Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Bulan Motivasi RTC) Cerpen - Jerit

24 Mei 2016   16:50 Diperbarui: 24 Mei 2016   19:44 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ekspresi bayi - sumber http://greenorc.com/2016/02/adorable-watercolor-painting-you-must-see/

“Satu hal lagi, setiap orang memiliki aib sendiri-sendiri. Ibu juga. Namun justru dengan masa lalu itu ibu berjuang keras mewujudkan mimpi mendirikan Roemah ini.. . . .!”

“Jadi ibu juga berselingkuh?” tanya Neng spontan dengan rasa penasaran.

Ada rasa kaget, marah, sedih, dan kecewa sekaligus mendapatkan pertanyaan seperti itu. Namun Bu Salina tidak mau berbantahan dengan Neng. Bu Salina berharap pada waktunya nanti Neng toh akan mengerti sendiri.

***

Sebelum sholat subuh Pak  Lukito sudah memanaskan mesin sedan tua keluaran tahun1980-an itu. Ia sengaja mengambil cuti selama lima hari. Hari pertama cuti kemarin pagi digunakannya untuk pergi ke bengkel mobil langganan untuk cek aki, kaki-kaki, ganti oli, dan sekalian membersihkan karburator agar mobil tidak ngadat di jalan.

“Apa kita sudah betul-betul siap untuk berangkat, Pak?” ucap Bu Salina ketika mengangkat beberapa dos berisi oleh-oleh, makanan dan pakaian, untuk ayah-ibunya. Sebulan terakhir niatnya bulat untuk pulang. Diantara gelisah, rasa takut, dan berbagai perasaan lain, terbersit rasa kangen yang tak tertahankan.

“Bapak justru yang harus bertanya kepada ibu. Sekian tahun kita berpacaran lalu menikah belum sekalipun ibu mengajak bapak untuk memperkenalkan keluarga ibu. Bapak tidak curiga apa-apa selain memaklumi  kesibukan sehari-hari ibu. . . . .!” jawab Pak Lukito ketika mengelap kaca depan mobilnya.

“Ibu siap, kok. Nanti Bapak juga akan tahu kenapa ibu bersikap sangat tertutup. Mudah-mudahan sikap bapak tidak berubah. . . . . .!” ucap Bu Salina saat mengenakan sepatu kulit. Lalu melangkah keluar pintu, dan masuk ke dalam mobil.

Pak Lukito menutup pagar besi, dan menguncinya dari luar. Menstater mobil, memastikan arah kaca spion, menutup kaca jendela dan mengunci otomatis semua pintu. “Bismillah.. . . . !” ucapnya mlafalkan doa perjalanan dan diikuti Bu Salina.

***

Di kamar kost sempit itu seorang perempuan muda berjuang entah atas nama apa. Ia bingung harus bagaimana, cemas, mengerang. Seorang diri saja ia. Sementara rasa sakit yang mendera terasa mengelupasi kulit. Antara pingsan dan terjaga ia menunggu. Darah membasah dimana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun