“Pesawatnya pasti hancur kalo hujan..
“Aku gak peduli, paling enggak aku tahu klo kamu butuh sesuatu. Bisa ya, janji.. “
Aku mengangguk pelan, namun enggan untuk mengaitkan kelingkingku pada kelingkingmu yang sudah kau arahkan tepat ke depan wajahku, satu hal yang sering aku lakukan dulu ketika kau berjanji satu hal padaku
“Udahlah, kita udah gede. Gak usah kaya begini lagi ya.. “ ujarku menepis pelan jari kelingkingmu, gesture kecil dariku yang menghapus senyummu yang mungkin kau telan perlahan bersamaan dengan air liurmu.
“Aku pasti jagain kamu.. “ ujarmu pelan.
Dan kamu menepati janjimu, walau aku tak pernah menepati janjiku. Tak ada satu pesawat pun yang kulemparkan ke bawah hampir 1 bulan sejak kematian ibu, namun kamu selalu ada di tiap waktu senggangmu. Kamu sengaja mencari pekerjaan yang dekat dengan rumah, agar setiap jam istirahat kamu bisa datang dan menghabiskan waktu dengan ku yang selalu menyambutmu dengan dingin dan lebih banyak diam. Dan setiap malam selepas jam kerja, kamu selalu datang, memastikan aku makan malam dengan selalu membawa makanan, entah makanan jadi ataupun bahan makanan yang dengan dengan enaknya kau taruh di kulkas rumahku, ‘nitip’ begitu katamu dengan ekspresi tanpa dosa.
“Apa sih yang kamu harapin dari aku ?”
“Hah ? “ ujarmu dengan wajah yang tercegang
“Apa yang kamu suka dari aku ?? Apa yang bisa kamu banggain dari aku ?? “
“Perlu alasan Lun ?? “
“AKU LUMPUH.. LIAT PAKAI MATA KAMU !! AKU LUMPUH LANA !! Bahkan buat buang bangau kertas sialan itu aja aku enggak bisa.. !! ” ujarku dengan nada marah sambil menunjuk bangau kertas sialan yang masih tergantung dengan kamarku