Mohon tunggu...
STKIP ParacendekiaNW
STKIP ParacendekiaNW Mohon Tunggu... Dosen - STKIP Paracendekia NW Sumbawa adalah perguruan tinggi keguruan yang mengelola dua program studi, yaitu Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Matematika (jenjang Sarjana)

BLOG STKIP PARACENDEKIA NW SUMBAWA Wadah publikasi tulisan ilmiah populer dan karya sastra mahasiswa dan dosen STKIP Paracendekia NW Sumbawa Penyunting: Prof. Iwan Jazadi, Ph.D., Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris dan Ketua STKIP Paracendekia NW Sumbawa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Sumbawa

27 April 2023   01:48 Diperbarui: 27 April 2023   07:44 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Sumbawa

oleh: Iwan Jazadi, M.Ed., Ph.D. 

(Ketua STKIP Paracendekia NW Sumbawa dan Manager Program "Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Sumbawa", INOVASI Grant tahun 2023, Kemitraan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia)

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca tentang falsafah hidup dan kebijakan pendidikan karakter di Kabupaten Sumbawa, tentang pentingnya kearifan lokal untuk pendidikan karakter, dan tentang konsep dan elemen pendidikan karakter dalam Kurikulum Merdeka. 

Sejatinya, tulisan ini adalah uraian tentang materi pelatihan untuk kalangan pendidik di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Namun, pemaparan ini diharapkan menjadi contoh perumusan pemahaman tentang pendidikan karakter berbasis kearifan lokal pada suatu wilayah di Indonesia dalam konteks implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah atau madrasah. 

Salah satu kekhasan Kurikulum Merdeka adalah pendidikan karakter yang dikemas di dalam projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) di tingkat satuan pendidikan. Keberhasilan P5 dan pendidikan karakter pada umumnya perlu ditopang oleh basis kearifan lokal yang meliputi elemen-elemen budaya dan konteks yang dikenal dan berakar pada lingkungan sekitar siswa.

Untuk mencapai tujuan yang pertama dari tulisan ini, yaitu memberikan pemahaman kepada pembaca tentang falsafah hidup dan kebijakan pendidikan karakter di Kabupaten Sumbawa, penulis memulai dengan beberapa pertanyaan pemantik. 

Apakah para pembaca tahu tentang orang Sumbawa atau etnis Samawa yang secara umum merupakan penduduk "asli" dari dua kabupaten yaitu Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Apakah pembaca mengenal nama-nama seperti Prof. Din Syamsuddin, Fachri Hamzah, Zulkiefliemansyah, dan Taufiq Rahzen? Mereka adalah beberapa tokoh asal Sumbawa yang sedang eksis di tingkat nasional saat ini. Apakah pembaca bisa menyebutkan atau membayangkan beberapa karakter atau sifat yang dimiliki oleh orang-orang ini? 

Khusus untuk pembaca orang Sumbawa, bisakan Anda membayangkan satu orang Sumbawa, tidak harus tokoh atau orang terkenal, namun menjadi idola atau panutan Anda? 

Apakah Anda bisa membayangkan beberapa sifat atau karakter orang Sumbawa tersebut yang membuat Anda mengidolakan atau menjadikannya panutan? Jika Anda punya teman diskusi, maka bahaslah pikiran dan pendapat tersebut bersama teman Anda.

Setelah merenungkan dan/atau berdiskusi tentang karakter orang Sumbawa, baiklah penulis memaparkan apa yang merupakan falsafah atau nilai-nilai dasar utama orang Sumbawa menurut para tokoh atau berbagai literatur tentang orang Sumbawa. Sejauh ini penulis belum menemukan adanya sanggahan tentang nilai-nilai dasar utama orang Sumbawa ini. 

Falsafah hidup orang Sumbawa ini kurang lebih berbunyi "Adat barenti lako sara'. Sara' barenti lako kitabullah. Taket lako Nene', kangila boat lenge. Katelas senap semu, riam remo, nyaman nyawe." Artinya kurang lebih "Adat berpegang teguh pada peraturan. Peraturan berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Bertaqwa kepada Allah, malu berbuat buruk. Kehidupan menjadi kuat secara spiritual, terjalin rukun dan damai dengan sesama, dan bekecukupan kebutuhan sandang, pangan, dan papan."  

Nilai dasar utama menyuratkan bahwa orang Sumbawa menjadikan religiusitas Islam sebagai panduan nilai dasar dan pembentuk kebiasaan dan budaya yang telah tumbuh beberapa ratus tahun lampau. 

Adat dan kebiasaan arus utama dalam masyarakat Sumbawa pada umumnya selalu dapat ditautkan dengan penguat dan landasan yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur'an dan hadits Nabi. "Taket lako Nene'" (per huruf berarti: takut kepada Yang) secara gamblang dipahami bermakna "Bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa". Taqwa sendiri bermakna menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan Yang Maha Esa. 

Selanjutnya, karakter taqwa ini dikerucutkan atau diberi tekanan yaitu agar orang Sumbawa memiliki akhlak "kangila boat lenge", malu berbuat buruk. Artinya, orang Sumbawa  diperkenankan oleh adat hanya untuk berbuat kebaikan, atau berakhlak mulia, tidak ada ruang untuk berbuat buruk di dalam struktur batin dan partisipasi orang Sumbawa.

Orang Sumbawa meyakini bahwa  "Taket lako Nene'" (karakter taqwa) dan "kangila boat lenge" (akhlak mulia) ini dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tiga tujuan hidup. 

Pertama, kehidupan "senap semu", yaitu keadaan batin yang sejuk, tenteram, damai, terhubung secara transendental kepada Sang Khaliq, dan kepasrahan diri bahwa segala kekuatan bersumber dari Allah Tuhan Yang Maha Agung. 

Kedua, kehidupan "riam remo", yaitu keadaan sosial orang Sumbawa yang bisa hidup bersama dalam semangat toleransi dengan siapa pun tanpa memandang asal usul, suku bangsa, agama, dan budaya. Karakter sosial ini tercermin pada keramahan dan penghormatan sangat tinggi orang Sumbawa terhadap tamu atau pendatang. 

Hal ini tercermin dalam satu ungkapan warisan lisan orang Sumbawa "Tana tau barang kayu, lamen to sanyaman ate, yananti sanak parana", "Walaupun ia orang asing, ketika bisa saling menyenangkan hati, ialah saudara sejati". Sebagaimana sifat yang menghormati orang lain, orang Sumbawa juga ingin dibalas dengan sikap yang sama, atau tidak diharapkan untuk diremehkan martabatnya. 

Peringatan dini untuk kepada orang yang mengabaikan perhormatan atas martabat orang Sumbawa terlukis dalam salah satu warisan ungkapan lisan yaitu "Tutu si lenas mugita, mara ai' dalam dulang. Rosa dadi umak rea", artinya "Benar kau lihat tenang, seperti air di dalam wadah. Riak (kecil) menjadi gelombang besar". 

Warisan lisan peringatan dini menjadi nilai dasar yang disampaikan orang Sumbawa kepada semua orang agar selalu saling menghargai, menjunjung tinggi, dan mewujudkan kehidupan damai bersama setiap saat sepanjang masa. 

Tujuan orang Sumbawa yang ketiga adalah mencapai kehidupan "nyaman nyawe", yaitu keadaan ekonomi yang berkecukupan, pekerjaan yang layak, dan pemenuhan kebutuhan hidup sandang, pangan, dan papan yang memadai. Ketiga tujuan hidup orang Sumbawa tidak bisa berdiri sendiri, namun saling menopang, tak bisa dipisahkan. 

Nah, pembaca yang budiman, falsafah hidup Orang Sumbawa sebagaimana dipaparkan di atas menghasilkan kearifan lokal Sumbawa, yaitu pengetahuan, nilai, dan praktik yang telah diteruskan dari generasi ke generasi dalam masyarakat Sumbawa. 

Menurut pembaca, apa kira-kira wujud atau bentuk kearifan lokal Sumbawa. Untuk pembaca orang Sumbawa, tentu Anda dapat menyebutkan beberapa contoh. Anda dapat menuliskannya dan mendiskusikan dengan teman yang tertarik dengan topik ini.

Baik, setelah berpikir dan berdiskusi, penulis melanjutkan dengan membahas beberapa wujud atau bentuk kearifan lokal Sumbawa. Berdasarkan berbagai referensi, wujud kearifan lokal Sumbawa dapat dikelompokkan dalam 5 kategori. 

Pertama, kearifan lokal yang berwujud peraturan di daerah, di antaranya Peraturan Daerah tentang Lembaga Adat Tana Samawa, Peraturan Bupati tentang Pendidikan Karakter, dan Peraturan Bupati tentang Muatan Lokal. Membaca isi peraturan-peraturan di daerah akan membawa pembaca pada pemahaman dan regulasi inti-inti nilai dan kekayaan budaya dan kearifan lokal Sumbawa.  

Kedua, kearifan lokal berupa akumulasi nilai, praktik, tradisi, dan kebiasaan baik yang telah disusun sebagai panduan berdasarkan pengamatan dan analisis pengurus lembaga adat setelah melalui proses musyakarah atau forum pertemuan lima tahunan Lembaga Adat Tana Samawa. 

Panduan tersebut diterbitkan dalam bentuk buku yang dipublikasikan dan dapat dibaca oleh seluruh kalangan sebagai referensi kebudayaan. Contoh, buku "Pasatotang: Boat Iwet Mate Telas Tau Samawa" (Pengingat: Perihal Pekerjaan Hidup dan Mati Orang Sumbawa" yang diterbitkan oleh Lembaga Adat Samawa Anorawi yang memuat puluhan pedoman hidup dalam interaksi sosial orang Sumbawa dari lahir sampai meninggal dilengkapi dengan kutipan ungkapan warisan lisan dan ayat Al-Qur'an atau Hadits Nabi yang melandasinya. 

Ketiga, kearifan lokal Sumbawa yang berwujud pertunjukan, sastra, pustaka dan produk/karya khas Sumbawa. Kearifan lokal mencakup bahasa Sumbawa dengan elemen-elemen warisan lisan berupa lawas, peribahasa, dan lagu Sumbawa, juga kesenian khas seperti sakeco dan rebana, dan produk berupa makanan khas (sepat dan singang), pakaian khas (berbahan kre' alang), arsitektur Sumbawa, dan olahraga khas Sumbawa (karavan kerbau dan pacuan kuda). 

Keempat, kearifan lokal yang mencerminkan kekayaan konteks lokal Sumbawa, meliputi aspek geografis dan demografis. Dari aspek geografis, sebagai kabupaten terluas di NTB, Sumbawa memiliki keunikan berbagai berbagai sisi geografis fisik, yaitu pegunungan, pantai, kepulauan, dataran rendah, semuanya menghasilkan cara-cara masyarakat berinteraksi dan bertahan hidup yang unik sesuai kehasan geografisnya. 

Dari sisi demografis, sebagai daerah ramah pendatang, Sumbawa adalah miniatur Indonesia dengan penduduk berlatar belakang belasan bahkan puluhan etnik yang berbeda, walaupun ada yang beberapa yang menonjol yaitu Sasak, Bima, Jawa, Bali, Bugis, di samping etnik Samawa sebagai mayoritas tentunya. 

Semua kebiasaan dan praktik positif yang menopang pendidikan karakter anak yang tumbuh dan diwariskan dalam konteks geografis fisik dan demografis merupakan bagian tak terpisahkan dari khasanah kearifan lokal orang Sumbawa. 

Terakhir, kearifan lokal juga berwujud sharing atau pembagian ilmu dari tokoh-tokoh lokal, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pendidikan, dan bahkan orang tua sendiri. Berdasarkan sari-sari pengalaman, para tokoh menjadi sumber pengetahuan lokal yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. 

Para pembaca yang budiman, setelah memahami falsafah hidup dan wujud kearifan lokal Sumbawa, menurut pembaca, apakah kearifan lokal itu penting dalam pendidikan karakter? 

Menurut penulis, berdasarkan beberapa referensi, kearifan lokal itu sangat penting dalam pendidikan karakter karena beberapa alasan. 

Pertama, pendidikan karakter relevan bagi siswa dan guru, pendidikan karakter lebih bermakna karena berakar pada budaya dan tradisi masyarakat. 

Kedua, saat siswa melihat nilai dan tradisi budaya mereka sendiri tercermin dalam pendidikan karakter, mereka lebih mungkin termotivasi untuk belajar sehingga memudahkan proses internalisasi. 

Ketiga, kearifan lokal dapat memperkuat ikatan sosial dan membantu membangun rasa kepemilikan dan semangat masyarakat dalam pendidikan karakter di satuan pendidikan. 

Keempat, pelestarian kearifan dan budaya lokal: hal ini penting bagi masyarakat yang menghadapi tantangan dan dampak negatif dari globalisasi dan modernisasi. 

Berbagai alasan sebagaimana dipaparkan di atas menjadi landasan bagi pendidikan karakter untuk dikembangkan berbasis kearifan lokal. Kurikulum Merdeka yang menjadi salah pilihan utama kurikulum saat ini mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk kemampuan, kebutuhan, dan budaya serta kearifan lokalnya. 

Oleh karena itu, pendidikan karakter yang berpusat pada budaya lokal sangat selaras dengan semangat Kurikulum Merdeka. Tujuan Kurikulum Merdeka adalah membangun pelajar yang memiliki karakter atau profil Pancasilais. 

Profil Pancasilais terurai dalam 6 dimensi yaitu (1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, (2) berkebinekaan global, (3) gotong royong, (4) mandiri, (5) bernalar kritis, dan (6) kreatif. Keenam dimensi diurai dalam 21 elemen dan tiap elemen juga diurai dalam sub-elemen dan penerapannya disesuaikan tahapan atau fase-fase pembelajaran siswa jenjang PAUD hingga kelas 12. 

Para pembaca dapat mencermati dimensi-dimensi  dalam Profil Pelajar Pancasila. Dimensi dan elemen yang mana yang perlu didahulukan untuk diajarkan kepada anak didik atau siswa kita? Setiap dimensi dan elemen tersebut dapat dihubungkan dengan falsafah hidup dan bentuk-bentuk kearifan lokal orang Sumbawa sebagaimana dipaparkan sebelumnya. 

Pemaparan sebagaimana dibahas dalam tulisan ini telah dilatihkan dalam bentuk materi ppt dan video berupa penyajian materi, diskusi dan demonstrasi dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengawas untuk dukungan Implementasi Kurikulum Merdeka yang berjumlah 19 pengawas dan 2 narasumber tambahan yang membina 30 satuan pendidikan (16 SD, 4 MI, 5 PAUD, dan 5 SMP) sasaran program INOVASI di Kabupaten Sumbawa dengan pelaksana program yaitu STKIP Paracendekia NW Sumbawa bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Sumbawa (Dinas Dikbud dan BAPPEDA) dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa pada tanggal 16 Februari 2023. Penguasaan materi oleh pengawas saat pretes adalah 60%, kemudian mengalami peningkatan setelah pelatihan yaitu mencapai 73,4%. 

Berbekal penguasaan materi dan pengulangan materi ppt dan video, para pengawas kemudian melatihkan materi ini kepada pada guru dan kepala satpen pada rentang tanggal 8 hingga 15 Maret 2023 pada satpen binaan masing-masing, dengan total peserta mencapai 396 orang. 

Penguasaan materi para peserta pada awal pelatihan berkisar pada 40% sampai dengan 56%. Penguasaan materi mereka mengalami peningkatan setelah mengikuti pelatiahan yaitunpada kisaran 64% sampai dengan 70%. Dengan penguasaan seperti ini, para peserta diharapkan dapat melakukan pengulangan materi melalui ppt dan video yang telah disediakan atau dapat diakses pada laman YouTube STKIP Paracendekia NW Sumbawa.

Dalam pelatihan di atas, isu kesetaraan gender dan inklusi telah dipenuhi. Pertama, kesetaraan gender tampak dalam komposisi tim pelaksana, para pengawas, narasumber tambahan, kasatpen dan guru yang terlibat dalam pelaksanaan program. 

Tim pelaksana terdiri dari 3 perempuan dan 3 laki-laki. Pengawas terdiri dari 14 laki-laki dan 5 perempuan. Kasatpen terdiri dari 14 perempuan dan 15 laki-laki dan guru terdiri dari 254 perempuan dan 106 laki-laki. Jadi, total yang terlibat adalah 263 perempuan dan 124 laki-laki, total 417. Tataran pengawas didominasi oleh laki-laki, sementara tataran kepala satpen seimbang antara laki-laki dan perempuan, sementara tataran guru, jumlah perempuan mencapai 2,5 kali jumlah laki-laki. 

Artinya, peran laki-laki dan perempuan memiliki keseimbangan walaupun tidak terdistribusi secara merata. Kedua, dari sisi inklusi, walaupun dari sisi peserta tidak ada yang masuk kategori disabilitas karena kegiatan ini baru pada tahap pendampingan berupa pelatihan pengawas, guru dan kepala satpen, isu inklusi mencakup pemilihan satuan pependidikan sasaran yang meliputi 80% berada di luar kota, yaitu daerah pedesaan, melewati pegunungan, pesisir dan pulau kecil, dengan transportasi yang sulit, jauh, dan beresiko, juga akses internet yang terbatas. 

Di samping itu, secara demografis, beberapa satpen ini tidak hanya meliputi guru dengan latar belakang etnis orang Sumbawa, namun juga etnik non-Sumbawa. Beberapa satpen memiliki guru dengan latar belakang utama etnis Sasak (Lombok); sementara satu satpen memiliki siswa dengan latar belakang agama Islam dan Hindu yang seimbang. Para siswa pada sekolah dan madrasah sasaran sebagai target lanjutan kegiatan ini pada umumnya memiliki orang tua dengan latar belakang petani dan jaminan sosial dari Pemerintah, seperti Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat, sebagai penanda status ekonomi pra-sejahtera.

Oleh karena itu, dalam memaknai pengembangan pendidikan karakter berbasis budaya dan konteks lokal Sumbawa, para pengawas, kasatpen dan guru diberi ruang untuk menggali kekayaan budaya dan konteks lokal mereka masing-masing yang dipandang dapat mendukung implementasi pendidikan karakter dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kearifan budaya dan konteks lokal Sumbawa.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun