Mentari pagi terbit di ufuk timur tak seperti biasanya. Nampak cukup terik berbeda dengan hari-hari sebelumnya selalu berkabut mendung. Seperti ada senyum di wajah mentari pagi, yang telah siap menerangi dan memberi semangat hari itu.
Junantara, yang biasa dipanggil Juna tak seperti biasanya. Pagi-pagi sudah duduk di teras rumahnya. Sambil membawa segelas kopi yang ia buat sendiri dari dapurnya. Matanya terlihat lebih berbinar terpantul rona cahaya mentari pagi.
Juna ini adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta semester ahir. Kini masih berkutat untuk menyelesaikan skripsi untuk gelar sarjananya. Hanya tertinggal beberapa tahap lagi, ia akan lulus dan menyelesaikan studinya.
Nampaknya Juna sedang berbahagia. Biasanya untuk pergi kuliah saja harus dibangunin sama ibunya. Itupun kalau lagi mod bagus, kalau tidak begitu sering juga harus dipaksa agar bisa bangun dan pergi kuliah.
Pukul 7 pagi, Juna sudah rapi. Badannya begitu harum. Ini juga tidak seperti biasnya yang hanya pakai lotion saja sudah cukup. Padahal jam kuliah mulai pukul 8.30 Pagi, jam 7.30 pagi sudah bergegas berangkat dengan motor kesayangannya.
Tiba di kampus, masih pagi. Hanya ada tukang sapu dan petugas kebersihan saja. Juna melangkah perlahan, dan duduk di ruang kelas sendiri. Sambil memainkan smartphonenya tiba-tiba terdengar langkah pelan. Seorang perempuan datang dan duduk mendekati Juna.
"Hai, pagi Juna. Tumben kamu pagi-pagi sudah datang." sapa Rina, perempuan yang salah satu teman sekelas Juna.
"...ee...aku...aku ada perlu nih." kata Juna.
"Biasanya kamu datang paling telat loh, tumben makanya aku tanya gitu sama kamu." kata Rina mempertegas pertanyaanya. "Ya, gak usah nanya gitu lagi, sini duduk." ajak Juna, dan Rina duduk disamping Juna.
"Kamu masih galau ya Jun" tanya Rina
"Kata siapa?" tanya Juna
"Kamu itu kan dikit-dikit buat status. FB lah, bbm lah, instagram lah. Macem-macem, galau terus." ungkap Rina. "Ah, kamu kepoin aku aja." ujar Juna.
"Bukan gitu, aku cuma kasian sama kamu, sampai segitunya. Udahlah jangan terlalu dipikirkan." kata Rina mencoba menasehati Juna. "Gimana skripsimu?" Juna mencoba mengalihkan pembicaraan. "Sudah, tinggal dikit aja," kata Rina, dan teman-teman kelasnya mulai masuk dan memulai mata kuliah.
Juna nampak malu-malu menjawab pertanyaan Rina. Juna sebenarnya orang baperan. Dikit-dikit bawa perasaan, padahal lelaki biasanya sulit untuk memunculkan perasaan itu. Tapi, dikit saja galau sudah akan menulisnya pada setiap statusnya. Itu yang membuat Rina menanyakan kegalauannya.
Kegalauan Juna ada sebabnya. Ia telah kehilangan harapan dan kenangan yang telah berlalu dalam kepedihan. Setahun lalu, ia ditinggalkan pacarnya. 10 tahun hubungannya pupus tanpa kepastian. Seperti tak terhenti rasa sakitnya patah hati apalagi pacarnya yang tidak sungkan memamerkan pacar barunya di sosial media.
Betapa terpuruknya perasaan Juna. Seorang lelaki yang setia namun disaat sayang-sayangnya harus menerima kenyataan pahit. Kadang, itulah yang membuatnya menjadi malas. Bahkan, hampir saja ia harus meninggalkan studinya yang sedikit lagi harus dirampungkannya.
Sudah selesai matakuliah, semua teman kelas Juna mulai pulang. Tinggal Juna dan Rina yang masih berada di ruangan kelas sebentar akan pulang.
"Rin kamu kemana?" Tanya Juna
"Aku mau pulang." sahut Rina
"Jangan dulu pulang, ada waktu ngobrol sama aku kan, Rin?. Tanya Juna mencoba mengajak Rina. "Boleh, tapi sebentar ya. Aku ada perlu di rumah nanti siang." Jawabnya.
Mereka berdua ngobrol menuju Taman. Ada meja bulat dan kursi kayu di bawah pohon cempaka. Siang yang terik nampak cukup teduh untuk mereka berdua.
"Aku boleh ngomong sesuatu gak?, Kata Juna. "Kamu mau ngomong apa?, Kamu kok jadi serius gini." Rina berusaha mencairkan suasana. "Bukan begitu Rin, aku cuma ingin ngomong sesuatu sama kamu." kata Juna.
"Apa?" jawabnya.
"Eee...gini." Juna berusaha mengatakannya.
"Kamu kalau bicara, ya bicara aja. Gak apa kok." ujar Rina. "Aku suka sama kamu Rin, kamu mau jadi pacar aku.?" tanya Juna yakin dan wajah berseri kemerahan.
"Udah?, Aku pulang. Sori." jawab Rina meninggalkan Juna sendiri.
Juna tak sanggup berkata apa. Rasanya begitu bergetar. Bercampur kecewa, malu, sedih. Apa yang dipikirkan pagi-pagi begitu indah dengan bangun pagi, berangkat dari pagi malah ahirnya harus menerima kenyataan pahit yang menyakitkan.
Ahirnya Juna harus pulang dan menerima kenyataan pahit. Tak ada aktivitas pagi yang cerah bagi Juna kali ini. Rasa patah hati yang ditinggal pergi, tersambung rasa perih yang ditolak mentah-mentah oleh Rina. Apalagi Rina selalu menjauh setelahnya membuat Juna begitu malu dan kecewa ketika saling bertemu.
Tak ada hari-hari cerah lagi bagi Juna. Saat mencoba untuk bangkit dari kegagalan malah harus mengalami kegagalan. Apalagi dijauhi, dan sering juga dihindari oleh Rina cukup menyakitkan bagi Juna.
Saat Rina sendiri, dan duduk di bawah pohon cempaka. Di tempat dimana Juna menyatakan perasaanya dulu pada Rina yang ditolak mentah-mentah. Ia mencoba menghampiri, meskipun rasa malu dan kecewa bergejolak. Namun, langkahnya harus ia paksa mendekati Rina.
"Ngapaen kemari kamu?" Tanya Rina memekik
"Maaf Rin, aku hanya ingin meminta maaf." sahut Juna menunduk.
"Sudahlah, lupakan. Aku mau pulang" kata Rina.
"Rin, aku minta waktunya sebentar saja," kata Juna.
"Sudahlah, tak ada waktu.", Rina bergegas bangun. Juna secepat meraih tangannya dan berusaha meminta kesempatan berbicara pada Rina.
"Kasi aku ngomong, dan jangan jauhi aku gak jelas gini." kata Juna memohon.
Rina terdiam, dan berbalik dan kembali duduk, "Katakan cepat" katanya.
"Rin, kenapa kamu jadi gini? Kamu menjauhi aku gak jelas. Mendekatimu saja sekarang aku jadi berpikir. Gak seperti dulu." Kata Juna.
"Kamu tak perlu tahu," jawab Rina
"Aku temanmu, ok lupakan waktu itu." kata Juna
"Aku males bicara cinta," kata Rina
"Kenapa?" tanya Juna
"Kamu jangan tanya gitu, aku males." Jawabnya sinis. "Rin, bilang dan katakan apa yang membuatmu begini." Juna berusaha meyakinkannya. "Aku males, udah. Aku pulang." Sahut Rina.
"Rin, hayo katakan." rayu Juna
"Udah aku bilang males, aku gak percaya cinta." ujar Rina.
"Segitunya?, apa seperti itu tentang cinta?." tanya Juna. "Aku males bicara cinta. Aku tahu kamu. Tapi aku tidak sepertimu." Sahut Rina.
"Maksudmu?" Juna penasaran
"Sudahlah." ucap Rina singkat
"Rin, bilang kenapa?" berkali-kali Juna merayu mendapat jawaban alasan Rina. "Aku males kalau bicara cinta, ujung-ujunnya bohong. Bulsitt!" kata Rina.
"Kenapa gitu?" tanya Juna
"Tak bisa dipercaya, bohong dan bohong." sahut Rina.
"Kenapa kamu terus bilang bohong?, apa kamu juga mengangapku bohong tentang perasaanku?" tanya Juna. "Aku gak percaya, cinta itu memang bohong." kata Rina lagi. "Rin, aku gak bohong," kata Juna. "Kamu ini tiba-tiba bilang gitu, statusnya itu apa?" ucap Rina.
"Kenapa?" Juna penasaran
"Kamu terlalu cepat, dan aku tak percaya. Kenapa tiba-tiba dan kamu katakan itu kepadaku. Aku gak percaya cinta. Bulshitt." Jawab Rina.
"Kamu mempermasalahkan itu, apa kamu menyalahkan perasaanku?" tanya Juna.
"Aku udah bilang gak percaya cinta, dan aku gak menyalahkanmu." ujar Rina.
"Aku mencintaimu, aku berusaha bangkit dan aku berharap kamu itu memberiku kesempatan. Aku percaya sama kamu dan aku yakin sama kamu." ungkap Juna. "Aku gak percaya cinta." sahut Rina lagi.
"Cinta itu ikatan, cinta itu kepercayaan. Aku percaya kamu. Aku sudah merasa lelah untuk mencari cinta, dan kelelahanku berharap berahir untukmu." kata Juna. "Aku gak percaya, itu gak mungkin" jawab Rina.
"Kamu sudah tahu aku, kita sudah lama bersama. Wajar aku menaruh harap dan aku ingin cinta yang berbeda." ucap Juna. "Jun, aku gak bisa." katanya.
"Aku patah hati, aku tahu sakitnya itu. Bagaimana rasanya dibohongi dihianati. Aku tahu itu. Tapi, bukan berarti aku tak percaya cinta. Hanya itu aku salah mencintai." Jelas Juna.
"Tapi, berbeda Jun. Itu tak sama." jawabnya.
"Apanya berbeda?, Cinta itu ikatan. Mengikat, mengikat kepercayaan." ungkap Juna. "Sudah, aku mau pulang." sahut Rina kembali bergegas untuk berdiri.
"Jika kamu terus seperti ini, kamu tidak akan pernah menemukan cinta. dan kamu hanya akan menemukan kebohongan dan perasaan salah tentang cinta." kata Juna. Rina tak bisa berkata apa, tiba-tiba air matanya menetes.
"Rin, kenapa menangis?" tanya Juna
"Maaf, aku duluan Jun." Rina bergegas pulang dengan raut wajah pilu.
Juna merasa bersalah telah membuat kesedihan dihati Rina. Ia selalu kepikiran tentang apa yang telah dialami untuk kedua kalinya bertemu Rina. Semenjak pertemuan itu tidak ada kerengangan lagi diantara mereka. Mereka seperti biasa, dan kembali dekat seperti sebelumnya.
---
Giliran Rina yang kini mengajak Juna untuk bertemu. Masih di bawah pohon cempaka di taman kampus dimana dua kali cerita bisu tentang cinta yang mereka berdua ungkapkan.
"Rin, apa yang kamu ingin bicarakan?" tanya Juna.
"Aku salah Jun." kata Rina
"Tentang apa?" tanya penasaran Juna. "Tentang cinta Jun, kamu memang benar dan aku salah melihat tentang cinta." kata Rina.
"Aku minta maaf telah membuatmu seperti ini, Rin." sahut Juna. "Kamu tak salah, dan tak perlu minta maaf." ucap Rina.
Rina merasa bersalah dan memandang cinta. Dia sendiri sedang mengalami ketidakpercayaan tentang cinta. Kisah-kisah kegagalan cintanya membuat rasa tidak percaya cinta. Mantan-mantannya telah menghianati dengan kepalsuan hingga tiga tahun memutuskan sendiri jeduh atas ketidakpercayaan cinta.
"Kalau kamu seperti ini dan tidak mau bangkit lagi, kamu tidak akan pernah mengerti tentang cinta sejati, Rin." kata Juna. "Kamu benar Jun, aku memang harus belajar lagi." ucap Rina.
"Patah hati membuat kita mengerti tentang cinta. Patah hati juga membuat cara padang kita berbeda tentang cinta. Bagaimana kita bangkit, dan bagaimana kita tidak terjatuh lagi." jelas Juna.
"Menurutmu?" tanya Rina
"Cinta menarik." kata Juna
"Kenapa?" Rina bertanya kembali
"Tanpa patah hati kita takkan pernah tahu cara mencintai kembali. Patah hati memberi kita semangat baru. Coba pikir kalau kamu ditetapkan lama pada orang yang salah. Itu takan pernah bahagia. Artinya Tuhan sayang sama nasib kamu." ungkap Juna.
"Hmm."
"Kamu jangan pernah meragukan cinta karna semua tak sama." kata Juna
"Makasi ya," kata Rina.
"Iya Rin, harus semangat kembali." senyum Juna.
"Jadi, boleh aku mengatakannya lagi?" tanya Juna.
"Nah, loh ternyata kamu ngerayu aku. Ini modus namanya." jawab Rina senyum.
"Namanya saja mencoba bangkit dari patah hati kan,hehehe..." kata Juna penuh harap. "Nanti malah menulis di FB lagi." sindir Rina. "Kata-kata yang aku tulis itu gak gitu-gitu amat kali. Paling yang ngerti itu cuma kamu aja." kata Juna.
"Hmmm.."
"Jadi gimana?" tanya Juna
"Aku hanya tak ingin tersakiti lagi." jawab Juna. "Emang kamu kira aku mengharapkan kamu untuk patah hati lagi?, tidak lah karna aku ingin ini yang terahir." harap Juna. "Jika kamu serius mampu membuatkku percaya." ucap Rina.
"Terus?" Juna penasaran
"Aku mau tak patah hati lagi" jawab Rina
"Aku juga ingin patah hati biarlah masa lalu, dan masa depan adalah bersamamu." sahut Juna merayu. "Kamu gombal juga ya, padahal keliatan polos begini." ujar Rina.
"Hahaha...sepertinya aku akan bahagia hari ini." ucap Juna
"Ih..GR," kata Rina tersipu.
"Jadi gimana?," Juna meyakinkan kembali
"Hmmm," Rina menganggut.
Juna memegang tangan Rina,
"Mulai hari ini kita belajar dari patah hati, dan tidak untuk patah hati lagi. Aku cinta kamu Sayang" kata Juna. "Jaga aku dan hatiku, jangan pernah patahkan. Simpan jadi terahir untuk selamanya." harap Rina.
Semenjak itu, Juna dan Rina menjalin cerita. Membangun kepercayaan dari ketidakpercayaan. Menghapus keraguan dari keragu-raguan. Cerita cinta berawal dari patah hati, dan untuk tidak patah hati lagi. Cerita cinta untuk selamanya.
-end-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H