1
saat-saat kuntum merekah menguar asri
kini mengakar mekar berkembang menjulang
biji sesawi yang kau taburkan di hati
memenuhi taman sari puspa nurani
seorang peramal ingin memetik arumsari
berbisik angin kemarau menebar galau
sebilah pedang akan menembus uluh hati
saat kau saksikan anak semata wayang
menebar pandang sayang
2
apakah kakimu yang jenjang dengan langkah-langkah panjang
tak juga menyimpan lelah yang senantiasa mengalah
sementara di dada kirimu teronggok orok terguncang kilatan pedang garang
siap menghadang menerjang membelah dan mencacah marah
gegancangan kau berlari laksana badai tak kunjung henti
menembus duri menyelamatkan buah hati
dari ancaman raja dengki irihati
tak juga kau berhenti
3
tidakkah kau dengar ratap tangis mengiba
saat telapak kakimu yang meronta dalam siaga
tiga hari berjalan ke sana ke mari mencari si jantung hati
tak henti kau tanyakan pada setiap waktu berlalu
angin membisu tak mampu menyembunyikan pilu
sementara kerumunan orang semakin jarang
tak juga kau temukan bocah lanang yang kau gadang-gadang
untuk menjadi sang pemenang
“bapakmu dan aku telah tiga hari mencarimu, nak!”
4
ingin kau angkat tubuh hancur anakmu yang tersungkur
lebih hancur hatimu dalam tanya yang terkubur
saat di belakangmu pedang-pedang teracung
menebas udara yang bertuba
cambuk dan cemeti siap menjadi saksi
bilur-bilur yang menghiasi punggung melengkung
oleh beban yang menggunung
5.
bagaimana rasanya ketika duri-duri tajam itu
menancap pada dahi pada pelipis dan kepala
bagaimana pula nikmat tajamnya paku
ketika berpalu-palu menembusi tulang-tulang
pada tangan pada kaki
duri-duri paku-paku itu juga menembus jantung hatimu
masih juga kau jadi saksi darah dan air
yang mengalir dari lambung oleh tombak yang beraksi
6.
anak sungai dari matamu tak kunjung
berakhir mengalir menelusuri lorong-lorong sepi
saat kau terima tubuh lunglai yang telah menjadi
jasad tak bernyawa oleh kepongahan ambisi
angkara murka yang meracuni dunia
o legitnya dukalara
o manisnya derita
o indahnya bahagia
7.
berjalan meninggalkan onggokan tanah merah
yang belum juga kering oleh air mata
kau kibaskan sepi yang menawan hati
meracuni sepanjang siang sepanjang malam
fiat voluntas tua
biisikmu dalam geming
aku hanya bisa mendaraskan sesal
sambil gulung kuming berteriak
dimuliakanlah namamu
pada september dua satu
*) septem dolorem = tujuh dukacita
**) fiat voluntas tua = terjadilah menurut kehendakmu
bandung, 16 september 2016
![rumpies-57dbbc7e117f61f444c8b168.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/16/rumpies-57dbbc7e117f61f444c8b168.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI