Setelah merenungkan dan/atau berdiskusi tentang karakter orang Sumbawa, baiklah penulis memaparkan apa yang merupakan falsafah atau nilai-nilai dasar utama orang Sumbawa menurut para tokoh atau berbagai literatur tentang orang Sumbawa. Sejauh ini penulis belum menemukan adanya sanggahan tentang nilai-nilai dasar utama orang Sumbawa ini.Â
Falsafah hidup orang Sumbawa ini kurang lebih berbunyi "Adat barenti lako sara'. Sara' barenti lako kitabullah. Taket lako Nene', kangila boat lenge. Katelas senap semu, riam remo, nyaman nyawe." Artinya kurang lebih "Adat berpegang teguh pada peraturan. Peraturan berpegang teguh pada Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Bertaqwa kepada Allah, malu berbuat buruk. Kehidupan menjadi kuat secara spiritual, terjalin rukun dan damai dengan sesama, dan bekecukupan kebutuhan sandang, pangan, dan papan." Â
Nilai dasar utama menyuratkan bahwa orang Sumbawa menjadikan religiusitas Islam sebagai panduan nilai dasar dan pembentuk kebiasaan dan budaya yang telah tumbuh beberapa ratus tahun lampau.Â
Adat dan kebiasaan arus utama dalam masyarakat Sumbawa pada umumnya selalu dapat ditautkan dengan penguat dan landasan yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur'an dan hadits Nabi. "Taket lako Nene'" (per huruf berarti: takut kepada Yang) secara gamblang dipahami bermakna "Bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa". Taqwa sendiri bermakna menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan Yang Maha Esa.Â
Selanjutnya, karakter taqwa ini dikerucutkan atau diberi tekanan yaitu agar orang Sumbawa memiliki akhlak "kangila boat lenge", malu berbuat buruk. Artinya, orang Sumbawa  diperkenankan oleh adat hanya untuk berbuat kebaikan, atau berakhlak mulia, tidak ada ruang untuk berbuat buruk di dalam struktur batin dan partisipasi orang Sumbawa.
Orang Sumbawa meyakini bahwa  "Taket lako Nene'" (karakter taqwa) dan "kangila boat lenge" (akhlak mulia) ini dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tiga tujuan hidup.Â
Pertama, kehidupan "senap semu", yaitu keadaan batin yang sejuk, tenteram, damai, terhubung secara transendental kepada Sang Khaliq, dan kepasrahan diri bahwa segala kekuatan bersumber dari Allah Tuhan Yang Maha Agung.Â
Kedua, kehidupan "riam remo", yaitu keadaan sosial orang Sumbawa yang bisa hidup bersama dalam semangat toleransi dengan siapa pun tanpa memandang asal usul, suku bangsa, agama, dan budaya. Karakter sosial ini tercermin pada keramahan dan penghormatan sangat tinggi orang Sumbawa terhadap tamu atau pendatang.Â
Hal ini tercermin dalam satu ungkapan warisan lisan orang Sumbawa "Tana tau barang kayu, lamen to sanyaman ate, yananti sanak parana", "Walaupun ia orang asing, ketika bisa saling menyenangkan hati, ialah saudara sejati". Sebagaimana sifat yang menghormati orang lain, orang Sumbawa juga ingin dibalas dengan sikap yang sama, atau tidak diharapkan untuk diremehkan martabatnya.Â
Peringatan dini untuk kepada orang yang mengabaikan perhormatan atas martabat orang Sumbawa terlukis dalam salah satu warisan ungkapan lisan yaitu "Tutu si lenas mugita, mara ai' dalam dulang. Rosa dadi umak rea", artinya "Benar kau lihat tenang, seperti air di dalam wadah. Riak (kecil) menjadi gelombang besar".Â
Warisan lisan peringatan dini menjadi nilai dasar yang disampaikan orang Sumbawa kepada semua orang agar selalu saling menghargai, menjunjung tinggi, dan mewujudkan kehidupan damai bersama setiap saat sepanjang masa.Â