Aku tidak perlu mencari orang yg bisa menafsirkan mimpi-mimpi seperti Yusuf, aku hanya perlu orang yg mengerti bahasa yg digunakan oleh musafir padang pasir dalam mimpi itu.
Jika aku tidak mencari arti kata itu, aku akan terus dihantui mimpi aneh itu dan mati frustasi karenanya. Atau mungkin aku akan mati penasaran sebelum mengetahui apa arti mimpi itu sebenarnya. Aku benar-benar harus mencari sehelai jerami di tumpukan jarum.
Setelah berpikir panjang, Arasto ingat memiliki seorang teman di daerahnya, Gadara, yg sering berdagang sampai ke daerah Antiokhia. Konon, di sana banyak orang-orang yg eksodus dari padang pasir. Mereka menyebut diri sebagai kaum Hawazin.
Arasto yakin temannya itu pasti bisa berbahasa dengan bahasa yg digunakan oleh si musafir dalam mimpinya. Karena bagaimana mungkin dia bisa berdagang di Antiokhia jika tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa mereka.
Tanpa pikir panjang, Arasto mendatangi temannya itu. Arasto bercerita mengenai mimpinya, kemudian menanyakan perihal Murtafa'atul Jaulan.
Si teman berkata, "Tempat itu tidak terlalu jauh dari sini. Aku pernah mendengar orang-orang Antiokhia menyebutkan kata yg kau dapat dalam mimpi itu.
Murtafa'atul Jaulan adalah sebuah tempat yg merujuk pada dataran tinggi Golan yg terletak di sebelah timur-laut danau Galilea.."
Arasto berkata, "Dan gunung yg berada di sebelah utara dataran tinggi Golan adalah gunung Hermon."
Si teman berkata, "Kau akan melihat salju jika datang kesana beberapa bulan lagi. Ini musim panas, kau hanya akan melihat bebatuan."
Arasto berkata, "Mengapa kebanyakan orang menjadi pragmatis? Melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan sesuatu. Aku kesana bukan ingin melihat salju."
Si teman berkata, "Idiot mana yg melakukan sesuatu berdasarkan mimpi-mimpi?"