Berangkat dari kekhawatiran tersebut, maka tercetuslah untuk menuliskan wahyu. Sehingga ketika para hafidz mati syahid, tulisan Al-Qur'an atau ayat-ayat Al-Qur'an dapat tetap terjaga dan tidak terkikis oleh masa.
METODE PENELITIAN
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian literature dengan cara mencari ke berbagai sumber internet yang dapat diakses sebagai kajian dari penulisan ini.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Penulisan Al-Qur'an pada Zaman Rasulullah
Untuk mengkaji awal penulisan wahyu dapat dicari sumber primer nya dari sumber-sumbr Hadis sahih dan kitab-kitab Sirah Nabawiyah. Dapat dipahami bahwa ketika turunnya wahyu, Nabi Muhammad hanya mengahafal karena budaya orang-orang Arab sangat kuat dalam kemampuan menghafalnya.Â
Namun demikian, tak luput juga sebagian para sahabat menulisnya baik di pelepah kurma, di tulang belulang hewan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, pada awalnya kita dapat melihat adanya naskah surah ke-20 (surah Thaha) milik saudara perempuan dan keluarganya Umar bin Khattab. Seketika itu Umar masuk Islam karena keindahan isi kandungan surah Thaha.Â
Jika pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, hal ini dilakukan tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit, dan mengalami berbagai siksaan. Naskah-naskah wahyu banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab, maka dibacakan ulang oleh Rasulullah secara sistematis dan skematis dalam kesaksian terbuka. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar proses- proses pembukuannya (Hoesen Haekal, Sirah Nabawiyah, 1976).
Sesudah perang melawan Musailima al-Kazzab dalam Perang Rid- da, kaum Muslimin banyak yang meninggal, dan di antara mereka adalah para penghafal Al-Qur'an. Umar merasa khawatir dan perlu meng ambil kebijakan untuk membukukan wahyu agar terjaga keaslian dan tidak menimbulkan keragu-raguan bagi generasi mendatang
Umar Ibn Khattab menemui Khalifah Abu Bakar dengan mengata- kan: "Saya khawatir sekali kematian syuhada para penghafal Qur'an, akan terjadi lagi di medan pertempuran lain, selain Yamama dan akan banyak lagi dari mereka yang akan hilang. Menurut hemat saya, cepat- cepatlah kita bertindak dengan memerintahkan pengumpulan Qur'an.Â
Abu Bakar menyetujui pendapat itu. Ia memerintahkan kepada Zaid bin Thabit, salah seorang sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukannya. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah SAW dan kau mengikuti Qur'an; maka sekarang kumpulkanlah." Pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, inilah kecerdasan Umar sebagai kecintaan pada dorongan keyakinan untuk menjaga akurasi wahyu dan risalah.