Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Cinta yang Menua - Bab VII – Satu (Tantangan 100 Hari Menulis Novel)

2 Juni 2016   23:31 Diperbarui: 4 Juni 2016   20:43 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Siap, Bos, laksanakan.. . . . .”” serentak suara lain menjawab cepat.

Sementaara itu seorang satpam yang ada di pos jaga depan mengatur lalu-lintas yang tersendat karena berhenti hendak menonton kebakaran. Ketika dilihatnya seorang anak muda membawa ponsel henak mengambil gambar, satpam minta  bantuan. “Tolong hubungkan pemadam kebakaran. Yang lain minta bantuan lewat media online. Ayo cepat. . . . . cepat. . . . . .!”

Satpam menyebut angka-angka, dan si anak muda cepat menghubungi.  “Restoran apa ini?” anak muda itu beranya. Meneruskan pertanyaan dari petugas pemadam kebakaran di ujung sambungan telepon. ”Sebutkan lengkap restoran chinese food halal, bernama Restoran Daun Bambu, berada di Jalan Pengeran Alap-alap. . .. . . .!”

“Sudah?”

“Oke, mudah-mudahan cepat datang. . . .  .!”

Satpam dan pemuda itu belum sempat beranjak dari tempatnya, ketika suara sirine khas mobil-mobil pemadam kebakaran berdatangan dari berbagai arah.  Tidak lama kemudian dua buah mobil ambulance pun datang. Agaknya pemberitahuan melalui media sosial lebih cepat direspon karena atau gambarnya. Mobil-mobil parkir pengunjung harus dipindahkan, para korban yang luka, pingsan, dan shok berat ditampung darurat di ruko dan toko di sebelah kiri dan kanan serta seberang jalan gedung yang terbakar. Lalu-lintas di depan restoran macet total. Arus lalu-lintas dari kedua arah harus ditutup untuk proses pemadaman serta mengevakuasi para korban.

Dengan perjuangan berat Arjo mampu membawa Haji Lolong keluar gedung yang terbakar. Wasi sempat tertinggal karena desakan orang orang. Bahkan kain ujung celana panjangnya tersambar kobaran api hingga membuatnya berteriak kesakaitan. Namun dengan tenaga yang dipaksanakan akhirnya mampu meloloskn diri dari kepungan bahaya kebakaran itu.

“Alhamdulillah. . . .  Tuhan masih melindungi keselamatanku. . . .!” ucap Wasi sambil mencari-cari dimana Arjo membawa papinya yang pingsan.

Kerumunan para penolong, korban, dan warga masyawarakat di belakang gedung restoran begitu padat berdesakan. Namun ditengah-tengah mereka ada juga orang-orang yang memanfaatkan kelengahan orang lain. Ada yang mengambil dompet, tas wanita, sepatu, kacamata, bahkan ponsel yang diletakkan pemiliknya begitu saja karena hendak menolong seorang korban yang baru berhasil dibawa keluar gedung.

Sepuluh menit berlalu. Ketika itu mobil pemadam belum mendapatkan air dari hidran, api sudah betul-betul menguasai keseluruhan gedung restoran. Api berkobar menyerupai unggun besar yang menerangi wilayah sekitar gedung. Asapnya mengepul-ngepul melebihi asap dari ceroboh pabrik yang menggunakan bahan bakar batubara. Api bahkan sudah mulai merambat ke kiri-kanan dan belakang gedung.

Malam panas bergerak terus meninggi. Hiruk-pikuk belum mereda. Para korban luka ringan dan pingsan harus dievakuasi ketempat lain yang lebih jauh dari lokasi kebakaran, sedangkan yang luka serius termasuk yang patah tangan, kaki dan tulang belakang dengan menggunakan ambulance dan angkutan umum sudah dibawa ke rumah sakit terdekat tengah. Mobil para pengunjung restoran sendiri terjebak di tengah kerumunan orang dan mobil pemadam kebakaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun