Mohon tunggu...
Susana Srini
Susana Srini Mohon Tunggu... -

Wong ndeso, tertarik ikutan memperhatikan masalah pendidikan, selalu rindu untuk dapat memberikan sumbangsih bagi upaya-upaya merawat bumi, anggota komunitas Sekolah Komunitas - Sodong Lestari (SoLes), anggota Galeri Guru/TRUE CREATIVE AID dan terlibat dalam Laskar Pena Hijau YBS Cikeas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji untuk Mamakwe, Mama Bumi

5 Juni 2016   15:09 Diperbarui: 5 Juni 2016   17:20 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari-hari selanjutnya tamu-tamu asing tersebut nampak makin sibuk. Penduduk yang tidak ikut bekerja dilarang berkunjung. Lokasinya dipagar kawat berduri. Mereka hanya dapat melihat dari kejauhan. Ada sebagian warga yang merasa senang karena lembah yang biasanya sunyi menjadi ramai dan terang. Mereka juga senang karena dapat menjual berbagai hasil kebun untuk ditukar dengan barang-barang baru. Namun banyak warga yang merasa was-was kalau-kalau Mamakwe marah karena para tamu itu bolak-balik mendaki ke bukit sakral bukan pada waktunya. Apalagi mereka menebangi pohon di lereng-lereng untuk membangun rumah dan pagar. Warga makin tercekam ketakutan ketika tangan raksasa alat besar berwarna kuning itu mulai menggaruk-garuk perbukitan. Kaki dan tubuh Mamakwe tercabik dengan luka kecoklatan menganga. Warga lembah Aningguk marah. Mereka mencari-cari keberadaan kepala suku.

***

Di suatu malam dingin yang menggigil, Pakuwa mendengar penggalan percakapan menegangkan para lelaki suku Sukurumuk. Ketika itu dirinya hendak mengantar minuman panas untuk mereka. Ia berhenti sebentar di balik pintu.

“Betul dugaanku, keramaian di lembah Aningguk akan melahirkan malapetaka bagi kita semua.” Kata laki-laki bersuara berat.

“Iya, tadinya kukira tamu itu orang-orang seperti mama Lilian yang akan membantu anak-anak kita. Bukankah saudara kita dari lembah Aningguk ramai membicarakan hal itu?” Laki-laki lain menimpali.

Si suara berat menyahut dengan nada kecewa, “Harusnya kita mengingatkan tetua suku Aningguk. Mungkin mereka sudah lupa Jajimamakwe. Gunung itu tak ada yang boleh menyentuhnya, apalagi merobek-robeknya. Itu ibu kita bersama.”

Pakuwa heran, mengapa ayahnya masih bergeming tanpa suara. Ia berpikir mungkin ayahnya sungkan karena yang dibicarakan adalah ayah Dhiblaa, orang yang telah melamar putrinya.

Rumah ilalang makin tegang. Hujan di luar menderas. Pakuwa belum berani membuka pintu. Percakapan itu menghadirkan hawa beku yang membuat dada sesak. Terdengar ada laki-laki yang terbatuk. Di sela batuknya ia mengatakan sesuatu yang mengagetkan Pakuwa, juga ayahnya. “Saudara kita kepala suku Aningguk telah menjual gunung itu. Mereka telah bersekongkol dengan para pencuri.”

Si laki-laki suara berat segera menimpali, “Beberapa utusan kita melihat dengan mata kepala sendiri, keluarga kepala suku Aningguk bahkan ikut bekerja dengan para perusak itu, demi perut mereka sendiri”

“Ha? Ikut bekerja? Ini jelas penghianatan. Harusnya mereka berbicara dengan kita perihal tamu-tamu itu.” Laki-laki lain berkata dengan nada tinggi.

Si suara berat dengan nada tak sabar menimpali. Kali ini suaranya parau menyayat, ” Dan mulai musim depan, kita mungkin tak akan pernah lagi merayakan Mamakwe. Bukit-bukit itu telah mereka injak-injak dan mereka potong-potong. Itu tempat di mana Mamakwe mengajar anak-anak kita tentang kehidupan: menanam pohon, belajar menciantai dan menjadi laki-laki dan perempuan sejati.”Laki-laki yang tadi batuk-batuk bersuara lagi dengan suara tercekat di kerongkongan, “Tetua Wanam, maaf mengapa engkau diam saja, apakah karena kita sedang membiacarakan calon besanmu?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun