Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta yang Menua - Bab VIII – Satu (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)

13 Juni 2016   01:17 Diperbarui: 13 Juni 2016   01:33 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: soulofjakarta.com

“Beruntung kamu selamat, kabar dari televisi menyebutkan ada belasan orang tewas, belum lagi yang luka-luka. . . . .! Bagaimana awal-mula kebakaran itu?”

“Ceritanya panjang. Saya di sana dengan Haji Lolong. Meski saya berhasil menyelamatkannya, ia ikut jadi korban. Salam dari Bang Robby belum sempat saya sampaikan langsung kepadanya. Ia pingsan ketika terjadi ledakan pertama yang diikuti kebakaran hebat. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. . . .!!” kata Arjo begitu saja, lalu melangkahkan kaki untuk meneruskan rencananya hari ini.

Ia akan ke rumah sakit lagi untuk mengorek beberapa keterangan dari para korban. Mungkin saja ada benang merah yang dapat dirangkainya tentang kemungkinan adanya sabotese, atau bahkan kemungkinan ada kaitan dengan urusan tertentu. Namun ia berpikir waktunya akan sangat mepet. Siang hari Arjo punya jadwal menjadi narasumber acara Bincang Jelata yang dipandu oleh Wasi. Materi tentang bahaya kebakaran dan upaya untuk menyelematkan diri dari bencana itu diusulkan Wasi karena pengalaman yang dialaminya sendiri.

Selain Arjo sebagai pengunjung restoran, dihadirkan pula Darwi Munar seorang juru masak senior restoran Daun Bambu, dan seorang tenaga pemadam kebakaran perempuan yang ikut mati-matian berjuang memadamkan api. Seperti biasa Wasistra Anggraini didampingi presenter kedua Madewi Sekartaji yang berupaya menggali berbagai persoalan di seputar penyebab kebakaran dan upaya pemadaman maupun penyelamatan korban.

“Kami bekerja sangat baik, melayani pengunjung dengan sepenuh hati. Sekitar dua puluh lima pekerja keseluruhan di rumah makan itu. Jadi alangkah mnyakitkan adanya tubuhan seolah-oleh pemilik rumah makan memang sengaja melakukan pembakaran karena tujuan tertentu.. . . .!” ujar Darwi dengan sangat emosional ketika ditanyakan sinyalemen adanya sabotase.

Wasi dan beberapa orang lain di situ hanya mengangguk-angguk. Memang tidak mudah membuktikan adanya hal yang mencurigakan, kecuali bila ada bukti-bukti yang menguatkan.

Selanjutnya Darwi Munar menambahkan:  “Pemilik resoran, Pak Wirman Wiyono, bukan pengusaha yang berkategori suka menghalalkan segala cara. Ia merintis beberapa usahanya dengan ketekunan dan keuletan yang luar biasa besar. Dan hal itu ditularkan kepada semua karyawannya. Sehingga kami pun memiliki semangat bekerja dan produktivitas yang tinggi sesuai dengan penngkatan pendapatan yang kami peroleh. . . . ! Tapi entah kalau ada pihak lain yang hendak bermain curang dengan memanfaatkan situasi yang ada. . . . .!”

“Karenanya banyaknya korban tewas, tak urung pemilik restoran pun harus berurusan dengan polisi ya. . . .?” tanya Madewi untuk sekadar merespon pernyataan Darwi. “Nah, sekarang pertanyaan kami tujuan kepada Pak Arjo, salah seorang pengunjung dan bahkan sempat menyelamatkan seorang pengunjung lain. . . . . !”

“Silahkan, Bang, diceritakan hal-hal yang mungkin belum diungkapkan kepada media?” tambah Wasi seperti mengingatkan agar Arjo tidak mengulang hal-hal yang sudah disampaikan ke media.

“Membantu penyelamatan tentu sebuah tindakan mulia. Namun dalam situasi panik, kacau, dan begitu gawat seperti saat itu, tidak ada pilihan lain kecuali mengutamakan menyelamatkan diri sendiri. Ledakan dari gas, dan kebakaran yang cepat ke berbagai arah, menjadikan tiap orang tidak mampu berpikir jernih. Intinya tidak banyak yang dapat saya lakukan untuk ikut membantu penyelamatan. Hanya seorang kawan yang sempat saya bawa keluar dari arena kebakaran. Itupun kemudian nyawanya tidak tertolong. . . . . .!” ucap Arjo dengan lancar. 

“Lalu sisi edukasi apa yang dapat dipetik dari peristiwa itu?” desak Wasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun