Saya dan suami sering mendapat kemudahan ketika mengurus administrasi baik di Madiun atau Jakarta. Hal ini mengundang pertanyaan sebagian teman saya, “Apa ada orang dalam dan menyuap?”
Kemudahan sebenarnya sawang sinawang, mereka tidak tahu proses yang kami jalani. Sama seperti ketika saya melihat keberhasilan orang lain "Ko mudah".
Suap pejabat pemerintah atau swasta demi keuntungan pribadi itu sama saja melakukan tindak pidana, karena diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1980.
Namun, di Indonesia yang terbiasa bertutur halus, menyuap diganti dengan ucapan terima kasih. Hal ini seperti sudah budaya. Ucapan terima kasih sering dianggap penyuapan yang disamarkan.
Penyuapan yang disamarkan bahasa populer dari gratifikasi yang sifatnya tidak transaksional. Ini dilakukan setelah atau sebelum kerja sama, biasanya berupa pemberian hadiah. Hadiah bisa berupa barang, uang, tiket pesawat, liburan gratis dan sebagainya.
Sedangkan penyuapan (Suap) bersifat transaksional dan langsung. Imbalan diberikan secara bersamaan dengan proses kerja sama yang sedang berlangsung, biasanya berupa uang.
Kisah kemudahan yang saya dapatkan, apakah ada hubungannya dengan suap?
Banyak kemudahan yang saya dapatkan ketika mengurus segala hal. Ketika orang lain harus antri lama, dipersulit karena persyaratan tidak lengkap, bolak balik ke kantor pemerintahan. Sedangkan saya ko apa-apa cepat, “Ko wes selesai, perasaan baru datang, aku antri sejak pagi belum dipanggil juga,” ujar teman yang sama-sama vaksin di puskesmas.
Yang paling saya ingat, ketika pertama kali mengurus visa schengen . Kami berangkat bukan untuk liburan atau undangan kedutaan, tetapi urusan bisnis dan dapat undangan dari yayasan tempat suami bekerja. Tiket pesawat dan booking hotel dikirim perusahaan melalui email. Saya hanya menyiapkan paspor dan asuransi perjalanan, foto copy rekening.
“Jangan diurus agen, saya antar ke kedutaan untuk pembuatan visa,” kata teman yang domisili di Jakarta. Dia berangkat juga ke Eropa bareng kami, hanya sudah ngurus visa duluan.
Singkat cerita saya dan suami menginap di rumahnya semalam. Sepanjang malam dia cerita kalau hingga saya datang visa-nya belum selesai. Ketika pengurusan banyak kendala dan mendapat perlakuan sinis dari petugas.
“Kalau saya bolak balik gak apa-apa, tinggal di Jakarta, jenengan, Mbak kan jauh,” katanya.
“Semoga nggak sulit, persyaratan sudah lengkap,” sahut saya.
“Saya ya sudah lengkap, tetapi ada saja, trus ketika balik lagi, pukul 11.00 sudah tutup, terpaksa ditunda hingga besok,” keluhnya
“Trus gimana?”
“Siapkan amplop saja, Mbak, untuk kemudahan,” sarannya.
Maksudnya baik, agar saya tidak mendapat kesulitan, tetapi, tidak berpikir dampak yang akan saya terima, jika melakukan suap.
“Jangan ah, kita ikuti prosedur saja,” sanggah saya.
“Atau bawa oleh-oleh,” sarannya lagi.
Waduh ... kalau di desa ngasih ketela, pisang, nangka, mangga ke tetangga sudah biasa. Jika ke kota bawa itu mirip si Kabayan saja, hehe.
***
Ternyata kekhawatiran teman itu tidak terbukti, begitu bertemu dengan petugas, kami disambut baik dengan senyum. Dia juga tidak judes, malah suami dapat gratisan, katanya sudah dapat fasilitas untuk difabel dari yayasan di Swiss. Waktunya pun super kilat, sehingga hari itu juga kami bisa ngejar kereta ke Madiun.
Ketika saya ceritakan kelancaran pembuatan visa ke teman saya itu, dia kaget, “Ko enak sekali ya, Mbak ngasih apa?”
“Nggak lah, saya kasih senyum saja, keramahan orang kampung,” jawab saya.
Pelajaran yang saya ambil dari kisah itu
Setiap perjalanan, pengalaman tentu ada hikmah agar lebih baik, sekecil apapun itu. Saya mengambil kesimpulan, jika ingin urusan itu dipermudah lakukan hal-hal berikut :
1. Jangan khawatir dengan apa yang belum terjadi.
Apa yang dialami orang lain, belum tentu kita alami. Mungkin, ketika teman saya mengurus visa, ada persyaratan yang belum lengkap, sehingga harus beberapa kali balik. Jika harus bolak balik, kita terima saja, lakukan sesuai prosedur, karena dari proses itu akan membentuk pribadi yang kuat, sabar. Kita pun jadi tahu proses pembuatan visa itu seperti apa.
Saya pernah bertemu seorang traveler ketika sama-sama mengurus visa tujuan ke Spanyol. “Saya biasanya pakai jasa agen, mulai sekarang akan mengurus dokumen sendiri, supaya tahu, Mbak,” katanya. Saya pun setuju dengan ucapan dia. Jangan khawatir mendapat kesulitan, karena nikmatnya di situ. Ketika ada kesulitan, kita dituntut untuk berpikir dan berusaha. Walaupun saya sering dipermudah urusan, bukan berarti tidak mendapat kesulitan. Namun, setiap kesulitan, saya menikmatinya sehingga menjadi mudah.
2. Jangan membiasakan memakai uang pelicin atau menyuap
Saya sering mendengar orang berkata, “Kurang duite, jadi dipersulit,” Memang untuk situasi dan orang tertentu hal itu sering terjadi. Oknum menerima pelicin karena ada jalan, kita yang mempersiapkan. Jika sudah di depan mata, siapa yang berani menolak. Itulah banyak yang terjebak kasus suap menyuap dan gratifikasi.
Tidak memberi hadiah, bukan berarti kita pelit, tetapi tempatkan pada situasi dan orang yang tepat. Siapa itu, tentunya orang-orang terkasih.
3. Usahakan bersikap baik, dan terapkan budaya 5 S
Bangsa Indonesia terkenal dengan budaya 5 S, sapa, senyum, salam, sopan, santun. 5 s tampak sederhana, tetapi, jika diterapkan pada saat yang tepat akan penuh makna. Sikap ini yang saya bicarakan dengan suami ketika hendak masuk ke kantor kedubes.
“Kita jangan bersikap judes, so ingin dihormati, kasih senyum yang ikhlas, kita gak punya uang untuk menyuap,"
Untuk senyum, sapa, santun, sudah kami terapkan dalam sehari-hari, bukan saat pengurusan visa saja, jadi tidak ada yang sulit.
4. Lakukan salat duha dan berdoa
Seperti yang telah kita ketahui, salat duha tujuannya untuk meminta rezeki dari Allah Swt., rezeki bukan saja urusan seberapa banyak uang yang kita peroleh. Sehat, kelapangan, kelancaran urusan adalah bagian dari rezeki. Kemudahan adalah milik Allah, kita hanya berusaha dan berdoa.
Setiap kemudahan yang kami dapatkan, bukan karena ada orang dalam atau menyuap. Jika pun ada orang dalam yang kami kenal, mereka hanya sekadar memberi jalan, mengingat suami pengguna kursi roda.
Pada hari antikorupsi ini, mari cegah korupsi dari diri kita sendiri, tolak budaya suap.
Salam,
Sri Rohmatiah
Baca juga : Fasilitas Umum di Indonesia Sudahkah Ramah Disabilitas?
Bahan bacaan : Gratifikasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H