KUMPULAN PUISI
Oleh   : SuhartatikÂ
1
MENELAN MALAM
Pernah kutelan malam yang pandai menipu
Bodohnya, aku malah memeluk gelapnya berpikir dia bahagia masa lalu
Lihatlah, beberapa jejak disana sepertinya sangat tidak setuju
Perlahan mereka pudar diikuti tangis yang terdengar sangat pilu
Pernah kujahit luka di tepi harapan
Hampir selesai, sebelum tiba-tiba aku kehabisan benang
Dengan terpaksa kusambungnya dengan seutas nadi.. memperparah luka
Sambal menahan sakit, kusempatkan menyumbal tetes itu tumpah dari mata
Saat semua orang sibuk berebut melihat senja
Kuputuskan tetap sabar memeluk hujan
Menikmati basah dan kuyup mendatangiku bergantian
Membawa dingin, menyihir hangat tak lagi menjadi teman
Lebih menyenangkan, kupijaki paku sepanjang jalan
Kucari ujung namun tak pernah dapat kutemukan
Menyemangati diri berharap itu tak akan sampai sabulan
Nasib, mari kuteruskan saja karena ini jalan tak berkesudahan
Tadi malam, kudapati kepalaku sedang terikat
Kucoba lepas namun tak berhasil karena terlalu kuat
Semakin parah, rasanya bertembah mengekang berkali-kali lipat
Ingin jujur tidak tahan kemudian sepuasnya mengumpat
Banyak ingin yang kubungkus bersamaan dengan asa
Sebenarnya aku juga tidak paham dengan apa yang hendak kukata
Rasanya semu, hampa, dan kerontang kehausan makna
Terlihat miris pun menuntut pasrah dan mengundang iba
Bagaimana kusampaikan jika kuderita bisu?
Bagaimana kusampaikan jika deritanya tuli pilu?
Bagaimana kuceritakan bayangan tak aka nada di antara gelap?
Bagaimana kuceritakan sejak tadi malam ada bayangan tersangkut di atas atap?
2
KAMI SAKIT
Hey penjilat harta..
Bapak memang senang..
Tapi aku,.. mereka,.. kami tumbang..
Bagaimana bisa..
Bagaimana bisa langit cerah anda nikmati sendiri??
Sedangkan hujan, anda hempaskan pada kami..
Bagaimana bisa..
Bagaimana bisa negara bapak sebut demokratis??
Sedangkan bapak tak mau mendengarkan kami menangis..
Wahai.. penjilat harta..
Beraninya bapak berdiri dengan gagah..
Melupakan kami yang terduduk menengadah..
Beraninya bapak tertawa keras dan lepas..
Membiarkan kami hidup terhempas..
Bangsat!!
kamu ini bedebah!!
Apa??
Tidak peduli??
Terhormat sekali bapak berdasi ini!!
Tanpa malu, hak kami juga bapak jilati..
Dimana??
Dimana bapak lupa menaruh harga diri??
Cukup!!
Ini sudah keterlaluan!!
Kami lapar.....!!!!
Kami sakit....!!!!
Kami tercekik....!!!!
Tolong...
Perut -- perut kecil kami perlu diisi..
Nyawa kami bukan untuk dihabisi..
3
HARI PERTAMA DI BULAN MARET
Â
Hari pertama di bulan Maret
Kertas yang sedari tadi kutulisipun sepertinya mengerti
Rasaku tak berkesudahan
Terlalu besar..
Terlalu indah..
Terlalu sempurna..
Hari pertama di bulan Maret
Aku bersyukur untuk hari ini saat 21 tahun yg lalu
Angin malam terasa hangat sejak hari itu
Sinar rembulan pun seperti tak pernah hilang
Hari pertama di bulan Maret
Mari bersyukur untuk berjumpa hari ini sekali lagi
Selamat mengulang tahun dan bertambah usia,
Untuk pagi, siang, sore dan malamku..
4
TENTANG RINDU
Ini tentang rindu
Seperti bernyanyi tanpa ritme lagu
Kemudian membeku
Dan tidak cukup di situ
Waktu melapukku
Menjadi semakin rindu
Ini tentang kasih
Angin yg tak bicarapun dilarang menyakiti
Bakhan pesulap atau penyihir
Yang satu ini rumit, juga sangat penting
Ini tentang cinta..
Jika tak percaya,
Tanyakan saja pada kertas
Seberapa penting pena dan goresannya
Tak mau kalah.. pelukku mengerat..
Mencumbui senja..
5
KUPIKIR..
Kupikir abu.. Ternyata hitam..
Dan masih terdengar tawa di ujung sana..
Percuma..
Tangis lebih menarik dibanding tawa..
Kupikir masih.. Ternyata sudah..
Wajahku kelam ditampar luka..
Hilang percaya berganti resah..
Baik kuterima, ikhlas menelan hampa..
Kupikir sembuh..Ternyata parah..
Pun terasa semakin masam..
Sedikit gula semoga cukup membuat cita..
Tertulis kembali, menghiraukan suram..
Kupikir lurus.. Ternyata liku..
Lengkap sudah tawaku kaku..
Tidak hanya mengerikan, ini juga lirih nan sendu..
Mari ku duduk saja melepas pilu..
Kupikir nyata.. Ternyata semu..
Kau tau??
Perlahan hati mulai dilapuk waktu..
Tenang saja, tetap kucari walau sebesar debu..
Masih ku berlari mencari temu..
Kupikir tepat.. Ternyata lambat..
Tak mengapa, titik itu mulai terlihat..
Sekalipun ini juga sangat menyayat..
Beruntung ada doa yang selalu kujadikan obat..
Kupikir hilang.. Ternyata datang..
Terimakasih untuk rindu yang panjang..
Mari selesaikan ini dengan saling pandang..
Jangan tunda, sebab waktu tak selalu lengang..
Kupikir hujan.. Ternyata cerah..
Tak mau telat, kucumbu langit langsung di tempat..
Khawatir ini tak akan lama..
Sebab rasa selalu diikuti rahasia..
6
DINGIN YANG HANGAT
Setiap dingin adalah hangat
Pelukmu kini semakin erat
Sanggup kalahan batu yang sangat berat
Hangat matahari pun tak cukup hebat..
Sungguh, bagaimana bisa begini yang kau perbuat?
Melihat apa yang tak orang lain lihat
Darimu tempat teduh dan nyaman selalu kudapat
Ini benar juga mutlak, tidak perlu diperdebat
Bukan silau yang menyakiti mata
Begitu cukup dan tidak berlebihan
Pun tak pernah dirasa kurang
Ini fakta menarik sekaligus menyenangkan..
Langit biru pagi hari kalah cerah
Hujan lebat bulan Desember tidak sederas yang dikira
Lembut sutra pun tak sebegitu sempurna
Namun pedulimu bahkan melebihi itu semua..
Bagaimana ku mengutarakan
Kataku ricuh tak bisa menjelaskan
Ucapku bisu tak tak dapat menyampaikan
Tulisku pudar tak cukup mengisahkan..
Kuputuskan yang baik adalah diam
Sambari melihatmu menari di ujung malam
Bergerak kesana kemari menarik perhatian
Cukup menghibur.. mengurangi gelisah tadi siang sedikit tenang..
Seperti udara yang selalu kuhirup dengan penasaran
Seperti debu yang tanpa bosan beterbangan
Seperti kedip mata yang tak pernah berhenti sekalipun sebentar
Seperti bintang yang tergantung dilangit bertebaran..
Seperti itu.. genggamku mengerat rindu..
Seperti tiu.. doaku tersampaikan untukmu..
Seperti itu.. piluku terganti candu..
Seperti itu.. setiap waktu tanpa putus harap selalu kutunggu..
7
TIDAK BIASA
Â
Tidak seperti biasanya..
Kutemukan siang ini begitu panas
Jangan salah.. Orang-orang nakal itu tak menghiraukan terik
Mereka malah berhamburan dan berseru riang menantang sengat matahari
Disana.. jelas beribu-ribu tetesan peluh terlihat
Hampir saja mereka mandi tanpa perlu sabun dan air
Baju mereka basah tentu saja
Sesekali berkipas mengurangi penat
Tak ada keluh kecuali semangat..
Sesekali mereka berteriak menawarkan..
Ramai memang, tapi bukan untuk mereka
Meski sering tidak dihiraukan, mereka tetap berkeyakinan
Mantap kembali mengandalkan suara lantang untuk menarik perhatian..
Sudah tengah hari dan belum banyak yang berdatangan
Dilihatnya lagi sayur dan lauk dihadapan
Sayangnya.. hanya sedikit yang sudah berpindah tangan
Tidak masalah.. mereka tetap teguh berjuang demi suapan
Kalau tak begitu, bagaimana perut mereka esok hari diberi asupan..
Layak diberi gelar terhormat untuk mereka
Memberi mereka tempat sejajar dengan para pejabat
Bahkan mungkin lebih dari itu
Ini bukan tentang tampilan, ini soal gigih dan kejujuran..
Seperti tidak pantas kalua disebut pekerja bawa
Lihat saja, betapa tinggi cita dan semangat mereka
Sungguh bukan semangat biasa bukan?
Ini perjuangan mencari dan berburu rupiah..
8
KEMBALI TERINGAT
Saat diam, hal itu kembali teringat
Tiba-tiba.. bukan disengaja..
Tanpa aba-aba.. bukan sebab dipinta..
Memang cepat dan seperti sekilas, namun sepertinya cukup membekas..
Oh iya.. aku lupa..
Jarak tidak sengaja melukai senja..
Mari berteduh sebentar memahami rasa
Memeluk kosong, kenyang dengan nestapa
Harusnya aku tidak berpura-pura..
Sebaiknya aku tidak menimbun kata..
Dan selanjutnya, aku harus bagaimana?
Menunggu esok, lusa, atau tidak selamanya..
Pilihku bimbang terkurung hujan
Pikirku sibuk diramai angan
Wajahku rapuh dihantam kenyataan
Suaraku hilang ditelan sunyi malam
Saat diam..
Langit rumah seperti mengajak berbicara..
Pun dinding berusaha berbisik..
Tak mau kalah, detik jam juga ransanya hendak memarahi
Mereka berdebat.. bertengkar saling menunjukkan rasa peduli
Iba melihatku tak berdamai dengan diri sendiri
Sementara aku hanya menatap sedih tak mengerti..
Hampir sama dengan debu yang teronggok mati..
Beriku pagi untuk lupa malam
Beriku terang untuk lupa kelam
Beriku segelas teh untuk lupa kopi di pelayaran
Beriku pena untuk mulai menulis sedikit harapan
Ini sangat rumit.. Sama sekali tidak mudah..
Bayangkan saja semut memikul gajah
Bayangkan saja kerbau menghitung jumlah ikan
Bayangkan saja aku dengan rasa masam bertahan sendirian..
9
ANGIN BERKABAR DUKA
Kutemui angin berkabar duka
Pelan mengusik rambut tak jelas maksudnya
Tapi ini begitu dingin..
Tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya..
Sebentar.. Bukankah ini angin yang sama saat kupetik bahagia dekat cinta di sebelah sana?
Tidak salah lagi..
Hembusan nya penuh dengan pesan yang tak sempat disampaikan..
Tapi apa?? Apa yang hendak dikatakan??
Semakin dekat..
Tiba di bagian nadi paling tepat..
Rasanya hangat.. Sangat hangat..
Ini tidak boleh berlalu terlalu cepat..
Esok hari.. Angin itu ternyata kembali..
Membawa kabar yang tidak sama lagi..
Lebih menarik.. Dia mengajakku menari..
Perlu iringan lagu?
Tentu saja tidak..
Kami ciptakan musik indah itu sendiri..
Kami larut dengan ilusi sepi..
Tolong.. Sebentar saja..
Buat ini seperti nyata..
Buat ini seperti aku sedang benar benar bahagia..
Sedikit lagi.. Jangan terburu buru pergi..
Aku terlambat.. Belum sempat kusampaikan inginku dia tinggal..
Bukan seperti ini..
Bukan hanya memeluk angin yang sebenarnya tidak mengerti..
Aku jatuh tepat saat angin itu pergi..
Ternyata aku belum menerima sepenuh hati..
Aku belum ikhlas menyadari..
Aku belum bangun dari mimpi..
Selamat tinggal angin bulan Juli..
Tetap tinggal disana tunggu ku menyusul menjadi angin bulan Juni..
10
DIA YANG DI SANA
Dia sangat suka sekli tertawa
Atau lebih tepatnya terbahak-bahak..
Berlebihan, seperti sedang melihat komedi paling luc sedunia
Tapi uniknya, tawanya mengundang gelak tawa yang lain.
Aneh..
Badannya tegap tinggi juga gemulai..
Jarang sekali yang seperti ini ditemukan
Lebih menarik lagi, kulitnya gelap tapi mengkilat
Poni bak ombak cocok dengan senyumnya yang tidak pernah bosan untuk dilihat..
Aku memang tidak tahu, apa makanan yang dia sukai
Pun bagaimana kebiasaannya menghabiskan pagi
Atau mungkin dengan sepenuh hati berhibernasi?
Sungguh lucu sekali memikirkannya seperti ini..
Sekali, dua kali, tiga kali, kali ini berkali-kali..
Wah aku baru sadar sikap nya bak artis
Tebar pesona kesana-kemari..
Meskipun sebenarnya wajahnya hanya begini
Tolong jangan diumumkan, aku suka perhatikannya diam-diam
Candu sekali menikmati matanya yang tajam
Meski sepertinya dia merasa sedang kuperhatikan
Tak mengapa, akan tetap aku ulangi setiap hari
Mustahil rasanya dia juga begitu
Maksudku, dia juga detail memperhatikanku
Atau mungkin dia juga punya rasa itu?
Sepertinya iya, matanya berkata demikian..
Atau jangan-jangan ini hanya halu tinggiku..
Apa ini hanya presangka ku saja yang berlebihan..
Dia mungkin saja juga seperti it uke semua orang bukan?
Ini memalukan rasanya jika dia sebenarnya hanya "biasa saja"
Mungkin saja iya, mungkin saja tidak
Yasudah kuabaikan saja rasa ingin tahuku
Kuteruskan pandanginya sedang menari
Astaga.. lihatlah. Dia lincah sekali..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H