Mohon tunggu...
Suhartatik
Suhartatik Mohon Tunggu... Mahasiswa - English Literature

I am busy to tell myself 'I am OK'.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kumpulan Puisi: Menelan Malam, Memeluk Hujan Tak Berkesudahan

25 Desember 2021   18:45 Diperbarui: 25 Desember 2021   18:50 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

KUMPULAN PUISI

Oleh    : Suhartatik 

1

MENELAN MALAM

Pernah kutelan malam yang pandai menipu

Bodohnya, aku malah memeluk gelapnya berpikir dia bahagia masa lalu

Lihatlah, beberapa jejak disana sepertinya sangat tidak setuju

Perlahan mereka pudar diikuti tangis yang terdengar sangat pilu

Pernah kujahit luka di tepi harapan

Hampir selesai, sebelum tiba-tiba aku kehabisan benang

Dengan terpaksa kusambungnya dengan seutas nadi.. memperparah luka

Sambal menahan sakit, kusempatkan menyumbal tetes itu tumpah dari mata

Saat semua orang sibuk berebut melihat senja

Kuputuskan tetap sabar memeluk hujan

Menikmati basah dan kuyup mendatangiku bergantian

Membawa dingin, menyihir hangat tak lagi menjadi teman

Lebih menyenangkan, kupijaki paku sepanjang jalan

Kucari ujung namun tak pernah dapat kutemukan

Menyemangati diri berharap itu tak akan sampai sabulan

Nasib, mari kuteruskan saja karena ini jalan tak berkesudahan

Tadi malam, kudapati kepalaku sedang terikat

Kucoba lepas namun tak berhasil karena terlalu kuat

Semakin parah, rasanya bertembah mengekang berkali-kali lipat

Ingin jujur tidak tahan kemudian sepuasnya mengumpat

Banyak ingin yang kubungkus bersamaan dengan asa

Sebenarnya aku juga tidak paham dengan apa yang hendak kukata

Rasanya semu, hampa, dan kerontang kehausan makna

Terlihat miris pun menuntut pasrah dan mengundang iba

Bagaimana kusampaikan jika kuderita bisu?

Bagaimana kusampaikan jika deritanya tuli pilu?

Bagaimana kuceritakan bayangan tak aka nada di antara gelap?

Bagaimana kuceritakan sejak tadi malam ada bayangan tersangkut di atas atap?

2

KAMI SAKIT

Hey penjilat harta..

Bapak memang senang..

Tapi aku,.. mereka,.. kami tumbang..

Bagaimana bisa..

Bagaimana bisa langit cerah anda nikmati sendiri??

Sedangkan hujan, anda hempaskan pada kami..

Bagaimana bisa..

Bagaimana bisa negara bapak sebut demokratis??

Sedangkan bapak tak mau mendengarkan kami menangis..

Wahai.. penjilat harta..

Beraninya bapak berdiri dengan gagah..

Melupakan kami yang terduduk menengadah..

Beraninya bapak tertawa keras dan lepas..

Membiarkan kami hidup terhempas..

Bangsat!!

kamu ini bedebah!!

Apa??

Tidak peduli??

Terhormat sekali bapak berdasi ini!!

Tanpa malu, hak kami juga bapak jilati..

Dimana??

Dimana bapak lupa menaruh harga diri??

Cukup!!

Ini sudah keterlaluan!!

Kami lapar.....!!!!

Kami sakit....!!!!

Kami tercekik....!!!!

Tolong...

Perut -- perut kecil kami perlu diisi..

Nyawa kami bukan untuk dihabisi..

3

HARI PERTAMA DI BULAN MARET

 

Hari pertama di bulan Maret

Kertas yang sedari tadi kutulisipun sepertinya mengerti

Rasaku tak berkesudahan

Terlalu besar..

Terlalu indah..

Terlalu sempurna..

Hari pertama di bulan Maret

Aku bersyukur untuk hari ini saat 21 tahun yg lalu

Angin malam terasa hangat sejak hari itu

Sinar rembulan pun seperti tak pernah hilang

Hari pertama di bulan Maret

Mari bersyukur untuk berjumpa hari ini sekali lagi

Selamat mengulang tahun dan bertambah usia,

Untuk pagi, siang, sore dan malamku..

4

TENTANG RINDU

Ini tentang rindu

Seperti bernyanyi tanpa ritme lagu

Kemudian membeku

Dan tidak cukup di situ

Waktu melapukku

Menjadi semakin rindu

Ini tentang kasih

Angin yg tak bicarapun dilarang menyakiti

Bakhan pesulap atau penyihir

Yang satu ini rumit, juga sangat penting

Ini tentang cinta..

Jika tak percaya,

Tanyakan saja pada kertas

Seberapa penting pena dan goresannya

Tak mau kalah.. pelukku mengerat..

Mencumbui senja..

5

KUPIKIR..

Kupikir abu.. Ternyata hitam..

Dan masih terdengar tawa di ujung sana..

Percuma..

Tangis lebih menarik dibanding tawa..

Kupikir masih.. Ternyata sudah..

Wajahku kelam ditampar luka..

Hilang percaya berganti resah..

Baik kuterima, ikhlas menelan hampa..

Kupikir sembuh..Ternyata parah..

Pun terasa semakin masam..

Sedikit gula semoga cukup membuat cita..

Tertulis kembali, menghiraukan suram..

Kupikir lurus.. Ternyata liku..

Lengkap sudah tawaku kaku..

Tidak hanya mengerikan, ini juga lirih nan sendu..

Mari ku duduk saja melepas pilu..

Kupikir nyata.. Ternyata semu..

Kau tau??

Perlahan hati mulai dilapuk waktu..

Tenang saja, tetap kucari walau sebesar debu..

Masih ku berlari mencari temu..

Kupikir tepat.. Ternyata lambat..

Tak mengapa, titik itu mulai terlihat..

Sekalipun ini juga sangat menyayat..

Beruntung ada doa yang selalu kujadikan obat..

Kupikir hilang.. Ternyata datang..

Terimakasih untuk rindu yang panjang..

Mari selesaikan ini dengan saling pandang..

Jangan tunda, sebab waktu tak selalu lengang..

Kupikir hujan.. Ternyata cerah..

Tak mau telat, kucumbu langit langsung di tempat..

Khawatir ini tak akan lama..

Sebab rasa selalu diikuti rahasia..

6

DINGIN YANG HANGAT

Setiap dingin adalah hangat

Pelukmu kini semakin erat

Sanggup kalahan batu yang sangat berat

Hangat matahari pun tak cukup hebat..

Sungguh, bagaimana bisa begini yang kau perbuat?

Melihat apa yang tak orang lain lihat

Darimu tempat teduh dan nyaman selalu kudapat

Ini benar juga mutlak, tidak perlu diperdebat

Bukan silau yang menyakiti mata

Begitu cukup dan tidak berlebihan

Pun tak pernah dirasa kurang

Ini fakta menarik sekaligus menyenangkan..

Langit biru pagi hari kalah cerah

Hujan lebat bulan Desember tidak sederas yang dikira

Lembut sutra pun tak sebegitu sempurna

Namun pedulimu bahkan melebihi itu semua..

Bagaimana ku mengutarakan

Kataku ricuh tak bisa menjelaskan

Ucapku bisu tak tak dapat menyampaikan

Tulisku pudar tak cukup mengisahkan..

Kuputuskan yang baik adalah diam

Sambari melihatmu menari di ujung malam

Bergerak kesana kemari menarik perhatian

Cukup menghibur.. mengurangi gelisah tadi siang sedikit tenang..

Seperti udara yang selalu kuhirup dengan penasaran

Seperti debu yang tanpa bosan beterbangan

Seperti kedip mata yang tak pernah berhenti sekalipun sebentar

Seperti bintang yang tergantung dilangit bertebaran..

Seperti itu.. genggamku mengerat rindu..

Seperti tiu.. doaku tersampaikan untukmu..

Seperti itu.. piluku terganti candu..

Seperti itu.. setiap waktu tanpa putus harap selalu kutunggu..

7

TIDAK BIASA

 

Tidak seperti biasanya..

Kutemukan siang ini begitu panas

Jangan salah.. Orang-orang nakal itu tak menghiraukan terik

Mereka malah berhamburan dan berseru riang menantang sengat matahari

Disana.. jelas beribu-ribu tetesan peluh terlihat

Hampir saja mereka mandi tanpa perlu sabun dan air

Baju mereka basah tentu saja

Sesekali berkipas mengurangi penat

Tak ada keluh kecuali semangat..

Sesekali mereka berteriak menawarkan..

Ramai memang, tapi bukan untuk mereka

Meski sering tidak dihiraukan, mereka tetap berkeyakinan

Mantap kembali mengandalkan suara lantang untuk menarik perhatian..

Sudah tengah hari dan belum banyak yang berdatangan

Dilihatnya lagi sayur dan lauk dihadapan

Sayangnya.. hanya sedikit yang sudah berpindah tangan

Tidak masalah.. mereka tetap teguh berjuang demi suapan

Kalau tak begitu, bagaimana perut mereka esok hari diberi asupan..

Layak diberi gelar terhormat untuk mereka

Memberi mereka tempat sejajar dengan para pejabat

Bahkan mungkin lebih dari itu

Ini bukan tentang tampilan, ini soal gigih dan kejujuran..

Seperti tidak pantas kalua disebut pekerja bawa

Lihat saja, betapa tinggi cita dan semangat mereka

Sungguh bukan semangat biasa bukan?

Ini perjuangan mencari dan berburu rupiah..

8

KEMBALI TERINGAT

Saat diam, hal itu kembali teringat

Tiba-tiba.. bukan disengaja..

Tanpa aba-aba.. bukan sebab dipinta..

Memang cepat dan seperti sekilas, namun sepertinya cukup membekas..

Oh iya.. aku lupa..

Jarak tidak sengaja melukai senja..

Mari berteduh sebentar memahami rasa

Memeluk kosong, kenyang dengan nestapa

Harusnya aku tidak berpura-pura..

Sebaiknya aku tidak menimbun kata..

Dan selanjutnya, aku harus bagaimana?

Menunggu esok, lusa, atau tidak selamanya..

Pilihku bimbang terkurung hujan

Pikirku sibuk diramai angan

Wajahku rapuh dihantam kenyataan

Suaraku hilang ditelan sunyi malam

Saat diam..

Langit rumah seperti mengajak berbicara..

Pun dinding berusaha berbisik..

Tak mau kalah, detik jam juga ransanya hendak memarahi

Mereka berdebat.. bertengkar saling menunjukkan rasa peduli

Iba melihatku tak berdamai dengan diri sendiri

Sementara aku hanya menatap sedih tak mengerti..

Hampir sama dengan debu yang teronggok mati..

Beriku pagi untuk lupa malam

Beriku terang untuk lupa kelam

Beriku segelas teh untuk lupa kopi di pelayaran

Beriku pena untuk mulai menulis sedikit harapan

Ini sangat rumit.. Sama sekali tidak mudah..

Bayangkan saja semut memikul gajah

Bayangkan saja kerbau menghitung jumlah ikan

Bayangkan saja aku dengan rasa masam bertahan sendirian..

9

ANGIN BERKABAR DUKA

Kutemui angin berkabar duka

Pelan mengusik rambut tak jelas maksudnya

Tapi ini begitu dingin..

Tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya..

Sebentar.. Bukankah ini angin yang sama saat kupetik bahagia dekat cinta di sebelah sana?

Tidak salah lagi..

Hembusan nya penuh dengan pesan yang tak sempat disampaikan..

Tapi apa?? Apa yang hendak dikatakan??

Semakin dekat..

Tiba di bagian nadi paling tepat..

Rasanya hangat.. Sangat hangat..

Ini tidak boleh berlalu terlalu cepat..

Esok hari.. Angin itu ternyata kembali..

Membawa kabar yang tidak sama lagi..

Lebih menarik.. Dia mengajakku menari..

Perlu iringan lagu?

Tentu saja tidak..

Kami ciptakan musik indah itu sendiri..

Kami larut dengan ilusi sepi..

Tolong.. Sebentar saja..

Buat ini seperti nyata..

Buat ini seperti aku sedang benar benar bahagia..

Sedikit lagi.. Jangan terburu buru pergi..

Aku terlambat.. Belum sempat kusampaikan inginku dia tinggal..

Bukan seperti ini..

Bukan hanya memeluk angin yang sebenarnya tidak mengerti..

Aku jatuh tepat saat angin itu pergi..

Ternyata aku belum menerima sepenuh hati..

Aku belum ikhlas menyadari..

Aku belum bangun dari mimpi..

Selamat tinggal angin bulan Juli..

Tetap tinggal disana tunggu ku menyusul menjadi angin bulan Juni..

10

DIA YANG DI SANA

Dia sangat suka sekli tertawa

Atau lebih tepatnya terbahak-bahak..

Berlebihan, seperti sedang melihat komedi paling luc sedunia

Tapi uniknya, tawanya mengundang gelak tawa yang lain.

Aneh..

Badannya tegap tinggi juga gemulai..

Jarang sekali yang seperti ini ditemukan

Lebih menarik lagi, kulitnya gelap tapi mengkilat

Poni bak ombak cocok dengan senyumnya yang tidak pernah bosan untuk dilihat..

Aku memang tidak tahu, apa makanan yang dia sukai

Pun bagaimana kebiasaannya menghabiskan pagi

Atau mungkin dengan sepenuh hati berhibernasi?

Sungguh lucu sekali memikirkannya seperti ini..

Sekali, dua kali, tiga kali, kali ini berkali-kali..

Wah aku baru sadar sikap nya bak artis

Tebar pesona kesana-kemari..

Meskipun sebenarnya wajahnya hanya begini

Tolong jangan diumumkan, aku suka perhatikannya diam-diam

Candu sekali menikmati matanya yang tajam

Meski sepertinya dia merasa sedang kuperhatikan

Tak mengapa, akan tetap aku ulangi setiap hari

Mustahil rasanya dia juga begitu

Maksudku, dia juga detail memperhatikanku

Atau mungkin dia juga punya rasa itu?

Sepertinya iya, matanya berkata demikian..

Atau jangan-jangan ini hanya halu tinggiku..

Apa ini hanya presangka ku saja yang berlebihan..

Dia mungkin saja juga seperti it uke semua orang bukan?

Ini memalukan rasanya jika dia sebenarnya hanya "biasa saja"

Mungkin saja iya, mungkin saja tidak

Yasudah kuabaikan saja rasa ingin tahuku

Kuteruskan pandanginya sedang menari

Astaga.. lihatlah. Dia lincah sekali..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun