"Ya kenal, tetangga ibu semua gurunya."
Seakan kejatuhan durian runtuh. Hati Dicky berbunga-bunga. Waktu duhur tidak lama lagi, tapi terasa sangat lama bagi Dicky. Ia isi waktu dengan membaca berita di gadget-nya. Tak sabar rasa hatinya menunggu guru-guru muda itu keluar. Satu berita selesai dibaca, tapi jam tak bisa dipercepat. "Makan dulu lah," kata Alfin. Dicky tidak berselera untuk makan. Pikirannya sudah tersita penantian.
Akhirnya tiba juga waktu sholat duhur. Benar kata ibu penjaga warung, guru-guru muda keluar menuju warung. "Bu, yang paling kanan masih sendiri?" tanya Dicky.
"Masih. Rumahnya bersebelahan dengan rumah saya," jelas ibu penjaga warung. "Mau ke rumahnya?"
"Kalau bicara sama anaknya dulu, boleh?"
"Boleh. Sapa aja."
Alfin memperhatikan guru-guru muda itu. Ia tak bisa membohongi perasaannya: cantik-cantik memang. Dan yang ditunjuk Dicky adalah yang tercantik. Alfin diam saja, pura-pura tidak tertarik.
"Pake baju lengan panjang, pake kopyah kalau mau ke rumahnya," tambah ibu penjaga warung.
"Waduh... Salah busana nih," kata Dicky. "Beli aja yuk...!!"
Â
baca juga Kepala Sekolahku Cantik