Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cinta yang Menua - Bab VII – Satu (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)

2 Juni 2016   23:31 Diperbarui: 4 Juni 2016   20:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Lalu penyelamatannya bagaimana, mbak?”

“Pengunjung cari selamat dengan berdesakan. Kami beruntung dapat keluar tempat kebakaran dengan selamat. Tapi papi saya pingsan dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Saya khawatir ada korban lain luka-luka, bahkan tewas. . . . .!” ujar Wasi  lalu menyerahkan mikenya kepada Arjo untuk memberi tambahan penjelasan.

“Mudah-mudahan pada korban cepat dapat ditangani hingga jumlahnya dapa diminimalkan. Hal lain yang perlu disampaikan saya kira soal keselamatan pengguna tabung gas. Rumah makan sebesar itu sayang sekali tidak punya pengamanan memadai agar tidak terjadi kebocoran pipa tabung gas yang menjadi penyebab kebakaran. . . . .! Oke ya, saya permisi untuk membawa sahabat saya ini Bro Haji ke rumah sakit. . . . .!”

“Terimakasih, mbak Wasi!” teriak Minarli spontan. “Semoga ayah mbak cepat siuman dan kembali sehat. . . . .!”

Wasi dan Arjo tidak menunggu ucapan apapun dari si reporter. Setelah mengambil nafas sejenak untuk beristirahat di halaman restoran, Arjo mengangkat Haji Lolong ke arah jalan raya. Tidak ada mobil yang bisa leluasa bergerak keluar. Arjo berjalan cepat sambil berteriak-teriak menerabas kerumunan untuk meminta jalan.

Arjo memutuskan untuk menggunakan sepeda motor ojek. Berboncengan bertiga, kali ini posisi Haji Lolong berada di tengah, seperti orang duduk biasa. Meskipun harus berjuang keras akhirnya motor dapat keluar dari kerumunan orang dan berbagai kendaraan lain untuk menuju rumah sakit umum terdekat.

Wasi dengan membonceng ojek sepeda motor lain mengikuti di belakang. Dua motor melaju ke arah timur, menembus udara malam, bahkan melawan arus lalu-lintas untuk mencari jalan pintas ke arah rumah sakit umum terdekat.

“Rumah sakit Bagas Waras ya, Pak. . . . .?” tanya tukang ojek ketika akan melewati perempatan ketiga. “Kita akan belok ke kanan untuk mengambil jalan alternatif yang lebih dekat. . . .!”

“Ya, di Jalan Pandawa. Langsung ke instalasi gawat darurat saja! Semoga Pak Haji ini mendapatkan penanganan cepat. . .”  jawab Arjo dengan kedua tangan terus memegang bahu Haji Lolong agar tidak bergeser dari duduknya. (Bersambung)

Kendal, 2 Juni 2016

 Sumber gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun