Mohon tunggu...
Retno Suryani
Retno Suryani Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis untuk mengikat kenangan

Konsultan Lingkungan, Senang bertemu masyarakat dan anak-anak, Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Perempuan Pengagum Senja

28 Desember 2024   22:06 Diperbarui: 28 Desember 2024   22:06 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         "Ayaaaaah!"    

           Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu tersenyum riang melihatku berdiri di pintu kamarnya. Sedikit tergesa ia pun berlari menghampiriku. Aku tersenyum dan dengan segera menyandarkan lutut di lantai, menunggu pelukannya. Ya, seperti yang kuduga, ia mendekapku erat sekali.

           "Ayah kok baru pulang? Senja kangen sekali dengan Ayah.", katanya saat melepas pelukannya dengan wajah menggemaskan.

           "Iya, urusan Ayah di Jakarta kemarin masih sangat banyak sehingga baru bisa pulang hari ini. Ayah juga kangen kok dengan Senja. Kangen sekali malah. Maafkan Ayah ya, Senja tidak marah kan dengan Ayah?", kataku penuh senyum sembari mengelus lembut rambut panjangnya nan hitam.

           Gadis kecilku itu tak menjawab. Ia hanya kembali tersenyum riang. Tangannya kembali memelukku erat. Erat sekali. Ah, Senja memang akan selalu menjadi putriku yang hebat memahami. Tanpa ia harus menjawab pun, aku mengerti dan amat yakin anak bungsuku itu tak merasa kesal ataupun marah karena keterlambatanku pulang dari Jakarta.Ya,  seperti yang sudah-sudah, ia selalu berusaha mengerti dengan baik setiap kondisi meski aku yakin keterlambatanku pulang tidak ia sukai.

           "Yah, ayo masuk yah. Senja sudah kangen mendengarkan cerita dari Ayah.", kata Senja kali ini sambil menggenggam erat tangan kananku, mengajakku masuk dan ikut berbaring di tempat tidurnya.

           Aku kembali tersenyum saat berbaring di samping Senja. Ya, seperti malam-malam biasanya selama 13 tahun ini, sejak aku dipanggil Ayah, aku harus mengantarkan tidur anak-anakku dengan cerita. Dahulu untuk si sulung, Embun. Sekarang, untuk putri bungsuku, Senja. Sungguh, ini bukan aktivitas mudah. Aku sering harus memutar otak demi menghadirkan cerita-cerita baru dan menarik. Biarpun begitu, aku sangat menikmatinya. Ya, buatku menanamkan pemahaman lewat cerita kepada mereka itu sangat menyenangkan.

           "Senja mau Ayah cerita tentang ini."

           Aku termenung sejenak menerima selembar kertas berisi informasi lomba bercerita tentang kisah perempuan inspiratif untuk anak-anak SD tingkat kota dari tangan Senja.

           "Senja mau ikut ini?"Ayah harus cerita tentang perempuan inspiratif di Indonesia?"

           Senja mengiyakan pertanyaanku lewat anggukan kepala. Wajahnya cerah bersemangat menanti kisah yang akan kusampaikan. Kedua matanya yang amat bening nampak begitu siap untuk mencerna sepotong demi sepotong pemahaman yang bakal kusampaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun