Mohon tunggu...
Sunardi
Sunardi Mohon Tunggu... Guru - Saya suka menulis dan fotografi

Asal Bondowoso, Kota Tape. Sedang belajar hidup. Blog pribadi www.ladangcerita.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menjemput Jodoh di Kampung Bidadari

26 Februari 2016   15:07 Diperbarui: 27 Agustus 2020   08:18 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramai sekali. Alunan musik menggema. "Itu monumen Gerbong Maut, Dick," Alfin menunjukkan patung orang megang tombak dan gerbong kereta yang berada di selatannya alun-alun. "Dulu, banyak yang meninggal di gerbong itu. Kamu pernah baca kisahnya kan?" Disky mengangguk. Ia ambil foto dari sebelah timur dan utara monumen tersebut. Di tepi utara alun-alun terlihat pentas panggung berkilauan. Di sanalah pementasan drama dan pembacaan puisi digelar. Acara tersebut diikuti oleh seluruh SMA, MA, dan SMK se-Bondowoso.

"Makan bakso, yuk, Fin," ajak Dicky.

"Makanan favoritmu. Ayo, di sana yang enak."

Mereka menuju ke tepi bagian timur alun-alun. Di sana ada salah satu penjual bakso yang cukup terkenal. Cukup rame memang. Mereka langsung ambil tempat yang masih kosong, dekat tepi trotoar. Diam-diam Dicky mengamati wajah tiap wanita yang tertangkap matanya. Barangkali ia melihat wanita dari kampung bidadari. Ia sangat penasaran.

Pelayan warung menyuguhkan dua mangkok bakso pada mereka.

Ada dua wanita duduk di samping Dicky. Ia sempatkan melirik wajahnya. "Rammi maloloh e dinnak reh," katanya. Dicky tidak mengerti bahasa Madura tersebut. Cukup cantik memang meski cahaya lampu tidak begitu terang. Dicky berusaha berpindah duduknya, ingin memastikan kecantikan wajah wanita tersebut. Di punggung wanita tersebut tertulis Pembina SMA 1 Wringin. Mungkin ia salah satu guru di SMA tersebut. Semakin penasaran Dicky pada wajahnya. Ia pindah duduknya. Cukup lumayan, ia bisa melihat wajah wanita tersebut dari samping kanannya. Dicky menghela nafas panjang, "Tak salah jika Wringin disebut kampung bidadari," batinnya. Ia terus memandanginya. Tak lupa, ia foto wanita tersebut. Berani sekali dia.

"Ke sana, yuk, Dick. Terlalu rame di sini," ajak Alfin. Padahal Dicky sedang tidak ingin pindah. Tetapi, ia ikut saja.

***

Pagi ini Alfin nyembelih kelinci, mau disate katanya. Dicky tampak kurang semangat. Ia masih teringat wanita cantik yang tadi malam. Menyesal tidak minta pin BBM-nya, menyesal tidak memperkenalkan diri. Ia ingin main ke SMA 1 Wringin. Ia yakin wanita itu ada di sana. Coba ia lihat peta di smartphone-nya. Wringin tidak terlalu jauh dari rumah Alfin, hanya 25 kilo meter. Sepertinya dia tidak ingin pulang ke Surabaya, terpikat pada gadis desa di kampung bidadari.

"Fin, main-main ke Wringin, yuk...!!"

"Wringin...? Mau cari jodoh...!!" ia tertawa. "HahaHahaha... Dicky Dicky... Kamu serius?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun