Salah satu kontribusi terbesar KH Wahid Hasyim dalam pertempuran ini adalah mendukung Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh NU pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini dipelopori oleh KH Hasyim Asy'ari, dan KH Wahid Hasyim ikut berperan dalam menyebarluaskan seruan jihad tersebut ke seluruh Jawa dan wilayah sekitarnya. Resolusi Jihad menyatakan bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah kewajiban agama (jihad fi sabilillah) bagi setiap Muslim. Seruan ini menjadi pendorong utama bagi banyak santri, ulama, dan masyarakat Surabaya untuk bangkit melawan pasukan Sekutu yang ingin mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.
KH Wahid Hasyim dan NU secara aktif menggerakkan umat Islam untuk ikut serta dalam pertempuran melawan pasukan Sekutu di Surabaya. Pengaruhnya memperkuat semangat juang para pejuang kemerdekaan dan membuat mereka lebih berani dalam mempertahankan kota. Pertempuran yang sangat sengit pada 10 November 1945---yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan---didukung oleh semangat jihad yang dibangun oleh Resolusi Jihad NU.
Melalui perannya ini, KH Wahid Hasyim tidak hanya menjadi bagian dari sejarah perlawanan di Surabaya, tetapi juga membuktikan bahwa nilai-nilai agama dapat memberi semangat yang kuat bagi perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Jabatan Menteri Agama Pertama di Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, KH Wahid Hasyim dipercaya untuk menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia. Pada tahun 1949, ia diangkat menjadi Menteri Agama dalam kabinet pertama RIS (Republik Indonesia Serikat) dan kemudian pada kabinet NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) setelah RIS beralih menjadi NKRI pada tahun 1950. Penunjukan Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama merupakan bentuk kepercayaan pemerintah kepada seorang ulama yang memiliki pandangan luas dan mampu menjembatani peran agama dalam kehidupan berbangsa.
Sebagai Menteri Agama, KH Wahid Hasyim berperan aktif dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjamin kebebasan beragama bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang latar belakang agama. Beliau memiliki visi bahwa setiap agama harus dihormati dan diberi tempat dalam pemerintahan Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Salah satu kebijakan penting yang dirintisnya adalah memastikan agar hak-hak beragama terjamin bagi seluruh rakyat, sesuai dengan dasar negara Ketuhanan Yang Maha Esa.
KH Wahid Hasyim juga memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri. Pada saat itu, pendidikan agama belum menjadi bagian resmi dari kurikulum sekolah-sekolah umum, dan beliau melihat pentingnya pembinaan nilai-nilai keagamaan bagi generasi muda. Oleh karena itu, salah satu kontribusi besarnya adalah merintis pembentukan kurikulum pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri. Ia mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam pendidikan nasional dengan cara yang inklusif, sehingga setiap siswa, tanpa memandang agama, bisa memperoleh pendidikan agama yang sesuai dengan keyakinannya.
Selain itu, KH Wahid Hasyim berperan dalam mendirikan Departemen Agama yang berfungsi untuk mengelola dan mengkoordinasikan urusan keagamaan di Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Departemen Agama tidak hanya berfokus pada Islam, tetapi juga mencakup agama-agama lain yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan kebijaksanaannya dalam mengelola keberagaman agama di Indonesia dan mengimplementasikan prinsip kebebasan beragama.
KH Wahid Hasyim juga mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas pengelolaan haji di Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki jumlah jemaah haji yang sangat besar. Ia memperkenalkan sistem yang lebih terstruktur dan profesional dalam pengurusan haji, termasuk regulasi administrasi haji dan koordinasi pengiriman jemaah. Kebijakan ini menjadi cikal bakal dari sistem manajemen haji yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini.
Selain mengelola pendidikan dan urusan haji, KH Wahid Hasyim juga memperjuangkan kesejahteraan guru-guru agama dan memastikan mereka mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah. Ia memperkenalkan sistem penggajian untuk guru-guru agama di sekolah negeri, yang sebelumnya belum terstruktur dengan baik. Melalui kebijakan ini, guru-guru agama mendapatkan status yang setara dengan guru-guru lainnya, dan pendidikan agama menjadi lebih dihargai sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Kontribusi KH Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama membentuk dasar bagi hubungan antara agama dan negara di Indonesia. Kebijakannya yang inklusif dan moderat meletakkan fondasi bagi keharmonisan antaragama di Indonesia dan memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai landasan negara. Hingga kini, kontribusi beliau tetap dihargai dan menjadi inspirasi bagi pengembangan kebijakan keagamaan di Indonesia.