Namun bukannya berhenti, Abu Hanifah dan Amir Sjarifudin malah semakin menjadi menggesek biola mereka. Sambil tertawa terbahak-bahak. Mereka sebenarnya tahu kalau M. Yamin sedang pusing menerjemahkan sesuatu untuk Deadline ke Balai Poestaka.
***
1927... semakin banyak para pelajar dan pemuda melakukan kegiatan di rumah itu. Mulai dari Kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, termasuk pula Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia yang didirikan oleh Raden Tumenggung Djaksodipoera bersama Soegondo, Soewirjo, Goelarso, Darwis, dan Abdoellah Sigit. Akhirnya rumah itu pun berganti nama kembali menjadi Indonesische Clubhuis yang artinya Gedung Pertemuan para pemuda Indonesia.
Banyaknya kegiatan para Pemuda Indonesia di rumah kost itu akhirnya menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda, yang menjadikan rumah itu akhirnya di awasi oleh Polisi Kolonial. Namun yang namanya pemuda dan pelajar tentunya tak hilang akal atau kecerdikannya, maka setiap ada rapat ataupun pertemuan di rumah itu, jika arah pembahasan sudah masuk ke arah perubahan dan kemerdekaan dan polisi kolonial mulai curiga, maka rapat pun seketika bisa jadi berubah jadi acara tarian atau pun dansa yang mengikuti kebiasaan dan kebudayaan pemerintah kolonial.
***
Pertengahan Agustus 1928, para Pemuda kembali sepakat untuk menggunakan rumah kost itu sebagai tempat untuk menggelar Kongres Pemuda ke-2 dengan Soegondo Djojopoespito sebagai pimpinan Kongres.
Akhirnya pada Sabtu, 27 Oktober 1928, pukul 19.45, Kongres Pemuda Ke-2 resmi dibuka di rumah kost itu. Kongres itu tak luput dari pengawasan Polisi Kolonial.
"Ini bukan rapat Politik, tolong jangan gunakan kata "Merdeka" atau "Kemerdekaan", harap tahu sama tahu saja!"
Demikian Soegondo berkata ketika rapat menjadi sedikit ricuh akibat protes dari polisi Kolonial manakala ada peserta kongres yang menyebut kata "Merdeka". Para pseserta pun spontan bertepuk tangan. Suasana kembali reda.
***
28 Oktober 1928...