Rukun dan syarat perikatan islam, dijelaskan dalam melaksanakan perikatan, terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan," sedangkan syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan." Dalam syariah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi, rukun adalah "suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menen- tukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu."Â
Definisi syarat adalah "sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar'i dan ia berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada. Bahwa rukun akad hanya sighat al-'aqad, yaitu ijab dan Kabul. Adapun syarat akad adalah al-'aqidain (subyek akad) dan mahallul 'aqd(objek akad). Mazhab Syafi'i termasuk Imam Ghazali dan kalangan Mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi bahwa al-'aqidain dan mahallul 'aqd termasuk rukun akad karena kedua hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya akad.
menurut jumhur ulama, bahwa rukun akad adalah al-'aqidain, mahallul 'aqd, dan shigat al-'aqd,adapun menurut T.M. Hasbi ash-shiddieqy, keempat hal merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad. Dalam kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang termasuk ke dalam rukun akad ialah; pihak-pihak yang berakad, objek akad, tujuan pokok akad, dan kesepakatan (Bab III 22 KHES).
Hak Dan Kewajiban Para Pihak Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain, begitu pun sebaliknya kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak yang lain. Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syara'. Hak secara umum adalah sesuatu yang harus diterima, wajib secara umum adalah sesuatu yang harus kita tunaikan atau laksanakan.
- HAK
Hak menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.
Jenis-jenis hak dilihat dari bebagai segi:
- Dilihat dari segi pemilik ada tiga macam, yaitu:
- Hak Allah SWT, seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri ke- pada Allah, mengagungkan-Nya, seperti melalui berbagai jenis ibadah, jihad, dan amar ma'ruf nahi munkar.
- Hak manusia, hak ini pada hakikatnya ditunjukkan untuk memelihara kemaslahatan setiap pribadi manusi.
- Hak gabungan antara hak Allah dan hak manusia, Mengenai hak gabungan ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan (berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contoh, dari hak Allah yang lebih dominan adalah dalam masalah "iddah" dan dalam hal hukuman atas menuduh zina tanpa bukti yang cukup.
- Dari segi objek hak
- Hak maali (hak yang berhubungan dengan harta)
- Hak ghairu maali (hak yang tidak terkait dengan benda)
- Hak asy-shakhsyi (hak yang ditetapkan oleh syara') hak yang ditetapkan syara' bagi pribadi berupa kewajiban terhadap orang lain, seperti penjual untuk me nerima harga barang yang dijualnya, dan hak pembeli terhadap barang yang dibelinya
- Hak al-'aini adalah hak ditetapkan syara' terhadap suatu zat ia memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan haknya itu, sebagai contoh yaitu: hak untuk memiliki suatu benda, hak irtifaq (pemanfaatan sesuatu, seperti jalan, saluran air) dan hak terhadap benda yang dijadikan sebagai jaminan utang
Hak yang berkaitan dengan harta benda, yaitu :
- Haqq al-milkiyah
- Haqq al-intifa'
- Haqq al-irtifaq
- Dari segi kewenangan pengadilan
- Haqq diyaani (keagamaan), hak yang tidak boleh dicampuri (intervensi) oleh kekuasaan kehakiman
- Haqq qhadaai, seluruh hak di bawah kekuasaan pengadilan ( hakim) dan pemilik hak itu mampu membuktikan haknya didepan hakim
- Sumber atau sebab hak, menurut ulama fikih sumber hak itu ada lima yaitu:
- Syara, seperti berbagai ibadah yang diperintahkan.
- Akad, seperti akad jual beli, hibah, dan wakaf dalam pemindahan hak milik.
- Kehendak pribadi, seperti nazar atau janji.
- Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang orang lain.
- Perbuatan yang menimbulkan mudarat bagi orang lain, seperti mewajibkan seseorang membayar ganti rugi akibat kelalaian mengguna- kan milik seseorang.
- Akibat hukum suatu hak
- Perlindungan hak, dalam ajaran Islam merupakan penjabaran dari ajaran dan prinsip keadilan. Demi keadilan diperlukan kekuatan atau kekuasaan untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya hak
- Penggunaan hak, Pada prinsipnya Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan kehendaknya (iradah) sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
- Pelanggaran dalam penggunaan hak (ta'assuf fi isti'malil haqq)
- prinsipnya kebebasan dalam Islam tidaklah bersifat mutlak, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, yaitu kebebasan menggunakan hak yang disertai sikap tanggung jawab atas terpelihara hak dan kepentingan orang lain.
- prinsip tauhid mengajarkan bahwasanya Allah SWT adalah pemilik hak yang sesungguhnya, sedang hak yang dimilikinya manusia merupakan amanat Allah yang harus digunakan sebagaimana yang di- kehendaki-Nya. Dalam bahasa sosiologis, kehendak Allah dapat diterje- mahkan sebagai "kepentingan atas terpeliharanya kemaslahatan publik (al-maslahat al-'ammah)."
- Kewajiban  Â
Pengertian kewajiban, secara bahasa kata wajib berarti: (sesuatu) harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan. Wajib ini juga merupakan salah satu kal dah dari hukum taklifi yang berarti hukum yang bersifat membebani perbuatan mukalaf. Hak yang berupa taklif atau kewajiban pada pihak lain disebut haqqul syahshi, sedang hak yang berupa al-syulthah (kewenangan) atas sesuatu barang disebut haqqul 'aini. Iltizam terhadap utang pada prinsipnya harus dipenuhi oleh orang yang berutang secara langsung. Namun dalam kondisi tertentu hukum Islam memberikan beberapa alternatif pemenuhan iltizam ini, misalnya melalui cara:
- Hawalah, yakni pengalihan iltizam (dalam hal ini adalah "keharuan membayar utang") kepada orang lain (pihak ketiga).
- Kafalah ("mengumpulkan, menjamin, dan menanggung"), yaitu ja- minan yang diberikan oleh pihak penanggung (al-kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua, yakni pihak yang ditanggung (al-makful)
- Taqashi, suatu keadaan di mana orang berpiutang terhalang menagih piutangnya karena ia sendiri berutang kepada orang yang berputang kepada dirinya.
- Khiyar, Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), khiyar didefinisikan khusus dalam bentuk akad jual beli sebagai "hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang dilaku- kannya" (Buku Kedua Bab I Pasal 20 angka 8).
secara terminologis para ulama fikih mendefinisikan al-khiyar dengan: Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Pengaturan ketentuan tentang hak khiyar dalam KHES dia- tur dalam Buku Kedua Bab IX Bagian Pertama Pasal 227-250. Berikut dikemukakan beberapa pengertian masing-masing khiyar.
- Khiyar al-Majlis. Yang dimaksud dengan khiyar al-majlis, yaitu hak pilih kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya ma sih berada dalam majelis akad (di ruangan toko) dan belum berpisah badan
- khiyar at-ta'yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli
- khiyar asy-syarth, yaitu hak pilih yang ditetap kan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih da- lam tenggang waktu yang ditentukan
- khiyar al-'aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung
- khiyar ar-ruyah, yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung
- Pernyelesaian perselisihan
- Penyelesaian perselisihan dalam akad perdagangan ada dua hal yang biasanya menjadi sumber perselisihan dalam akad jul beli, yang pertama mengenai harga dan kedua pertanggungjawaban risiko apa bila terjadi kerusakan atau kemusnahan barang.
- Jalan penyelesaian dalam hukum perikatan Islam, pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu: pertama, dengan jalan perdamaian (shulhu); kedua, dengan jalan arbitrase (tahkim); dan yang terakhir melalui proses peradilan (al-qadha)
- Berakhirnya akad
akad dipandang berakhir apabila ter jadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab, sebagai berikut:
- Di-fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara', seperti yang disebutkan dalam akad rusak, misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.
- Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis.
- Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.
- Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan
- Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.
- Karena tidak mendapat izin pihak yang berwenang
- Karena kematian. Dalam buku ini Bab(III)
Bentuk-bentuk perikatan islam yang menjadi dasar dalam kegiatan usaha dan penggolongannya, tim penulis membagi bentuk akad berdasarkan kegiatan usaha yang sering dilakukan dalam tiga bentuk,
- pertukaran, akad pertukaran terbagi menjadi dua, yaitu: pertukaran barang yang sejenis dan tidak sejenis.
- As-sharf (pertukaran uang dengan uang) perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya.
- Barter, pertukaran barang dengan barang dalam buku ini menjelaskan tentang jual beli pada umumnya, jual beli dalam bentuk khusus, al-istishna' (jual beli dengan pesanan), jual beli dalam KHES