[caption caption="FC"][/caption]
No . 102 Dinda Pertiwi
Bukan suatu kesengajaan ketika Manto menemukan buku itu di bangku ruang Kuliah. Kampus sudah sepi, kegiatanan perkuliahan hari itu sudah selesai sejam yang lalu.
‘AGENDA’, Manto membaca bagian depan buku berbingkai coklat tebal itu. Dibukanya halaman pertama buku itu, tertulis nama : Dina Mayarisa. Jl. Pleburan no 77 Semarang.
Manto segera menutup buku itu, dan berjalan menuju bagian administrasi kampus itu. Belum sampai di tempat tujuan timbul pikiran tentang dirinya sendiri, angan-angannya untuk menjadi seorang mahasiswa.
Dulu Manto adalah murid yang pandai di sekolahnya, sejak SD dia selalu mendapat ranking yang terbaik. Bapak dan emaknya ingin menyekolahkannya setinggi mungkin, walau bapaknya hanya seorang buruh bangunan, ibunya bekerja sebagai buruh pabrik rokok di kotanya. Karena nilai-nilainya yang bagus setamat SMP Manto dapat diterima di SMA Favorit di kotanya. Bapaknya tidak begitu keberatan ketika untuk masuk pertama kali harus membayar uang iuran ini itu karena bapaknya baru saja mendapat borongan sebuah bangunan gedung.
Sayang cita-cita Manto kandas di tengah jalan, karena baru naik ke kelas 2 bapaknya meninggal, terjatuh dari bangunan yang sedang dikerjakannya. Sejak itu Manto harus berpikir untuk membiayai dirinya sendiri dan meringankan beban emaknya yang hanya buruh rokok harian saja dan masih membiayain 3 orang adiknya.
Manto sibuk mencari akal untuk mendapatkan pekerjaan di luar jam sekolah. Untunglah Manto dapat diterima sebagai Cleaning Servis di sebuah perguruan tinggi. Walau untuk itu manto harus merelakan jam berajarnya. Setiap kali dia melihat mahasiswa yang hilir mudik di kampus, semangat untuk meneruskan cita-citanya semakin bergelora.
Gejolak hati Manto itulah yang menimbulkan keinginan untuk membawa pulang buku ‘ Agenda’ itu ke rumah, sebelum esok harinya akan dikembalikan ke bagiam administrasi untuk disampaikan kepada yang bersangkutan.
Sampai di rumah Manto langsung mengunci pintu kamarnya. Matanya terbelalak membaca lembar demi lembar buku itu. Yang isi membuatnya semakin kacau.
Minggu, 1 Januari 1989.
Capek! Ngantuk !
Om Dani ternyata begitu serius, di penghujung tahun dia benar-benar membuatku terbui. Bahkan melarangku menerima tamu lain. Gila…!
Rabu, 4 Januari 1989
Sialan …! Ujian tinggal 4 hari lagi, nggak punya catatan apa-apa …apalagi belajar.
Abis Om Dani siih selalu lengket.
Jum’at, 6 Januari 1989.
Ah…aku dekati saja si Tina, si anak lugu dan rajin ! Tina kelihatan senang menerima kado dari aku di hari ultahnya, karena mungkin hanya aku yang ngasih perhatian…kasian !
Ah…kan emang aku ada maunyaaa…
Senin , 9 Januari 1989.
Ujian pertama berjalan dengan mulus, Si Tina memang anak yang tahu balas budi, tak sia-sia aku memberinya bermacam-macam hadiah.
Om Dani…gimana sih, tahu kalau aku sedang ujian masih ngendon terus di kamar kontrakanku.
Kamis, 12 Januari 1989.
Hampir saja kertas ujianku di coret dosen berambut kribo itu, untung saja senyuman dan kerling mataku dapat menyelamatkan hasil contekanku dari Tina….iihh..dasar lelaki…!
Selasa, 17 Januari 1989.
Ujian tingak 2 matakuliah lagi, aku bisa mati kutu karena Tina gak ambil 2 matakuliah itu. Tapi Andi yang dulu pernah ngebet sama aku…lumayan penter juga …looh, pokok pasti ada kesempatan untuk dia lah …kalau dia mau nyontekin aku.
Sabtu, 21 Januari 1989.
Oke…!! Ujian tlah berlalu. Cabut pulkamnya seminggu lagi aah. Om Dani minta aku meneminya untuk rapat kerja di Bandung selama 3 hari…lumayaaan sekali kan !
Sabtu, 28 Januari 1989.
Sialaaan! Hampir saja aku kepergok sama istri Om Dani di sebuah Mall ketika sedang jalan bersama Om Dani, untung lagi banyak orang…dan loloslah Si Maya..cantik dan cerdik..!
Senin, 6 Pebruari 1989.
Pulang kampung ke rumah orang tua, aku harus pura-pura jadi anak yang manis. Sholat, ngaji dan membantu ibu di toko.
Om Dani dan om-om yang lain memang benar-benar telah merusak nalarku. Ibu bertanya, kenapa aku ada yang aneh, apa semua ibu akan merasakan yang sedang dijalani anaknya ya..?
Aku harus pandai menyembunyikan perilakuku selama ini di hadapan bapak ibuku.
Kamis, 9 Pebruari 1989.
Tadi bapak Tanya, kapan aku lulus? Jadi kapan yaaa…entahlaah !
Kata bapak usaha toko keluarga sudah diambang kebrangkutan. Barang-barang di toko semakin menyusut. Dan Bapak ibu tak pernah menceritakan hal ini padaku sebelumnya. Uang kiriman untukku biasa saja, tak pernah terlambat dan berkurang. Walaupun jumlahnya di bawah jumlah kebutuhanku sekarang, tapi uang dari om-om..itu lebih dari cukup kok.
Senin, 13 Pebruari 1989.
Aku harus segera balik ke Semarang dengan berbohong pada bapak ibu bahwa liburan telah usai.
Selasa, 14 Pebruari 1989.
Om Dani segera datang setelah aku telpon, dia makin kelihatan semakin muda dalam melepaskan kerinduannya padaku.
Kamis, 16 Pebruari 1989.
Aku harus lebih waspada, aku mulai memikirkan masa depan. Apa aku akan seperti ini terus. Aku tidak ingin menggangu ketentraman keluarga Om Dani, aku harus bisa melepaskan diri darinya sedikit demi sedikit.
Senin, 20 Maret 1989.
Kuliah sudah mulai, paling dosennya juga masih males, apalagi aku.
Om Dani jahaat, sudah 2 hari tidak muncul…aah ternyata aku sangat membutuhkannya.
Kamis, 23 Maret 1989.
Om Dani muncul lagi, katanya istri sedang dirawat di Rumah Sakit, aah…kasihan wanita itu, tahukah dia kalau suaminya sering bercinta denganku.
Selasa, 28 Maret 1989.
Aku pindah ke kontrakan yang lebih nyaman dan bagus berkan Om Dani. Dan dia pula yang membayar uang kontrakan ini. Om Dani bilang pada yang punya rumah, bahwa aku keponakannya, agar lebih leluasa mengunjungiku. Aah tapi aku gak mau jadi wanita simpanannya, aku lebih senang bebas bisa dengan siapa saja..! Apalagi Om Dani kelihatan lebih nekat mesra denganku walau ada teman-teman…ogah laah..!
Rabu, 29 Maret 1989.
Kuliah sudah mulai sibuk. Aku belum pernah mengikutinya sekali pun…tapi Rani berbaik hati untuk memenuhi absen untuk aku, kelihatan dia mulai tahu apa yang aku lakukan selama ini…dan kamu tertarik juga ya..Ran.
Sabtu, 1 April 1989.
Aku ikutin seminar tentang Masa Depan Bahasa dan Sastra Indonesia yang diadakan kampusku. Tapi sayang ternyata aku gak tertarik, gak ngerti apa yang mereka bicarakan..! tapi tak apalah sekedar menampakan diri saja..! biar seperti mahasiswi beneran,karena dulu awal-awal kuliah aku yang paling getol memberondong pertanyaan-pertanyaan bila ada acara-acara seminar dan diskusi seperti ini.
Minggu, 2 April 1989.
Aku katakan pada Om Dani bahwa aku tak ingin terikat padanya terus menerus. Tapi ternyata dia sudah bener-bener mabuk kepayang dengaku, bahkan dia mengatakan mau menikahiku, bahkan kalau aku inginkan bersedia untuk menceraikan istrinya dan hidup bersamaku.
Huuuuh..dasar laki-laki. Macam apa seperti itu..! Seenaknya sendiri tinggalkan anak istri demi perempuan lacur sepertiku. Kalau aku menerima ajakannya, kelak dia akan belaku sama denganku bila ketemu wanita yang lebih cantik dan menarik dariku…! Laki-laki biadab..!
Aku muak dengan laki-laki seperti itu, tapi aku telah banyak berhutang materi dengannya…tapi bukan berhutang budi, karena aku dan dia sama-sama bukan manusia berbudi.
Rabu, 5 April 1989.
Rayuan-rayuan Om Dani semakin membuatku muak..! sehingga aku sering marah-marah gak karuan padanya..! Aku harus menjauhinya sedikit demi sedikit, karena aku tahu bahwa istrinya adalah seorang istri yang baik tidak pantas aku menyakiti hatinya…
Kamis, 13 April 1989.
Seminggu sudah aku tinggalkan kontrakanku, aku katakan pada orang-orang bahwa aku pulang kampung, padahal aku hanya ingin menghindari Om Dani, aku tidur di rumah Rini teman baikku. Seminggu di rumah Rini aku jadi berpikir tentang kehidupanku sekarang, aku jadi ingat dengan orangtuaku di kampung halaman. Aaah..bisakah aku mininggalkan pekerjaanku selama ini sebagai ‘ayam kampus’ dan menjadi mahasiswi baik-baik…?
Minggu, 16 April 1989.
Hari ini aku kembali ke rumah kontrakan..! Inah , pembatu di rumah ini mengatakan kalau Om Dani bolak-balik mencariku. Teman-teman yang lain siih cuek-cuek saja..tak peduli keberadaanku, karena kita memang sudah saling tak peduli dengan orang lain, paling seyum bila kebetulan bertatap muka , begitu saja..! Semua sibuk dengan urusan masing-masing..!.
Senin, 17 April 1989.
Pagi-pagi aku rajin kuliah lagi, Tina kelihatan agak kaku ketika aku ajak ngobrol, sementara teman-teman acuh tak acuh saja, apa mungkin mereka sudah tahu profesiku selama ini ya..? atau memang diantara kami sudah tidak butuh berteman ?
Selasa, 18 April 1989.
Aku terima surat dan wesel dari orangtuaku di kampung, bapak mengabarkan bahwa toko sudah semakin tak ada yang bisa dijual, kami bangkrut tapi bapak tetap berpesan padaku untuk rajin belajar agar cepat lulus. Kasihan bapak pasti mengusahan uang dari sana-sini agar bisa tetap mengirimin aku uang tiap bulan.
Sabtu, 22 April 1989.
Om Dani muncul lagi, dia bertanya kenapa aku pergi tanpa berpamitan padanya lebih dahulu..
Aaah..enak aja aku bukan apa-apanya ngapain dia mau ngatur-ngatur, pakai marah pula..! Astaga pakai ngungkit-ungit semua yang pernah diberikan padaku ! Ingin rasanya aku mengembalikan semua pemberiannya..! aku sangat muak padanya..!
Setelahnya dia ngerayu lagi minta dilayani..iih jijik aah ..sama laki-laki macam itu..!
Jum’at, 28 April 1989.
Sejak peristiwa seminggu yang lalu kedatangan Om Dani tidak penah aku gubris..! Pemberiannya aku tolak..! aku tak ingin melayaninya lagi..jijik aah.!
Aku mulai dekat dengan Tina yang rajin kuliah, agar aku juga rajin sepertinya.
Kamis, 4 Mei 1989.
Lima hari sudah Om Dani tidak muncul..semoga dia sudah bisa melupakan aku ! uangku habis !
Baru kali ini aku merasakan kehabisan uang, aku bingung apakah jalanku bertobat akan gagal karena masalah uang..? Apakah aku akan kembali mencari om Dani-Om Dani lain ? kalau tidak dari mana aku memenuhi kebutuhanku, bapak sudah bilang bangkrut, aku tak tega kalau minta uang tambahan pada orangtua.
Minggu, 7 Mei 1989.
Untung Rini datang dan meminjami aku uang, paling tidak bisa untuk bertahan makan seminggu.Semoga aku bisa mengekang nafsuku yang selama ini telah aku umbar kepuasannya.
Lebaran sudah dekat..aku juga harus segera pulang.
Rabu 10, Mei 1989.
Bapak dan ibu kawatir karena aku pulang hanya sehari sebelum hari raya, disaat orang-orang sudah sibuk menyiapkan Idul Fitri, Apakah aku akan membohonginya terus menerus..? Duh..Tuhan, lebaran ini aku benar-benar ingin bertobat dan mohon maaf pada bapak ibu bahwa selama ini aku telah membohonginya.
Senin, 5 Juli 1989.
Lama banget aku gak ngisi buku ini, aku telah menyudahi semuanya. Aku ingin segera lulus, seminggu lagi ujian, aku harus belajar mengejar ketinggalanku.
Aaah… kesah Manto, dengan nafas panjang dia menutup buku ‘Agenda’ itu, pikirannya melayang-layang membaca kisah yang ditulis oleh seorang mahasiswi itu.
“ Beginikah kehidupan yang aku cita-citakan? “
“ Tidaak..! tidak semua mahasiswa-mahasiswi seperti itu !” gunamnya sendiri, Toh akhirnya mahasiswi itu menyadari kesalahannya, apakah kesadarannya itu akan membawa masa depannya lebih baik. “ Semoga Tuhan membimbingnya ke jalan yang benar “ , doa Manto dalam hati.
Untuk melihat karya yang lainnya dalam event ini silahkan kunjungi akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung dengan group FBFiksiana Community
Kudus, 12 April 2016
'Salam Fiksi'
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H