Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelurusan Sejarah Organisasi Advokat Secara Konstitusional

24 Maret 2016   18:36 Diperbarui: 4 September 2018   13:21 3773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

          Bahkan dalam rangka menjalankan roda organisasi tahun 2002 setelah KKAI terbentuk, ke-7 organisasi profesi advokat wajib menyetorkan dana untuk modal awal operasional KKAI dengan menyerahkan uang sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Atas perkembangan dana yang disetorkan sebagai modal awal oleh ke-7 organisasi tersebut sampai sekarang belum pernah dilaporkan pertanggungjawabannya kepada anggota (original member) KKAI oleh pengurus KKAI pasca Almarhum Sudjono. Setelah Pak Sudjono meninggal dunia, Koordinator KKAI pasca almarhum Sudjono digantikan oleh Otto Hasibuan.

          Setelah Otto Hasibuan menggantikan Sudjono selaku Koordinator KKAI, terjadilah peristiwa yang sangat mengejutkan keberadaan KKAI diganti nama dengan PERADI, tanpa adanya penjelasan secara juridis, apa yang menjadi dasar hukum penggantian nama tersebut. Tidak ada penjelasan secara organisatoris yang bersifat  Juridis mengapa peran KKAI sebagai wadah bersama dari ke-7 organisasi advokat yang sudah diakui oleh pemerintah ( CQ.Mahkamah Agung RI ) kemudian berubah menjadi PERADI. Tidak ada penjelasan yang memadahi, apakah ada bukti serah terimanya (levering) dari KKAI ke PERADI, dalam bentuk apa model pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pengurusnya, semuanya tidak dapat diketauhi secara pasti.

          Dalam kepemimpinan Otto Hasibuan selama di KKAI, dengan adanya peristiwa penggantian nama KKAI menjadi PERADI, merupakan skandal hukum dalam skala nasional, yang sangat besar pengaruhnya / peranannya dalam gagalnya mewujutkan perintah UU Advokat terbentuknya wadah organisasi profesi advokat nasional. Apa sesungguhnya yang mendorong yang menjadi motivasi penggantian KKAI menjadi PERADI tersebut. Disisi lain, Otto Hasibuan selaku Ketua Umum IKADIN yang secara ex-officio bertindak selaku koordinator KKAI sudah mengerti dan mengetauhi bahwa yang dimaksud Organisasi Profesi Advokat secara nasional setelah lahirnya UU Advokat adalah KKAI.

          Apakah secara Hukum Atministrasi Negara peristiwa hukum perubahan nama sekaligus peranan KKAI digantikan oleh PERADI sudah secara sah dilaporkan kepada pemerintah (CQ.Mahkamah Agung RI) sampai saat ini tidak ada fakta hukum yang memadahi yang dapat dipertanggung jawabkan secara pasti. Tentu, Otto Hasibuan baik dalam kapasitas selaku pribadi maupun selaku pimpinan organisasi profesi advokat mengetauhi bahwa, secara juridis formil Mahkamah Agung RI pada tanggal 25 Juni 2003 telah mengeluarkan kebijakan politik (legal policy) sebagai bentuk nyata dari adanya kemauan politik dari pemerintah (political will)  dengan dikeluarkannya surat edaran nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal pelaksanaan Undang-Undang Nomor : I8 tahun 2003 tentang Advokat.

          Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI tersebut ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tinggi Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan,Tata Usaha Negara se- Indonesia tanggal 25 Juni 2003, isi surat Mahkamah Agung tersebut, secara tegas tektual menyatakan : “Mahkamah Agung menyerahkan kewenangannya ( levering ) meliputi penerbitan Kartu Advokat oleh organisasi Advokat, perpindahan atau mutasi Advokat, wajib diberitahukan kepada Badan yang disebut organisasi profesi Advokat ( dalam hal ini KKAI ),Untuk mengawasi dan mengangkat para Advokat sesuai Undang-Undang Advokat. Bahkan pengakuan Mahkamah Agung RI terhadap KKAI sudah terjadi sebelum lahirnya UU advokat. Fakta hukum atas pengakuan Mahkamah Agung RI dibawah kepemimpinan Prof Dr Bagir manan, SH.,MH terjadi pada bulan maret 2002 dengan mengeluarkan surat edaran mengenai kerjasama antara Mahkamah Agung RI dengan KKAI dalam rangka pelaksanaan ujian advokat nasional. Pada saat itu Mahkamah Agung RI mengeluarkan surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor : KMA/44/III/2002 tentang Pembentukan Panitia Bersama Ujian Pengacara Praktek tahun 2002.

           Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung RI tersebut, disitulah pertama kali kekuasaan penyelenggaraan ujian advokat sebagian diserahkan kepada KKAI. Saya masih ingat pada saat itu Ketua Mahkamah Agung RI Prof Bagir Manan menyatakan dalam rapat bersama di gedung Mahkamah Agung antara Ketua Mahkamah Agung RI dan jajarannya dengan KKAI mengatakan “proses penyerahan (levering) kekuasaan secara ketata negaraan tidak dapat dilakukan secara mutlaq/keseluruhan, namun harus dengan cara bertahap“. Maksutnya mengenai pelaksanaan ujian pengacara awalnya dilakukan dalam bentuk kerjasama ( gabungan ) antara Mahkamah Aung RI dan KKAI, baru untuk selanjutnya kekuasaan tersebut secara keseluruhan diserahkan kepada KKAI.

          Setelah KKAI dideklarasikan / lahir KKAI melakukan langkah yang sangat menentukan dan strategis yaitu melakukan penyatuan kode etik advokat Indonesia. Dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong saling hormat menghormati akhirnya gabungan dari ke 7 ( tujuh ) organisasi profesi Advokat tersebut,  merumuskan dan menyepakati bersama kesatuan Kode Etik Advokat Indonesia ditetapkan tanggal 23 Mei 2002 untuk dimasukan ke dalam Rancangan Undang-Undang Advokat diusulkan oleh organisasi profesi Advokat. Perlu diketauhi bahwa nama KKAI awalnya usul almarhum Bang Buyung ( Adnan Buyung Nasution). Pada saat itu termasuk penulis bersama-sama dengan seluruh ketua mum dan sekretaris jendral dari 7 organisasi profesi advokat berkonsultasi dikantor ABN, pada saat itu berkantor di gedung yang saat ini menjadi gedung Sampurna Strategis Tower. Saat itu ABN  dalam rapat bersama mengatakan “sebelum kalian menemui ketua Mahkamah Agung RI minimal kalian bertuju itu memiliki wadah bersama setidak-tidaknya dalam bentuk komite kerjalah”.Atas dasar saran dari ABN itulah kemudian ke-7 organisasi profesi advokat sepakat membentuk wadah bersama yang diberi nama KKAI (Komite Kerja Advokat Indonesia).

          Sungguh kelahiran KKAI itu benar-benar murni gagasan dari para advokat senior / advokat pejuang, yang tidak terdapat kepentingan politik apapun, kecuali hanya untuk cita-cita terwujudnya profesi advokat yang terhormat  (officium nobile) serta cita-cita catur wangsa yaitu terjadinya kesederajatan antara hakim, polisi, jaksa dan pengacara dalam derajat dan kedudukan selaku penegak hukum.

Dinamika KKAI Setelah Mendapat Pengakuan dari MARI

          KKAI setelah mendapatkan pengakuan dari Mahkamah Agung RI, akhirnya pro aktif, ikut mendorong memperjuangkan lahirnya UU advokat bersama-sama dengan almarhum Adnan Buyung Nasution (“ABN”), selaku perwakilan dari Pemerintah. Pertimbangan utamanya pada saat itu mengingat profesi Hakim, Jaksa, Polisi semuanya sudah memiliki payung hukum berupa undang-undang, mengapa advokat tidak juga berjuang agar supaya memiliki payung hukum berupa undang-undang advokat. Akhirnya lahirlah UU Advokat No.18.Tahun 2003 dan cita-cita advokat sebagai Penegak Hukum  yang sederajat dengan catur wangsa lainnya terwujut.  Peran KKAI sebagai inisiasi lahirnya UU Advokat pada saat itu sangat inten, dengan menempatkan almarhum ABN sebagai wakil atau yang mewakili pemerintah.

          Pada akhirnya secara prinsipil pembahasan-pembahasan atas materi / norma UU Advokat secara substansi perumusan UU Advokat tidak mengalami kesulitan. Bahkan dalam pasal 32 ke-7 organisasi profesi advokat ditambah satu lagi menjelang diundangkannya UU Advokat yaitu Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) atas usulan Menteri Kehakiman saat itu Prof Yusril Ihza Mahendra sehingga berubah menjadi 8 organisasi profesi advokat sebagai anggota ex-officio dari KKAI seluruhnya telah diakui oleh para pembentuk undang-undang. Dengan demikian secara juridis formal   keberadaan organisasi profesi advokat di Indonesia telah diakui oleh Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003 yang secara limitative  UU telah menyebut ke-8 Organisasi Profesi Advokat  antara lain :  IKADIN; AAI; IPHI; HAPI; SPI; AKHI; HKHPM; dan APSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun