Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta yang Menua - Bab VIII – Satu (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)

13 Juni 2016   01:17 Diperbarui: 13 Juni 2016   01:33 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: soulofjakarta.com

Arjo menuruti kemauan Wasi. Membuka pintu sedan itu, dan duduk manis di dalamnya. Ia teringat sebuah drama dengan lakon lelaki tua yang dipaksa menjadi bapak dari seorang perempuan muda cantik namun miskin. Perempuan itu terpaksa mencari bapak lain agar calon suaminya mau segera melamarnya. Sementara bapaknya sendiri yang juga kaya raya tidak merestui pernikahan putrinya, karena si calon menantu saingan bisnis yang selalu bermain curang. Pada saat acara pernikahan si bapak mempelai perempuan datang dan memaksa anaknya membatalkan pernikahan. Terjadi pertengkaran dan kekacauan sampai kemudian terjadi kompromi.. . . . perempuan muda menyerah, meski harus menikahi si lelaki tua agar semua warisan bapaknya kelak dapat dimilikinya!

Arjo tersenyum, kali ini tak mampu disembunyikannya dari pandangan Wasi. Sedan itu meluncur ke jalanan kota, pelan lalu lambat-laun melaju. Arjo memmbayangkan kalau saja ia yang membawa sedan mewah itu berapa banyak perempuan yang mau antri menunggu ajakannya untuk berkencan. Tapi yah, bukankah ia sekedar tukang ojek yang melarat dan memprihatinkan?

“Abang berpikir kotor ya?” tanya Wasi penasaran.

“Bukan. Cuma geli saja. Ini mirip cerita sebuah drama, lain kali saya ceritakan. . . . . !”

“Apakah semua cerita nyata selalu ada dalam kisah-kisah drama?” tanya Wasi dengan jengkel.

“Tenu saja. Sebab cerita drama memang dibuat dari kisah nyata. Dari imajinasi yang berdasarkan kisah nyata. Bahkan dari pikiran orang-orang prnulis drama yang tak mungkin lepas dari kisah nyata. . . . .!”

“Bohong!”

“Terserah, Neng, saja. Bohong atau bukan itu sering dipisahkan oleh pembatas yang sangat tipis. Pembatas itu namanya kepercayaan. Tidak perlu pembuktian, dan tidak perlu kebenaran, kalau seseorang tidak percaya pada orang lain  maka apapun yang dilakukan orang lain itu hanya bermakna bohong. . . . .!”

“Apakah itu juga ada cerita dramanya?”

“Naskahnya belum ditulis. Tapi kalau Neng  mau memerankannya, akan saya tuliskan dramanya. Tapi tentu Neng  yang harus menyadiakan anggaran untuk biaya produksinya. . . .!”

“Bisa dibisniskan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun