikatan  Islam sebagai hukum islam di bidang muamalah, bersifat "terbuka" yang berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan muamalah boleh diadakan modifikasi selama tidak bertentangan atau melanggar larangan yang sudah ditentukan dalam Al-Qur'an dan sunnah nabi Muhammad SAW. Dibuku ini juga di jelaskan alasan hukum perikatan islam diajarkan difakultas hukum karena alasan sosiologis mayoritas penduduk Indonesia moyoritas beragama islam, alasan yuridis hukum perikatan islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional di bidang perikatan adat dan hukum perikatan menurut KUH perdata. 

Dan alasan praktis adanya banyak berdirinya bank-bank atau Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang menggunakan sistem islam dalam berbagai bentuk transaksi. Dasar filosofis berlakunya hukum perikatan islam di Indonesia Menurut Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, S.H., ada dua hal besar yang mendasari berlakunya hukum perikatan Islam. Dasar pertama adalah akidah, yaitu keyakinan yang memaksa pelaksanaannya dalam bertransaksi, dan dasar kedua adalah syariah, sepanjang mengenai norma atau aturan-aturan hukum yang mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi "transendental" atau vertical. 

Dan di dalam buku ini menjelaskan kedudukan hukum perikatan islam dalam tata hukum indoesia berdasarkan sejarah dari sebelum kedatangan belanda, setelah adanya belanda sampai setelah Indonesia merdeka dan ada juga perbedaan hukum perikatan islam, barat dan adat ditinjau dari berbagai sudut keadaan, bentuk, tujuan, sumber, struktur, lingkup masalah, pembidangan, hak kewajiban, dan norma atau kaidah hukum. Dan perbedaan pokok antara Hukum Perikatan Islam ( HPI), Hukum Perikatan Perdata Barat ( HPPB), dan Hukum Perikatan Adat. Dalam buku (bab I)

Karakteristik hukum perikatan islam Menurut Yusuf Qardhawi, karakteristik hukum islam adalah komprehensivitas dan realisme. Aspek- aspek hukum islam menurut Musthafa Ahmad Az-Zarqa, membagi aspek-aspek hukum islam dalam tujuh kelompok yaitu:

  • Hukum ibadat. Berhubungan dengan peribadahan kepada Allah SWT.
  • Hukum keluarga ( al-ahwal asy-syakhshiyah). Hukum berkaitan dengan tata kehidupan keluarga.
  • Hukum muamalat ( dalam arti sempit). Hukum masyarakat berhubungan mengenai kebendaan dan hak-hak serta penyelesaian persengketaan.
  • Hukum tata negara dan tata pemerintah (al-ahkam as-sulthaniyah atau as-siyasah asy-syar'iyah).
  • Hukum pidana (al-jinayat)
  • Hukum antarnegara (as-siyar)
  • Hukum sopan santun (al-adab)

Asas-asas hukum perikatan islam asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia dan muamalat, yaitu asas ilahiat, asas kebebasan(al-hurriyah), asas persamaan atau kesetaraan(al-musawah), asas keadilan(al-'adalah), asas kerelaan(al-ridha), asas kejujuran dan kebenaran(ash-shidiq), asas tertulis(al-kitabah). Dan Sumber-Sumber Hukum Perikatan Islam dalam tulisan ini, diuraikan Sumber Hukum Perikatan Islam berasal dari Al-Qur'an, al-Hadis, dan Ijtihad serta hukum positif dalam kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Dalam buku ini (bab II).

Konsep Perikatan (Akad) Dalam Hukum Islam, pengertian perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak yang satu berwajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara hukum islam dan KUH Perdata adalah pada tahap perjanjiannya, Pada hukum perikatan Islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian lahir perikatan. Adapun pada KUH Perdata, perjan- jian antara pihak pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemu- dian menimbulkan perikatan di antara mereka. 

Menurut A. Gani Abdul- lah, dalam hukum perikatan Islam titik tolak yang paling membedakannya adalah pada pentingnya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan de- ngan ikrar (ijab dan kabul), maka terjadilah 'aqdu (perikatan). Unsur-unsur akad diperoleh tiga unsur yaitu;

  • pertalian ijab dan Kabul

Ijab adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib) untuk me- lakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah pernya- taan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya (qaabil).

  • dibenarkan oleh syara'

Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah atau hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an dan Nabi Mu- hammad SAW dalam Hadis.

  • mempunyai akibat hukum terhadap objeknya.

Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap objek hukum yang diper- janjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak.

Rukun dan syarat perikatan islam, dijelaskan dalam melaksanakan perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan," sedangkan syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan." Dalam syariah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi, rukun adalah "suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menen- tukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu." 

Definisi syarat adalah "sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar'i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. Bahwa rukun akad hanya sighat al-'aqad, yaitu ijab dan Kabul. Adapun syarat akad adalah al-'aqidain (subyek akad) dan mahallul 'aqd(objek akad). Mazhab Syafi'i termasuk Imam Ghazali dan kalangan Mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi bahwa al-'aqidain dan mahallul 'aqd termasuk rukun akad karena kedua hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya akad.

menurut jumhur ulama, bahwa rukun akad adalah al-'aqidain, mahallul 'aqd, dan shigat al-'aqd,adapun menurut T.M. Hasbi ash-shiddieqy, keempat hal merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad. Dalam kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang termasuk ke dalam rukun akad ialah; pihak-pihak yang berakad, objek akad, tujuan pokok akad, dan kesepakatan (Bab III 22 KHES).

Hak Dan Kewajiban Para Pihak Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitu pun sebaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syara'. Hak secara umum adalah sesuatu yang harus diterima, wajib secara umum adalah sesuatu yang harus kita tunaikan atau laksanakan.

  • HAK

Hak menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.

Jenis-jenis hak dilihat dari bebagai segi:

  • Dilihat dari segi pemilik ada tiga macam, yaitu:
  • Hak Allah SWT, seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri ke- pada Allah, mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai jenis ibadah, jihad, dan amar ma'ruf nahi munkar.
  • Hak manusia, hak ini pada hakikatnya ditunjukkan untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusi.
  • Hak gabungan antara hak Allah dan hak manusia, Mengenai hak gabungan ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan (berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contoh, dari hak Allah yang lebih dominan adalah dalam masalah "iddah" dan dalam hal hukuman atas menuduh zina tanpa bukti yang cukup.
  • Dari segi objek hak
  • Hak maali (hak yang berhubungan dengan harta)
  • Hak ghairu maali (hak yang tidak terkait dengan benda)
  • Hak asy-shakhsyi (hak yang ditetapkan oleh syara') hak yang ditetapkan syara' bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain, seperti penjual untuk me nerima harga barang yang dijualnya, dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya
  • Hak al-'aini adalah hak ditetapkan syara' terhadap suatu zat ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu, sebagai contoh yaitu: hak untuk memiliki suatu benda, hak irtifaq (pemanfaatan sesuatu, seperti jalan, saluran air) dan hak terhadap benda yang dijadikan sebagai jaminan utang

Hak yang berkaitan dengan harta benda, yaitu :

  • Haqq al-milkiyah
  • Haqq al-intifa'
  • Haqq al-irtifaq
  • Dari segi kewenangan pengadilan
  • Haqq diyaani (keagamaan), hak yang tidak boleh dicampuri (intervensi) oleh kekuasaan kehakiman
  • Haqq qhadaai, seluruh hak di bawah kekuasaan pengadilan ( hakim) dan pemilik hak itu mampu membuktikan haknya didepan hakim
  • Sumber atau sebab hak, menurut ulama fikih sumber hak itu ada lima yaitu:
  • Syara, seperti berbagai ibadah yang diperintahkan.
  • Akad, seperti akad jual beli, hibah, dan wakaf dalam pemindahan hak milik.
  • Kehendak pribadi, seperti nazar atau janji.
  • Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang orang lain.
  • Perbuatan yang menimbulkan mudarat bagi orang lain, seperti mewajibkan seseorang membayar ganti rugi akibat kelalaian mengguna- kan milik seseorang.
  • Akibat hukum suatu hak
  • Perlindungan hak, dalam ajaran Islam merupakan penjabaran dari ajaran dan prinsip keadilan. Demi keadilan diperlukan kekuatan atau kekuasaan untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya hak
  • Penggunaan hak, Pada prinsipnya Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya (iradah) sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
  • Pelanggaran dalam penggunaan hak (ta'assuf fi isti'malil haqq)
  • prinsipnya kebebasan dalam Islam tidaklah bersifat mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu kebebasan menggunakan hak yang disertai sikap tanggung jawab atas terpelihara hak dan kepentingan orang lain.
  • prinsip tauhid mengajarkan bahwasanya Allah SWT adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedang hak yang dimilikinya manusia merupakan amanat Allah yang harus digunakan sebagaimana yang di- kehendaki-Nya. Dalam bahasa sosiologis, kehendak Allah dapat diterje- mahkan sebagai "kepentingan atas terpeliharanya kemaslahatan publik (al-maslahat al-'ammah)."
  • Kewajiban   

Pengertian kewajiban, secara bahasa kata wajib berarti: (sesuatu) harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan. Wajib ini juga merupakan salah satu kal dah dari hukum taklifi yang berarti hukum yang bersifat membebani perbuatan mukalaf. Hak yang berupa taklif atau kewajiban pada pihak lain disebut haqqul syahshi, sedang hak yang berupa al-syulthah (kewenangan) atas sesuatu barang disebut haqqul 'aini. Iltizam terhadap utang pada prinsipnya harus dipenuhi oleh orang yang berutang secara langsung. Namun dalam kondisi tertentu hukum Islam memberikan beberapa alternatif pemenuhan iltizam ini, misalnya melalui cara:

  • Hawalah, yakni pengalihan iltizam (dalam hal ini adalah "keharuan membayar utang") kepada orang lain (pihak ketiga).
  • Kafalah ("mengumpulkan, menjamin, dan menanggung"), yaitu ja- minan yang diberikan oleh pihak penanggung (al-kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua, yakni pihak yang ditanggung (al-makful)
  • Taqashi, suatu keadaan di mana orang berpiutang terhalang menagih piutangnya karena ia sendiri berutang kepada orang yang berputang kepada dirinya.

  • Khiyar, Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), khiyar didefinisikan khusus dalam bentuk akad jual beli sebagai "hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilaku- kannya" (Buku Kedua Bab I Pasal 20 angka 8).

secara terminologis para ulama fikih mendefinisikan al-khiyar dengan: Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Pengaturan ketentuan tentang hak khiyar dalam KHES dia- tur dalam Buku Kedua Bab IX Bagian Pertama Pasal 227-250. Berikut dikemukakan beberapa pengertian masing-masing khiyar.

  • Khiyar al-Majlis. Yang dimaksud dengan khiyar al-majlis, yaitu hak pilih kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya ma sih berada dalam majelis akad (di ruangan toko) dan belum berpisah badan
  • khiyar at-ta'yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli
  • khiyar asy-syarth, yaitu hak pilih yang ditetap kan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih da- lam tenggang waktu yang ditentukan
  • khiyar al-'aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung
  • khiyar ar-ruyah, yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung

  • Pernyelesaian perselisihan
  • Penyelesaian perselisihan dalam akad perdagangan ada dua hal yang biasanya menjadi sumber perselisihan dalam akad jul beli, yang pertama mengenai harga dan kedua pertanggungjawaban risiko apa bila terjadi kerusakan atau kemusnahan barang.
  • Jalan penyelesaian dalam hukum perikatan Islam, pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu: pertama, dengan jalan perdamaian (shulhu); kedua, dengan jalan arbitrase (tahkim); dan yang terakhir melalui proses peradilan (al-qadha)
  • Berakhirnya akad

akad dipandang berakhir apabila ter jadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab, sebagai berikut:

  • Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara', seperti yang disebutkan dalam akad rusak, misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.
  • Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis.
  • Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.
  • Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan
  • Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
  • Karena tidak mendapat izin pihak yang berwenang
  • Karena kematian. Dalam buku ini Bab(III)

Bentuk-bentuk perikatan islam yang menjadi dasar dalam kegiatan usaha dan penggolongannya, tim penulis membagi bentuk akad berdasarkan kegiatan usaha yang sering dilakukan dalam tiga bentuk,

  • pertukaran, akad pertukaran terbagi menjadi dua, yaitu: pertukaran barang yang sejenis dan tidak sejenis.
  • As-sharf (pertukaran uang dengan uang) perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya.
  • Barter, pertukaran barang dengan barang dalam buku ini menjelaskan tentang jual beli pada umumnya, jual beli dalam bentuk khusus, al-istishna' (jual beli dengan pesanan), jual beli dalam KHES

kerja sama dalam kegiatan usaha (syirkah) Secara etimologi, asy-syirkah berarti pencampuran, yaitu pencam. puran antara sesuatu dan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Secara terminologi, pada dasarnya definisi yang dikemukakan oleh para ulama fikih hanya berbeda secara redaksional sedangkan esensi yang terkan- dung di dalamnya sama, yaitu ikatan kerja sama antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.

            pemberian kepercayaan dalam kegiatan usaha ada lima macam yaitu sebagai berikut:

  • wadi'ah adalah menitipkan sesuatu harta atau barang pada orang yang dapat dipercaya untuk menjaganya
  • Rahn (barang jaminan) Secara etimologi, kata ar-rahn berarti tetap, kekal, dan jaminan. Akad rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan/agunan
  • Wakalah Menurut para fuqaha, wakalah berarti: "Pemberian kewenangan/kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar'i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan."
  • Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za'amah (tanggungan). Adapun menurut istilah, para ulama mengemukakan definisi yang berbeda-beda, antara lain: "Menggabung. kan satu dzimah (tanggung jawab) kepada dzimah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang, atau zat benda
  • Hiwalah adalah akad pemindahan utang piutang satu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini, ada tiga pihak yang terlibat; muhil atau madin pihak yang memberi utang (muhal atau da'in) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal a'alih)
  • al-ariyah berarti sesuatu yang dipinjam, pergi, dan kembali atau beredar. Adapun menurut terminologi fikih, ada dua definisi yang berbeda

Penggolongan akad Akad secara garis besar berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berdasarkan asas (dasar), tujuan, ketentuan, sifat, dan hukum-hukum yang ada dalam akad-akad itu sendiri. Masing-masing golongan akad ka- dang-kadang dikumpulkan dalam satu kelompok, walaupun ada perbe- daan-perbedaan antara satu dan yang lain. Para ulama fikih mengemukakan, bahwa akad dapat diklasifikasikan dalam berbagai segi antara lain yaitu:

  • dilihat dari segi keabsahannya menurut syara' ada dua shahih dan tidak shahih
  • dilihat dari segi penamaannya para ulama fikih membagi ada dua akad musammah dan ghairu musammah
  • dilihat dari segi disyariatkannya akad atau tidak ada dua yaitu akad musyara'ah dan akad mamnu'ah
  • dilihat dari sifat bendanya dibagi menjadi dua yaitu, akad 'ainiyah dan akad ghairu 'ainiyah
  • dilihar dari bentuk atau cara melakukan akad dari sudut dibagi menjadi dua akad-akad yang dilakukan dengan tata cara dan akad-akad yang tidak memerlukan tata cara
  • dilihat dari dapat tidaknya dibatalkan akad. Dari segi ini akad dibagi empat jenis:
  • Akad yang tidak dapat dibatalkan
  • Akad yang dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak
  • Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak pertama
  • Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak yang kedua
  • Dilihat dari segi tukar-menukar hak. Dari segi ini akad dibagi tiga: akad mu'awadlah, akad tabarru'at, akad tabarru'
  • Dilihat dari keharusan membayar ganti dan tidak. Maka, dari segi ini dibagi tiga golongan: akad dhamanah, akad amanah, Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur
  • Dilihat dari segi tujuan akad dibagi menjadi empat golongan: Yang tujuannya tamlik (untuk memperoleh sesuatu), mengokohkan kepercayaan, menyerahkan kekuasaan, memelihara
  • Dilihat dari segi waktu berlakunya, terbagi dua sebagai berikut: Akad fauriyah dan Akad mustamirrah
  • Dilihat dari ketergantungan dengan yang lain. Akad dari segi ini dibagi dua juga, sebagai berikut: Akad asliyah dan tab'iyah
  • Dilihat dari maksud dan tujuannya, akad terbagi atas dua jenis yaitu: akad tabarru' dan akad tijari. Dalam buku ini dijelaskan dalam (BAB IV)

Kedudukan hukum perikatan islam dalam Lembaga-lembaga syariah di Indonesia Pengkajian hukum Islam secara ilmiah sebagai suatu bidang hukum tersendiri memang belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini tidak sebanding dengan berkembangnya praktik kegiatan usaha dari lembaga- lembaga ekonomi syariah yang pada akhir-akhir ini begitu pesatnya. 

Di- awali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama pada tahun 1992, membuat hukum muamalat yang berdasarkan syariat Islam ini dilirik oleh kaum intelektual dan praktisi. Tidak lama kemudian, bermunculanlah lembaga-lembaga keuangan lainnya yang ber- dasarkan hukum Islam, diantaranya lembaga-lembaga tersebut terdapat bank syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah. yang lebih umum disebut sebagai lembaga keuangan syariah atau lembaga perekonomian Syariah.

Pada bab ini akan dibahas kedudukan hukum perikatan Islam pada masing-masing lembaga tersebut. Kemudian, seba- gai lembaga penyelesaian sengketa bidang muamalat di Indonesia, maka di sini akan dibahas juga kedudukan hukum perikatan Islam pada Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

  • PERBANKAN SYARIAH
  • Bank umum Syariah

Sejak berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992, peme rintah telah membuat sejumlah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan syariah. Kini, kegiatan perbankan syariah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (untuk selanjutnya disingkat UUBS). Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum syariah diatur dalam Pasal 19 dan 20 UUBS. Kedua pasal tersebut juga mengatur tentang giatan usaha UUS bank konvensional. Kegiatan-kegiatan itu, sebagai berikut:

  • Penghimpunan dana berlandaskan prinsip-prinsip Syariah, diantaranya prinsip wadi'ah/mudharabah
  • Penyaluran dana berdasarkan prinsip-prinsip akad syariah
  • Prinsip jual beli murabahah, istishna, dan salam
  • Prinsip bagi hasil mudharabah dan musyarakah
  • Prinsip sewa menyewa ijarah, ijarah muntahiyah bittamlik
  • Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
  • Jasa pelayanan wakalah, hawalah, kafalah dan rahn
  • Bank pembiayaan rakyat Syariah

Pasal 18 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 (UUBS) mengatur dua bentuk bank syariah yang dapat beroperasional di Indonesia, yaitu bank umum syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Ber- beda dengan ketentuan UU No. 10 Tahun 1998, untuk bank syariah tidak digunakan istilah "perkreditan" melainkan "pembiayaan". Bank pembia- yaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 angka 9 UUBS). 

Dari definisi tersebut, maka bank pembiayaan rakyat syariah didirikan de- ngan sistem operasionalnya berdasarkan hukum Islam (selanjutnya dise- but dengan BPRS). Jenis kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPRS, diatur dalam Pasal 21 UUBS.

  • Baitul mal wat-tamwil

Baitul Mal wat-Tamwil (BMT) berkembang seiring dengan perkem- bangan bank syariah di Indonesia pada tahun 1990-an. Lembaga ini ada- lah sebuah kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Ma- syarakat (KSM) berbentuk prakoperasi atau koperasi yang berdasarkan prinsip syariah. Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya.

  • ASURANSI SYARIAH

Asuransi merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kegiatan asuran si di Indonesia sudah lama dilakukan. Adapun, kegiatan asuransi yang berdasar pada hukum Islam belum lama berkembang di Indonesia.

  • PASAR MODAL SYARIAH

Pada tanggal 4 Oktober 2003, Dewan Syariah Nasional telah menge- luarkan Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedo- man Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Fatwa ini dikeluarkan mengingat pasar modal di Indonesia telah lama berlangsung dan perlu mendapat kajian dari perspektif hukum Islam. Untuk kegiatan transaksi di bursa efek, juga telah dikeluarkan Fatwa No. 80/DSN-MUI/ III/2011 tanggal 8 Maret Tahun 2011 tentang Penetapan Prinsip Syari- ah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Beberapa dasar hukum atas pelaksanaan pasar modal ini dari al-qur'an dan hadis.

  • REKSA DANA SYARIAH

Reksa dana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam porto- folio efek oleh manajer investasi. Dalam perekonomian modern, reksa dana telah lama dipraktikkan di Indonesia. 

Seiring perkembangan pelak- sanaan ekonomi syariah, reksa dana tidak luput dari kajian para pakar ekonomi syariah. Dengan berdasar pada hasil keputusan dan rekomendasi Lokakarya Alim Ulama tentang Reksa Dana Syariah tanggal 24-25 Rabi'ul Awal 1417 H/29-30 Juli 1997 M, dan surat dari PT Danareksa Inves- tment Management No. S-09/01/DPS-DIM serta beberapa sumber lain- nya, diterbitkanlah fatwa oleh Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/ IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syari- ah pada tanggal 18 April 2001.

  • BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)

lembaga penyelesaian sengketa yang dapat menerap kan hukum Islam adalah pengadilan agama. Ruang lingkup perkara yang dapat diselesaikan oleh pengadilan agama sangat terbatas, seperti yang diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Melihat perkembangan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia. khususnya di bidang perekonomian, tentunya diperlukan lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa di bidang ini. 

Walaupun sebenarnya lembaga peradilan agama dapat menyelesaikan sengketa ini, yaitu dengan berdasar pada Pasal 52 ayat (2), yaitu "Selain tugas dan kewenangan seba- gaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51, Pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang (huruf miring dari penulis]." Dengan demikian, pengadilan agama baru akan dapat memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara muamalat di bidang perekonomian apabila didasarkan pada undang-undang. Dalam buku ini dijelaskan dalam (BAB V).

Tinjauan hukum islam terhadap transaksi bisnis modern, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ketiga untuk berkembangnya pemikiran umat Islam dalam menghadapi segala permasalahan di era globalisasi ini. Berbagai jenis transaksi telah muncul dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk ke negeri kita Indonesia. 

Banyak jenis transaksi baru yang ditawarkan yang juga menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda. Di samping itu, terdapat pula ketentuan ketentuan hukum yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah untuk menertibkan kegiatan bisnis modern tersebut secara konvensional. Di sisi lain, untuk melindungi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, perlu dikaji kejelasan hukum dari transaksi tersebut dipan- dang dari sudut hukum Islam. Oleh karena itu, di bawah ini akan ditinjau beberapa jenis transaksi di zaman modern dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap masing-masing bisnis tersebut.

  • Multi Level Marketing tidak bertentangan dengan hukum perikatan Islam sepanjang memenuhi rukun dan syarat-syarat perikatan menurut Hukum Islam serta tidak mengandung unsur-unsur riba, gharar, dharar dan jahalah. Selain itu, menyangkut keuntungan yang diperoleh masing- masing pihak mitra kerja dalam sistem MLM yang berjenjang ini dapat disepadankan dengan ungkapan dalam QS. al-Baqarah (2): 261, yang berbunyi: "Perumpamaan orang yang memanfaatkan hartanya di jalan Al- lah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, dan pada tiap-tiap bulir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa dia kehendaki dan Allah mahaluas (karunia-nya) lagi maha mengetahui."
  • hukum bisnis waralaba (franchise) sangat tergantung kepada kesesuaian bidang usaha bisnis franchise dan sistem serta mekanisme kerja samanya dengan prinsip syariah dan ketiadaan dari segala pantangan syariah dalam bisnis tersebut. Namun secara umum, berbisnis melalui waralaba adalah suatu jalan yang baik untuk dicoba, karena metode ini selain membawa keuntungan bagi para pihak, juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai islami.
  • Perdagangan yang dilakukan melalui internet (e-commerce), pada dasarnya tidak berbeda dengan perdagangan (jual beli) pada umumnya yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam ajaran Islam, jual beli di- perbolehkan. E-commerce tidak bertentangan dengan perdagangan menurut hukum perikatan Islam karena perikatan dalam e-commerce juga memenuhi unsur-unsur atau rukun perikatan menurut hukum perikatan Islam. Sama halnya seperti pada perikatan jual beli secara konvensional, apabila seluruh syarat-syarat pada setiap rukun tersebut terpenuhi, maka perikatan jual beli (e-commerce) dinyatakan sah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.
  • Electronic fund transfer (EFT), EFT adalah pemindahbukuan sejumlah dana dari suatu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik." EFT dalam dunia perbankan saat ini sudah menjadi jasa pelayanan yang pokok bagi para nasabahnya. Para nasabah dapat memanfaatkan teknologi EFT untuk memindahbu- kukan rekening yang dimilikinya pada bank kepada pihak lain yang dituju dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Dalam penerapannya pada bank syariah, jasa pelayanan yang memanfaatkan teknologi EFT haruslah selalu disesuaikan dengan prinsip hukum Islam. walaupun EFT memiliki berbagai keunggulan dan kelebihan teknologi, terdapat permasalahan apabila EFT di perbankan tersebut dijalankan secara internet. Dalam internet banking sering di- hadapkan pada permasalahan keamanan." Akan tetapi, tidak ada yang dapat menjamin teknologi tersebut aman seratus persen. Dalam hal ini perlu ditekankan, bahwa sehebat apa pun sistem pengaman suatu softwa- re tetap ada kemungkinan bagi para hacker untuk membongkarnya. Jadi, pihak bank harus seoptimal mungkin memperbarui teknologi sehingga dapat meminimalisasi kemungkinan para hacker untuk mencuri informa- si dan melakukan tindakan criminal.
  • pelaksanaan proses transfer dan jasa lainnya yang memanfaatkan EFT dengan prinsip wakalah adalah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Tanda bukti instruksi trans- fer dalam proses tersebut adalah telah sesuai dengan prinsip Hukum Islam yang menganjurkan untuk membuat suatu bukti tertulis atas suatu perjan- jian. Dengan bukti tertulis tersebut memberi keamanan bagi para pihak dan memberi tanggung jawab terhadap tindakannya di depan hukum.
  • Praktik persaingan usaha, pada hakikatnya tidak semua perjanjian an- tara pelaku usaha dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Sehingga praktik-praktik ini tidak dilarang dilakukan selama tidak merugikan konsumen dan tidak menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat di antara para produsen. Namun pada umumnya, dengan adanya praktik monopoli, oligopoli, price fixing maupun kartel di atas ini konsumen menjadi sulit untuk mendapatkan barang-barang berkualitas dengan harga yang wajar, karena sering dalam praktik tersebut, produsen yang tergabung dalam suatu konspirasi tersebut mengurangi mutu produksi dan menjual barang-barang mereka dengan harga tetap, atau tetap mempro- duksi barang dengan kualitas yang sama namun dengan harga yang lebih tinggi. Sehingga, produsen lain yang masuk dalam pasar sayang sama na- mun tidak ikut dalam perjanjian kartel menjadi sulit untuk bersaing. Praktik persaingan usaha yang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dirumuskan secara rule of reason, maupun perse ilegal, ternyata da- lam pandangan hukum perikatan Islam juga serupa, karena akibat prak- tik-praktik tersebut dapat tidak sesuai dengan syariah atau landasan da- lam Al-Qur'an dan al-Hadis, khususnya dengan Al-Qur'an surah an-Nisaa' ayat 29-30 serta dalam surah al-Hasyr (59) ayat 7. Pada prinsipnya dalam konsep perikatan Islam, terdapat kebebasan untuk melakukan perikat- an. Namun hal tersebut dibatasi sepanjang tidak menyimpang ketentuan dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dalam hal ini, praktik-praktik tersebut me- mungkinkan adanya peluang kerugian bagi pihak ketiga di luar perjanjian yang dibuat oleh para pihak, yaitu masyarakat luas. Dalam buku ini dijelaskan dalam (BAB VI).

Terkesan dalam pemaparan tentang Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, penulis berkeinginan menyampaikan secara jelas, tuntas, lengkap dan rinci. Hal ini dapat dilihat dari daftar isinya yang sangat padat. Di satu sisi para pembaca akan mendapatkan informasi yang sangat komprehensif tetapi di sisi lain, para pembaca untuk pemahaman yang mendalam sekaligus dalam menyerap inti dari materi yang disajikn terhadap isinya yang sarat dengan istilah-istilah hukum. 

Mungkin dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk cetakan selanjutnya agar menyertakan terjemahan Indonesia untuk istilah-istilah hukum tersebut. Hal ini penting mengingat permasalahan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia menyangkut kepentingan masyarakat luas. Sehingga buku ini bukan hanya dikhususkan bagi mereka yang berlatar belakang pendidikan hukum saja.

Terlepas dari masalah teknis, lay out buku ini lumayan menarik. Selain itu, dalam rangka pengayaan dan penyempurnaan buku ini pada edisi cetakan ke-5 cukup sempurna, Yang lebih penting buku ini baik dan layak di baca serta dijadikan referensi oleh para mahasiswa, dosen, praktisi hukum, pemerhati pemikiran hukum dan masyarakat luas yang berkecimpung di bidang Hukum Perikatan Islam Di Indonesia agar dapat menjadi rujukan dalam menjawab berbagai persoalan yang timbul karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi. 

Terakhir tetapi hal ini sangat penting, cover buku ini sangat menarik untuk diperjual belikan karena di cover juga tertuliskan buku yang ditulis 3 tokoh wanita jenius yang bernama Dr. Gemala Dewi, S.H., LL.M. Wirdyaningsih, S.H., M.H. dan Dr. Yeni Salma Barlinti, S.H., M.H. diterbitkan atas kerja sama dengan badan penerbit fakultas hukum universitas Indonesia salah satu kampus yang paling unggul di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun