Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Regu Bom Tarik

23 Agustus 2023   13:21 Diperbarui: 23 Agustus 2023   14:39 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka mengakhiri rapat di bawah pohon nyamplung itu dengan saling berjabat tangan, menguatkan satu sama lain dengan pandangan mata penuh tekad. Di dalam diri mereka terbakar semangat pahlawan dan patriot. Meskipun hujan semakin deras dan angin semakin menusuk tulang, semangat perlawanan mereka tak pernah padam.

Malam itu, mereka merasa seperti bagian dari sesuatu yang lebih besar. Di bawah langit yang tertutup awan gelap, cahaya semangat mereka menyinari kegelapan. Keberanian mereka menembus kabut tebal dan hujan yang membasahi bumi. Meskipun terkadang keraguan melintas, mereka tidak pernah ragu bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar dan penting.

Agresi Militer II Belanda membuat Masyarakat bangkit bersama. Gunung Buthak dan Gunung Sepikul menyaksikan perjalanan mereka, dan dengan setiap langkah yang diambil, jejak perjuangan mereka tertanam kuat dalam tanah. Suatu hari nanti, cerita heroik ini akan terus dikenang dan diwariskan kepada generasi-generasi mendatang, sebagai inspirasi untuk tetap memperjuangkan kebebasan dan martabat bangsa.

Dengan penuh tekad, ketiganya memikul beban berat di pundak mereka. Trek bom yang bobotnya tak kurang dari 50 kilogram dengan medan batu kapur yang tak pernah mudah untuk dilalui, jalan setapak yang mereka lalui terjal dan berbatu. Ditambah lagi dengan licinnya jalanan akibat rintik hujan yang tak henti-hentinya. Setiap langkah yang diambil merupakan tantangan tersendiri, tetapi semangat perjuangan tetap membara dalam hati mereka.

Tumin, yang tubuhnya kecil tetapi kuat, memimpin barisan dengan hati yang penuh semangat. Wajahnya terlihat lelah, namun matanya berbinar seakan mengandung api yang tak pernah padam. Rabun, yang memiliki kemampuan navigasi dan keterampilan di medan sulit, berada di belakang Tumin, memberikan bantuan dan dorongan saat diperlukan. Sementara Abdul Manab, komandan regu, berjalan di tengah-tengah, mengawasi jalannya misi dengan teliti dan penuh perhatian.

Meskipun medan yang sulit dan rintik hujan yang tak kenal henti, semangat mereka tak pernah luntur. Mereka tahu bahwa beban yang mereka pikul dan perjalanan yang mereka tempuh hanyalah sebagian kecil dari perjuangan yang jauh lebih besar. Misi ini bukanlah semata-mata tentang membawa trek bom melewati medan sulit, tetapi tentang merebut kemerdekaan dari cengkeraman penjajah yang telah lama menguasai tanah air.

Setiap helaan nafas terengah, setiap langkah yang ditempuh, semuanya memiliki arti yang mendalam bagi mereka. Mereka melangkah dengan mengingat teman-teman seperjuangan yang telah gugur di medan perang, dengan mengenang para pahlawan yang telah membangkitkan semangat kebangsaan. Di setiap suara gemericik hujan dan hembusan angin, mereka merasakan dukungan dari jiwa-jiwa para pejuang yang tak pernah kenal lelah.

Perjalanan ini adalah ujian nyata bagi kebulatan tekad mereka. Namun, tak satu pun dari mereka pernah berpikir untuk menyerah. Mereka saling memberikan dorongan dan semangat, mengingatkan satu sama lain tentang tujuan akhir dari perjalanan ini: meletakkan trek bom di posisi yang strategis untuk menghambat langkah pasukan Belanda dan menyumbangkan bagian mereka dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Ketika akhirnya mereka tiba di lokasi yang dituju, dengan napas terengah dan tubuh yang lelah, rasa kemenangan dan keberhasilan mengisi hati mereka. Di tengah gemuruh hujan dan kegelapan malam, mereka berdiri di bawah rintik hujan dengan penuh pengharapan. Beban yang mereka pikul bukan hanya berat fisik, tetapi juga beban harapan dan mimpi bangsa yang lebih besar.

"Ingat, sebelum jam tujuh malam, trek bom harus sudah terpasang," tegas Abdul Manab, komandan regu tersebut, dengan suara yang penuh otoritas. Matanya yang tajam memandang kedua anggota regunya, Tumin dan Rabun, menegaskan betapa pentingnya tugas ini.

Perintah itu bukan sembarang perintah. Itu adalah perintah yang datang dari Komandan SWK 102, Mayor Sardjono, seorang pemimpin yang dihormati dan sangat gigih dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Pesan itu disampaikan melalui Sersan Palil, salah satu koordinator pejuang di Wilayah Sanden, Pandak dan Srandakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun