Mohon tunggu...
Hanung Teguh
Hanung Teguh Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya pegawe di kantor pajak nun jauh di Banda Aceh sana...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Can, Terima Kasih....

7 Mei 2010   17:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak logis, itulah ucapan beliau berdua. Melihat diriku yang masih kuliah dan mendengar siapa yang ingin kusunting yang seorang mahasiswi pula, mungkin terlihat dan terdengar tidak logis. Dalam hitungan matematis-pun bisa jadi mendapatkan hasil yang kurang memadai.

Terkadang aku merasa berdosa dan bersalah tentang berbagai perdebatan itu. Namun, aku terus berjuang untuk merealisasikannya. Bagaimanapun juga ini adalah sebuah keputusanku dan kusadari tentang tanggung jawab kedepan nanti.

Namun ketika itu, aku tidak berjanji kepada Nurul. Biarlah ia tidak tahu. Aku tak berani berjanji karena aku lelaki. Tak mungkin aku merengek-rengek di depan ia untuk menungguku menjadi seorang lelaki idamannya, sementara aku ingin menjadi seorang lelaki dihadapannya. Perdebatan ini adalah rahasiaku dan keluargaku.

Sedari awal kuliah aku sudah berusaha untuk mandiri. Bekerja sambilan sedikit demi sedikit untuk memenuhi uang kuliahku. Tak lagi minta jajan kepada kedua orang tuaku. Mungkin hal ini adalah salah satu faktor yang akhirnya membuat ayahku dan ibuku luluh. Melihat dan menyaksikan kemandirian putranya sedari awal kuliah. Mungkin hal itulah yang membuat mereka luluh juga terhadap kekerasan kepala anaknya.

Nurul kaget melihat aku melamar ia. Ia kaget melihat kesungguhanku, atau mungkin heran melihat kenekatanku. Belum kutanyakan kepadanya tentang perasaannya ketika ia kulamar. Sementara orang tuanya memutuskan hal ini kepada Nurul langsung. Karena bagaimanapun juga, kata mereka Nurul pasti akan meninggalkan rumah ini bersama suaminya. Cepat ataupun lambat.

Dan begitulah akhirnya...

********

00:51 April 2010, Jogya

Kurebahkan tubuhku di karpet di bawah sofa. Rebah sambil memandang wajahnya yang teduh ketika ia sedang tidur. Mencoba mencari setiap makna tentang beberapa tahun yang kami jalani. Berbagai pergulatan hidup dan perjuangan untuk bertahan dan berjuang.

Perjalanan yang lama namun terasa singkat bak kelebatan mata. Mengguriskan memori di setiap jejak langkah kami.

Banyak yang sangsi dengan keputusan kami untuk menikah di usia muda. Usia yang katanya masih sangat labil dan belum bisa dianggap dewasa. Mungkin itu adalah anggapan yang wajar dalam masyarakat. Mengingat lazimnya mereka yang menikah kebanyakan di usia 25-an ke atas. Sedangkan kami di usia menginjak 21 sudah melangsungkan pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun