Aku menghela nafas pelan. Nama demi nama perempuan hebat di negeri ini membayang di benakku. Ya, nama demi nama perempuan tangguh yang pernah menjadi bagian di setiap babak sejarah perjalanan bangsa. Mereka sungguh inspiratif. Sangat hebat. Ah, tetapi sedikit banyak, esok ataupun lusa, Senja pasti akan memperoleh cerita-cerita mereka. Bapak ibu gurunya bisa lebih detail mengisahkan. Demikian halnya dengan buku-buku sejarah yang mulai ia baca, pasti lebih lengkap menjelaskan.
      "Yah? Kok malah diam? Ayo cerita nanti keburu Senja mengantuk."
      Aku tertawa kecil mendengar kalimat Senja. Aku baru saja menemukan satu nama yang tepat untuk ku ceritakan kepada putri bungsuku itu malam ini. Betapapun sederhananya, semoga Senja dapat belajar dari perempuan ini.
      "Senja, putri kesayangan Ayah, dengarlah nak bahwa perempuan yang akan Ayah ceritakan boleh jadi memang tak sebesar nama-nama perempuan hebat yang tertulis di buku pelajaran sejarahmu. Meskipun demikian, Ayah percaya Senja akan dapat banyak belajar dari sosok perempuan ini. Senja dengarkan baik-baik cerita Ayah ya."*
      Perempuan itu senang memanggil dirinya sendiri senja. Mengapa? Ayah tidak pernah tahu alasan tepatnya. Ayah hanya tahu perempuan itu sangat mengagumi keindahan stasiun senja. Ya, langit barat di sore hari memang sangat indah. Selalu ceria berpesta warna. Mungkin hal itu pula yang dulu menjadi alasan Bunda meminta Ayah memberimu nama Senja. Ya, sepotong doa semoga hidupmu indah layaknya langit barat di sore hari.
      Perempuan yang mencintai senja itu adalah perempuan yang istimewa. Ia berbeda dari perempuan pada umumnya. Penampilannya sungguh sangatlah sederhana. Meskipun demikian, perempuan yang mencintai senja itu adalah perempuan yang tangguh dan tegar. Sejak kecil, perempuan itu sungguh amat terlatih menghadapi perihnya hidup. Perempuan itu terlahir dari keluarga yang amat sederhana. Ayahnya berpenghasilan tak menentu. Seringkali pas-pasan. Sementara ibunya sakit-sakitan. Sakit yang dideritanya sangat serius.  Ya, jalan hidup yang tergaris atas perempuan itu memang amat berliku dan penuh kerikil tajam. Hidupnya jauh dari rasa nyaman dan tenteram. Selalu dihantam badai. Selalu diterjang ganasnya ombak. Seringkali beragam cobaan datang menguji secara bersamaan. Meski demikian, perempuan yang mencintai senja itu selalu berusaha menjadi karang. Benar. Karang yang tegar meski berkali dihantam debur gelombang. Tetap kokoh. Tetap tak bergeming. Ya, perempuan itu sangat pandai menyembunyikan air matanya di hadapan banyak orang.
      Sebagai keluarga miskin, keluarga perempuan itu sering dipandang sebelah mata. Ya, hampir sepanjang hidupnya perempuan itu selalu diremehkan. Meskipun demikian, perempuan itu tak pernah mau mendengarkan kata-kata orang yang meremehkannya. Tidak pernah. Dalam keterbatasan yang ia punya, perempuan itu tetap menyulam mimpi-mimpi besar di angannya. Semangatnya dalam berjuang selalu besar, tak pernah padam oleh hinaan. Perempuan yang mencintai senja itu memiliki mimpi-mimpi yang besar. Dia ingin menjadi seorang menteri dan penulis besar. Ia ingin menjadi seorang menteri yang akan banyak menggebrak perubahan untuk negeri ini. Ia ingin menginspirasi dunia lewat tulisan-tulisannya.
      "Nak, perempuan yang selalu diremehkan tidak akan bisa sekolah tinggi karena miskin itu pada akhirnya bisa terus bersekolah sampai menyandang gelar master dengan beasiswa."
      "Hebat sekali Yah!" Ah, bagaimana perempuan itu ketika sekolah? Sangat pandai ya Yah? Selalu memperoleh nilai 100 dan menjadi juara kelas ya?"
      Perempuan yang mencintai senja itu memiliki catatan prestasi akademik di bangku sekolah maupun kuliahnya yang cukup baik. Namun, bukan berarti perempuan itu tak pernah gagal dalam sekolahnya. Saat SMA, ia terpaksa harus puas mendapat nilai ujian matematika  5 sehingga membawanya di deretan terakhir peringkat kelulusan. Saat kuliah, perempuan itu juga pernah tidak lulus dalam suatu mata kuliah. Perempuan itu juga sering mengalami kegagalan. Sering tak menjadi yang terdepan ataupun terbaik. Namun, itu tak pernah menjadi masalah buatnya. Tidak pernah. Baginya, nilai ataupun hasil pencapaian lainnya bukanlah hal utama. Baginya, proses dan kesempatan untuk belajar dari pengalaman adalah lebih penting. Baginya, juara ataupun pemenang tidak selamanya harus nomor satu ataupun yang terbaik. Baginya pemenang sejati adalah mereka yang bisa mengalahkan dirinya sendiri. Ya, pemenang sejati adalah mereka yang bisa mengalahkan rasa malas, rasa takut, juga rasa ragu. Perempuan itu terus dan terus melakukan dan memberikan yang terbaik.
      "Senja juga ingin menjadi pemenang yang sejati bukan? Kalahkan rasa takut, malas, juga semua kelemahan pikiran dan hatimu yang lainnya nak. Ketika Senja mengerjakan segala sesuatu, yang terpenting bukan hasilnya melainkan bagaimana Senja berusaha dan dapat belajar dari segala sesuatu itu.", kataku diiyakan anggukan kepala Senja