Mohon tunggu...
Sri Maulida
Sri Maulida Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Researcher

Lecturer and Researcher

Selanjutnya

Tutup

Money

Lembaga Zakat (Infaq dan Sodakoh)

17 Juni 2015   22:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:09 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lembaga Zakat (Infaq dan Sodakoh)

Oleh : Sri Maulida S.E.Sy*

 

Pendahuluan

Dalam Al-Qur’an kata zakat berulang-ulang dan selalu diikuti dengan kata shalat yang yang menunjukkan umat Islam tidak cukup hanya dengan ibadah shalat saja, bahkan Allah SWT dengan tegas mengatakan kita bahwa baru dikatakan saudara seagama setelah melaksanakan taubat-shalat-zakat seperti dalam firmanNya:

Artinya: Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS.At-Taubah:11)

Mengeluarkan zakat bukan berarti kita memberi mereka, tetapi memang karena zakat tersebut merupakan hak mereka yang harus kita keluarkan, bahkan Allah SWT menegaskan sebagain dari harta tersebut milik mereka melalui firmanNya:

Artinya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian”.(QS.Adh-Dhariyat:19)

Sudah jelaslah bahwa apa yang kita keluarkan adalah memang karena ada hak orang miskin disana, setiap apa yang kita peroleh ada hak orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Mengenai komoditi zakat, syarat dan rukun zakat masih banyak masyarakat luas yang belum paham tentang ini, yang mereka kenal kebanyakan hanyalah zakat fitrah pada bulan Ramadhan. Padahal dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya melaksanaka tanggun jawab dalam membantu mengurangi kemiskinan[1] dan dimanfaatkan untuk mengurangi penyebab masalah sosial[2] serta membantu untuk meciptakan lapangan pekerjaan dan perekrutan tenaga kerja dalam mengurangi pengangguran[3] jika dana zakat digunakan untuk kegiatan yang produktif.

Zakat produktif agar dapat disalurkan secara profesional maka harus dikelola secara profesional juga, seperti lembaga zakat. Jika melihat perkembangan pembangunan ZIS di tanah air, maka sejak dekade 1990 telah tumbuh berbagai macam lembaga pengelola zakat yang berusaha mengedepankan prinsip-prinsip manajemen modern dalam prakteknya.

Pemerintahpun sepertinya juga memiliki perhatian yang cukup besar terhadap potensi dana zakat yang kemudian dianggap pelaksanaan zakat secara efektif adalah melalui organisasi pengelola zakat. Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999, dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (pasal 6) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (pasal 7) yang dibentuk oleh masyarakat.

Tulisan ini akan memperkaya wawasan kita tentang zakat, lembaga zakat, komoditi zakat, serta bagaimana pengelolaan lembaga zakat. Diharapkan dengan adanya lembaga-lembaga zakat ini distribusi zakat dapat berjalan sesuai peraturan dan fungsinya dalam perekonomian modern.

Pengertian Zakat

Zakat adalah isim masdar dari kata zaka-yazku-zakah. Oleh karena kata dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan bertambah.[4] Zakat berarti suci, tumbuh, bertambah, dan berkah. Dengan demikian, zakat itu membershkan (menyucikan) diri seseorang dan hartanya, pahala bertambah, harta tumbuh, dan membawa berkat.[5] Kata dasar Zaka  berarti bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan, tanaman itu zaka, artinya tumbuh, sedangkan sesuatu yang bertambah disebut zaka artinya bertambah.[6]

Seseorang yang telah mengeluarkan zakat maka dapat mensucikan hati mereka, Yuzuf Qardawi mengutip pendapat Ibnu Taimiah yang mengatakan bahwa jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaan akan bersih pula: bersih dan bertambah maknanya.[7] Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat at-Taubah ayat 103 :

Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: at-Taubah: 103)

Dari ayat diatas dapat digambarkan bahwa dengan mengeluarkan zakat para muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dapat membersihkan dan mensucikan hati mereka terutama dari sifat tercela seperti kikir dan rakus.

Zamakhsyari menyebutkan sebagaimana yang telah dikutip oleh Qardawi, zakat dari segi istilah fikih berarti sejumalah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.[8] Fakhruddin mengutip pendapat Abdurrahman al-Jaziri yang mengatakan kata zakat secara bahasa bermakna al-tathhir wa al-nama. Sedangkan secara terminology (istilah), zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada mustahiq (penerima zakat) dengan syarat-syarat tertentu.[9]

Didin Hafidhuddin mengutip Majma’ al-Lughah al-Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith menyatakan bahwa zakat ditinjau dari segi bahasa mempunyai bebrapa arti, yaitu al-Barakah (keberkahan), al-nama’ (pertumbuhan dan perkembangan), al-thaharah (kesucian), dan al-shalah (keberesan).[10]

Kata zakat dalam al-Qur’an disebutkan sebnayak tiga puluh kali, depalan kali diantaranya terdapat dalam satu surat makiyah dan selainnya terdapat dalam surat-surat madaniyah.[11] Di antaranya dua puluh tujuh kali disebutkan dalam ayat bersama salat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama dengan salat tetapi tidak didalam satu ayat, yaitu pada al-Qur’an Surat Al-Mu'minuun Ayat 2 dan ayat 4, yang artinya “(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam salat, kemudian ayat “dan orang-orang yang menunaikan zakat”.[12]

Dapat disimpulkan bahwa zakat selain sebagai pembersih diri seseorang, zakat juga dapat menyuburkan dan mengembangkan harta seseorang. Walaupun pada jumlah fisik dapat mengurangi harta, tetapi Allah SWT akan mengganti harta tersebut dengan yang lebih baik dan lebih bermanfaat dari sebelumnya. Bahkan keutamaan tersebut dibahas dalam Al-Qur’an berdampingan dengan sholat manusia. Untuk itu sebagai umat muslim kita wajib mengetahui harta apa saja yang wajib di zakati atau harta apa saja yang perlu dibersihkan setiap tahunnya.

 

 

Harta Yang Wajib Dizakati

Zakat dibagi menjadi dua yaitu zakat Nafs (jiwa), dan zakat mal (harta) adapun pengertiannya sebagai berikut:a) Zakat Nafs (jiwa) atau zakat fitrah adalah zakat untuk mensucikan diri. Zakat ini dikeluarkan dan disalurkan pada saat bulan Ramadhan sebelum tanggal 1 Syawal, zakat ini berbentuk bahan pangan atau makanan pokok. b) Zakat Mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat[13].

Berikut jenis harta dan ketentuan wajib zakat sesuai instruksi menteri Agama RI, nomor 5 tahun 1991:

  • Pertanian
  • Padi

Nisab 815 kg. Beras/1481 kg. Gabah dengan kadar 5% – 10% setiap kali panen. Timbangan beras sedemikian itu adalah bila setiap 100 kg gabah menghasilkan 55 kg beras. Kalau gabah itu ditakar ukuran  takarannya adalah 98,7 cm panjang, lebar dan tingginya.

  • Biji-bijian, jagung, kacang, kedelai dlsbnya

Senilai nishab padi 5% – 10% tiap panen. Menurut mazhab Hambali yang wajib dizakati hanya bijibijian yang tahan disimpan lama. Manurut mazhab Safi’I yang wajib dizakati hanya bijibijian yang disimpan lama dan menjadi makanan pokok.

  • Tanaman hias; anggrek dan segala jenis bunga-bungaan serta Rumput-rumputan; rumput hias, tebu, bambu dlsb-nya.

Senilai nishab padi 5% – 10% tiap panen Menurut mazhab Hanafi wajib dizakati dengan tanpa batasan nisab. Menurut mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori zakat perdagangan dengan kadar zakat 2,5 %).

 

  • Buah-buahan: kurma, mangga, jeruk, pisang, kelapa, rambutan, durian dsb.

Senilai nishab padi 5% – 10% tiap panen. Menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali, selain kurma dan anggur kering (kismis) wajib dizakati apabila dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori zakat perdagangan dengan kadar zakat 2,5 %).

  • Sayur-sayuran: Bawang, wortel, cabe,

Seukuran nisab padi 5%/10% Tiap Panen. Menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali tidak wajib dizakati, kecuali dimaksudkan untuk bisnis (masuk kategori perdagangan).

  • Emas dan perak
  • Emas Murni

Emas murni. Senilai 91,92 gram emas murni 2,5 % tiap Tahun Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 107,76 gram. Menurut Yusuf al Qordlawi nisabnya senilai 85 gram

  • Perhiasan perabotan/ perlengkapan rumah tangga dari emas

Senilai 91,92 gram. Emas murni 2,5% Tiap Tahun. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal, menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hamballi tidak wajib dizakati.

Senilai 642 gram perak 2,5% Tiap Tahun Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 700.

  • Perhiasan perabotan / perlengkapan rumah tangga dari perak

Senilai 642 gram Perak 2,5% Tiap Tahun. Perhiasan yang dipakai dalam ukuran yang wajar dan halal, menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali tidak wajib dizakati.

  • Logam mulia, selain emas dan perak seperti platina dlsb-nya.

Senilai 91,92 gram emas murni 2,5% Tiap tahun Menurut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali tidak wajib dizakati kecuali di perdagangkan (dikatagorikan zakat perdagangan).

 

  • Perdagangan dan Jasa

Senilai 91,92 gram emas murni 2,5% Tiap tahun Menurut mazhab Hanafi, nisabnya senilai 107,76 gram. Menurut Yusuf al Qordlawi nisabnya senilai 85 gram.

  • Kambing, Domba dan kacangan

40 – 120 ekor 1 ekor domba umur 1 tahun / kacangan umur 2 tahun Tiap tahun ekor, zakatnya tambah 1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2 tahun. Jika 121-200 ekor maka 1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2 tahun tiap tahun.

  • Sapi, kerbau

30 ekor: 1 ekor umur 1 tahun 1 ekor umur 2 tahun 2 ekor umur 1 tahun dan 40 ekor, 60 ekor, 70 ekor: 2 ekor umur 2 tahun Tiap tahun. Setiap bertambah 30 ekor zakatnya 1 ekor umur 1 tahun. Setiap bertambah 40 ekor, zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun.

  • Tambang Emas

Senilai nisab emas sebesar 2,5 Kg Ketika memperoleh Menurut mazhab Maliki dan Syafi’I, harta terpendam selain emas dan perak tidak wajib dizakati.Menurut mazhab Hanafi, harta terpendam selain logam tidak wajib dizakati.

  • Zakat Fitrah

Punya kelebihan makanan untuk keluarga pada hari Idul Fitri 2,5 Kg. Akhir bulan Ramadhan Menurut mazhab Hanafi, kadarnya 3,7 Kg.Menurut Mahmud Yunus kadarnya 2,5 kg.

 

 

Syarat dan Rukun Zakat

Syarat Zakat

  1. Islam

Menurut Ijma’, zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan ibadah mahdhah yang suci seangkan orang kafir bukan orang yang suci.[14]

Sesuai dengan hadist dari Ibnu Umra ra “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadan kepada setiap orang muslim, laki laki atau perempuan, merdeka atau hamba sahaya (budak), yaitu satu sha’ kurma atau gandum.” (HR Bukhari Muslim).

  • Baligh dan berakal

Keduanya dipandang sebagai syarat oleh mazhab Hanafi. Dnegan demikian, zakat tidak wajib diambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab keduanya tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib melakukan ibadah seperti salat dan puasa. Sedangkan menurut jumhur, keduanya bukan merupakan syarat, oleh karena itu zakat wajib dikeluarkan oleh walinya.[15]

  • Milik penuh

Milik penuh maksdunya adalah bahwa kekayaan itu harus berada dibawah kontrol dan di dalam kekuasaanya, atau seperti yang dinyatakan dalam ahli fiqih bahwa kekayaan itu harus berada ditangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat di pergunakan, dan faedahnya dapat dinikmatinya.[16]

Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas budak, karena ia tidak mempunyai hak milik. Semua miliknya adalah milik tuannya, pada dasarnya menurut jumhur, zakat diwajibkan atas tuan karena dialah yang memiliki harta hambanya.[17]

  • Berkembang

Ketentuan tentang kekayaan yang wajib zakat adalah bahwa kekayaan itu dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang, berkembang dalam arti bahwa sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, bagi hasil, pendapatan, keuntungan investasi dan pemasukan.[18]

Harta yang disyaratkan produktif, yaitu berkembang. Yang dimaksud berkembang disini adalah harta tersebut disiaokan untuk dikembangkan, baik dalam perdagangan atau diternakkan. zakatnya harus berupa harta yang berkembang aktif, atau siap  unutk berkembang, yaitu harta yang memberi keuntungan dan manfaat kepada pemiliknya.

  • Cukup Senisab

Islam tidak mewajibkan zakat atas seberapa saja besar kekayaan yang berkembang sekalipun kecil sekali, tetapi memberi ketentuan sendiri yaitu sejumlah tertentu yang dalam ilmu fikih disebut nisab.[19] Nisab yang ditentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar yang mewajibkannya zakat.[20]

  • Lebih Dari Kebutuhan Biasa

Di antara ulama-ulama fikih ada yang menambahkan ketentuan nisab kekayaan yang berkembang itu dengan lebihnya kekayaan itu dari kebutuhan biasa pemiliknya, karena dengan lebih dari kebutuhan biasa itulah seseorang disebut kaya dan menikmati kehidupan yang tergolong mewah.[21]

Namun dalam kehidupan sehari-hari jika kita ingin aman dalam menggunakan harta maka apa yang kita dapat maka disana ada jatah fakir miskin didalamnya, maka lebih baik berzakat atau infak sedekah tidak menunggu kelebihan harta.

  • Bebas dari Hutang

Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus lebih dari kebutuhan primer di atas harus cukup senisab yang bebas dari hutang. Bila pemilik harta mempunyai hutang yang dapat mengurangi jumlah senisab itu, maka zakat tidak wajib, kecuali dari sebagian ulama berpendapat bahwa kekayaan yang berkaitan dengan kekayaan tunai.[22]

  • Berlalu Setahun

Maksudnya adalah bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas tahun Qamariyah. Persyaratan setahun ini hanya untuk jenis ternak, uang, dan harta dagang, yaitu yang dapat dimasukkan ke dalam istilah zakat modal.[23] Zakat itu dikenakan terhadap berbagai macam modal yang telah terkumpul sebagai suatu kelebihan pada akhir setipa tahun. Zakat dikenakan setahun sekali terhadap modal (bukan investasi) setelah dikurangi pengeluaran setiap tahun. Semua jenis modal yang telah dimiliki selama dua belas bulan penuh akan dikenakan zakat.[24]

Rukun Zakat[25]

  1. Mengeluarkan sebagian dari harta;
  2. Melepaskan kepemilikan atas harta;
  3. Menjadikannya sebagai milik mustahik;
  4. Diserahkan kepada mustahik atau diserahkan kepada orang yang bertugas memungut zakat.
  5. Mustahik :

1). Fakir: Memerlukan bantuan agar mampu menjalani hidup;

2). Miskin: Orang yang dalam keadaan kekurangan;

3). Amil: Pengurus zakat;

4). Mualaf: Orang yang hatinya didorong dalam kebenaran;

5). Memerdekan Budak: Tawanan Perang

6). Orang yang berhutang: Petani berhutang untuk meningkatkan hasil tani mereka;

7). Fi Sabilillah: Penuntut ilmu dijalan Allah;

8). Ibnu Sabil : bukan dalam perjalanan yang diharamkan.

Zakat dalam Sejarah Muslim

  1. Zakat dalam Periode Mekkah

Dalam sejarah muslim zakat baru diwajibkan di Madinah, namun al-Qur’an sudah membicarakan zakat dalam ayat-ayat yang turun di Mekkah. Zakat yang dimaksudkan dalam ayat-ayat yang turun di Mekkah  tidak sama dengan ayat-ayat yang turun di Madinah, dimana besar dan nisabnya sudah ditentukan, orang-orang yang mengumpulkan dan membagikannya sudah diatur, dan negara bertanggung jawab mengelolanya.[26]

Zakat di Mekkah adalah zakat tak terikat dimana tidak ditentukan batas dan besarnya, sehingga zakat pada periode ini diserahkan saja sesuai suka rela dan perasaan tanggung jawab terhadap fakir sebagai tanggung jawab sesama orang yang beriman.

  1. Zakat dalam Periode Madinah

Sejarah menyebutkan bahwa pada masa awal Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, muncul masalah sosial-ekonomi, yakni banyaknya warga madinah yang hidup dibawah garis kemiskinan, sehingga hal tersebut cukup mengkhawatirkan.[27]

Oleh karena itu maka zakat diterapkan di Madinah, namun sebelum tahun ke-2 Hijrah pada mulanya zakat diwajibkan tanpa ditetapkan kadarnya dan tanpa pula diterangkan denga jelas harta yang dikeluarkan zakatnya serta orang yang menerimanya hanya dua golongan saja yaitu fakir dan miskin. Jumlah dan jenisnya dikeluarkan dengan sekehendak muzakki sendiri.[28]

Pada tahun ke-2 Hijrah barulah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan serta kadarnya masing-masing. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat diwajibkan pada tahun kedua setelah hijrah namun yang menerimanya masih golongan fakir dan miskin saja.

Pada tahun ke-9 hijrah zakat diwajibkan beserta dengan penambahan golongan mustahik, ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Pada tahun tersebut Allah SWT menurunkan surat at-Taubah yang berbunyi :

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS: At-Taubah Ayat: 60)

Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa zakat diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah. Sedangkan ayat yang turun pada tahun ke-9 hirah al-Qur’an surah at-Taubah ayat 60 merupakan penjelasan zakat secara jelas dan ekplisit.

  1. Zakat pada Masa Rasul dan Sahabat

Pelaksanaan zakat di zaman Rasulullah SAW dan yang kemudian diteruskan oleh para sahabatnya dilakukan dengan cara: para petugas yaitu Sayyidina Umar bin Khattab ra, Muadz bin jabal, Ibnu Lutabiyah, Abu Mas’ud, Abu Jahm, Uqbah bin Amir, Dhahaq, Ibnu Qais dan Ubadah bin al-Samit mengambil zakat dari para muzakki atau muzakki sendiri yang secara langsung menyerahkannya ke Bait al-Mal, lalu para petugas (amil zakat) mendistribusikan kepada para mustahik yang tergabung dalam ashnaf tsamaniyah.[29]

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, masalah keakuratan perhitungan zakat sangat diperhatikan dan Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Abu Bakar mengatakan “Aku akan memerangi siapa yang memnedakan shalat dan zakat (yakni orang yang shalat, tapi tidak berzakat) karena zakat merupakan hak Allah terhadap harta.[30]

Sebagaimana pada masa Rasulullah SAW, pemerintahan Umar bin Khatab memposisikan zakat sebagai sumber pendapatan utama negara Islam. zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam memecahkan masalah perekonomian secara umum[31], sehingga ekonomi Islam pada masa ini meraih kesuksesan dan keberhasilan yang sangat fantastis. Keadilan tidak hanya berlaku untuk muslim namun juga non-musluim. Karena khalifah Umar bin Khatab banyak negeri yang telah ditundukkan dan banyak harta yang mengalir ke Khilafah Islamiyah sehingga Umar bin Khatab banyak membangun rumah-rumah tempat menyimpan harta dan mengangkat banyak staf yang bekerja dibawah lembaga Bait al-Mal.[32]

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan dilaporkan bahwa untuk mengamankan dari gangguan dan masalah pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, Usman mendelegasikan kewenangan untuk menaksir kepemilikannya sendiri.[33] Pada masa Usman ini muzakki diperbolehkan membayar zakat barang seperti uang kontan, emas dan perak kepada mustahik yang membutuhkan. Sedangkan untuk zakat pertanian, buah-buahan dan ternak dibayarkan melalu Bait al-Mal.

Pada masa Ali bin Abi Thalib kondisi Bait al-Mal ditempatkan kembali pada posisi sebelumnya. Meskipun terajdi kekacauan politik pada masa ini khalifah tidak menggunakan hasil zakat untuk mempertahankan diri sendiri dan kaum muslimin. Kondisi politik tersebut juga tidak menghalanginya untuk mengatur sistem kolektif pengumpulan dan pembagian zakat.

Pelaksanaan pemungutan zakat pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin merupakan bukti penting arti zakat untuk pembangunan negara serta pemberdayaan ekonomi. Sehingga zakat sangat efektif untuk meningkatakan kesejahteraan masyarakat.

Lembaga Pengelola Zakat

Pelaksanan zakat didasarkan pada surah at-Tauabah ayat 60 :

Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS: At-Taubah Ayat: 60)

Juga pada firman Allah SWT dalam surah at-Taubah ayat 103

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS: At-Taubah Ayat: 103)

Dalam surah at-Taubah: 60 tersebut dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah orang-orang yang berhak untuk mengurus zakat. Sedangkan dalam at-Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil dari muzakki dan diberikan kepada mustahik, orang yang mengambil zakat tersebut adalah para petugas (amil).[34]

Di Indonesia, Sejak dikeluarkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 23 tahun 2011, sampai saat ini sudah ada 180 Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang tercatat sebagai anggota FOZ, disamping ada ratusan Badan Amil Zakat (BAZ) yang dikelola oleh pemerintah, serta belum ditambah lagi dengan lembaga amil zakat lainnya yang belum terdaftar dalam anggota FOZ maupun BAZ.[35]

Dalam UU No. 23 tahun 2011 pasal 18 Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin sebagaimana dimaksud hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:

  1. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
  2. Berbentuk lembaga berbadan hukum;
  3. Mendapat rekomendasi dari baznas;
  4. Memiliki pengawas syariat;
  5. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
  6. Bersifat nirlaba;
  7. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
  8. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara

Peraturan dan Fungsi Zakat dalam Perekonomian Modern

Sejak tahun 1999, zakat secara resmi masuk kedalam ranah hukum positif di Indonesia dengan keluarnya Undang-Undang RI No. 38 tahun1999 tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian direvisi dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat resmi diundangkan dan masuk dalam Lembaran Negera Republik Indonesia bernomor 115 setelah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 25 November 2011. Lahirnya UU Nomor 23 tahun 2011 menggantikan UU No. 38 tahun 1999 yang sebelumnya telah menjadi payung hukum pengelolaan zakat. Struktur dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat ini terdiri dari 11 Bab dengan 47 Pasal. Dalam Undang-Undang ini juga mencantumkan ketentuan pidana dan ketentuan peralihan.[36]

Dalam UU Nomor 23 tahun 2011 pasal 6 dan 7 ayat 1 dijelaskan, 5 peran BAZNAS menjadi lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Fungsi BAZNAS disebutkan sebagai perencanaan, pelaksana, pengendalian baik dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu, pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Jika kemampuan BAZNAS pada Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 memiliki kewenangan yang terbatas sehingga dari sisi pengumpulan maupun pendistribusian tidak sebanding dengan LAZ. Akan tetapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang BAZNAS akan sangat leluasa dengan memiliki hirarki dan jaringan hingga tingkat struktur yang paling bawah bawah.[37]

Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal, memiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut :

  1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;
  2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustah}iq zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat daripada muzakki;
  3. Untuk mencapai efisien dan efektivitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat;
  4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat di serahkan langsung dari muzakki kepada mustah}iq meskipun secara hukum syari’ah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan ummat akan sulit di wujudkan.

Secara eksplisit tujuan dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah untuk mendongkrak dayaguna dan hasil guna pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah di Indonesia. Karena itu pengelolaan zakat harus dilembagakan (formalisasi) sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, harus memenuhi asas-asas amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilias sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Di samping itu, pengelolaan zakat juga bertujuan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.[38]

Fungsi zakat yang terpenting adalah mempersempit ketimpangan ekonomi di dalam masyarakat hingga kebatas yang mimimal mungkin. Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi diantara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak tumbuh semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.[39]

Dalam perekonomian modern sektor pertanian, industri dan jasa merupakan objek penting dalam pembahasan zakat. Dalam sektor pertanian, setelah negara ikut dalam persoalan-persoalan yang dihadapi di dunia pertanian, ada bagian-bagian yang perlu dibahas lebih lanjut. Sektor industri merupakan sektor yang terus mengalami peningkatan peran dan memberikann sumbangan yang semakin besar dalam perekonomian suatu negara. Maka sektor ini merupakan sumber zakat yang sangat penting pada masa modern ini. sektor jasa menjadi barometer sebuah perekonomian negara, karena kecenderungan perannya yang semakin dominan. Sektor ini banyak menghasilkan bidang usaha baru yang karakteristiknya unik seperti perdagangan saham, pasar bursa efek, penjualan obligasi, dan perdagangan mata uang yang melibatkan modal dan keuntungan yang luar biasa.[40]

Adapun sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern adalah sebagai berikut : Zakat Profesi, Zakat Perusahaan, Zakat Surat-Surat Berharga (Zakat Saham dan Zakat Obligasi), Zakat Perdagangan Mata Uang, Zakat Hewan Ternak yang Diperdagangkan, Zakat Madu dan Produk Hewani, Zakat Investasi Properti, Zakat Asuransi Syariah, Zakat Usaha Tanaman Anggrek, Sarang Burung Walet, Ikan Hias, dan Sektor Modern Lainnya, Zakat Sektor Rumah Tangga Modern.[41]

Penutup

Pada bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya melaksanaka tanggun jawab dalam membantu mengurangi kemiskinan dan dimanfaatkan untuk mengurangi penyebab masalah sosial serta membantu untuk meciptakan lapangan pekerjaan dan perekrutan tenaga kerja dalam mengurangi pengangguran jika dana zakat digunakan untuk kegiatan yang produktif. Saat ini peran lembaga zakat sangat dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat walaupun terdapat sejumlah kendala yang harus dihadapai diantaranya:

  1. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan makna, tujuan dan hikmah zakat.
  2. Pengaruh sistem perekonomian kapitaslisme dalam mayarakat yang begitu kental.
  3. Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan zakat yang masih kurang teratur.
  4. Kurangnya implementasi dari pemerintah terhadap undang-undang zakat.

Pengembangan lembaga zakat dapat dilakukan dengan melakukan beberapa strategi berikut:

  1. Memahamkan masyarakat akan zakat bukan hanya dari sudut keagamaan saja.
  2. Peningkatan kordinasi antar lembaga zakat, agar tercipta kondisi yang baik.
  3. Implementasi undang-undang zakat dari pemerintah yang perlu ditingkatkan.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Zuhaili, Wahbah, 2008, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab, alih bahasa: Agus Effendi dan Bahruddin Fananny, cet. Ke-7, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ash-Shiddieqy, T.M Hasbi, Tanpa tahun, Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang.

Fakhruddin, 2008, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN-Malang Press.

Fuadah Johari, dkk, The Roles of Islamic Social Welfare Assistant (Zakat) for the Economic Development of New Convert, Middle-East Journal of Scientific Research 18 (3): 330-339, 2013.

Hafidhuddin, Didin, 2004, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press.

Hasan, M. Ali, 2006, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasai Problema Sosial di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Juanda, Gustian, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta: Raja Grafindo, 2006.

Mek Wok Mahmud and Sayed Sikandar Shah, The Use of Zakat Revenue in Islamic Financing: Jurisprudential Debate and Practical Feasibility, Journal: Studies in Islam and the Middle East, vol. 6, no. 1, 2009, Article 2.

Multifiah, Pengaruh Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) terhadap kesejahteraan Rumah Tangga Miskin, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial (Sosial Science) VOL.21 – No.1 Pebruari 2009.

Qardawi, Yusuf, 1973, Hukum Zakat: Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qu’an dan Haduts, alih bahasa:Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanuddin,cet. Ke-2, Jakarta: Pustaka Litera Antarnusa.

Rahman, Afjalur, 2002, Doktrin Ekonomi Islam Jilid III, Cet. Ke-2, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.

Suandi, Eliza Rose Yuniar, 2014, Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat Pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Kota Bandung, Skripsi.

Sudarsono, Heri, 2013, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 4, cet. ke-2, Yogyakarta: Ekonosia.

UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

 

[1] Multifiah, Pengaruh Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) terhadap kesejahteraan Rumah Tangga Miskin, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial (Sosial Science) VOL.21,  No.1, Pebruari 2009, hlm. 2.

[2] Mek Wok Mahmud and Sayed Sikandar Shah, The Use of Zakat Revenue in Islamic Financing: Jurisprudential Debate and Practical Feasibility, Journal: Studies in Islam and the Middle East, vol. 6, no. 1, 2009, Article 2, hlm. 14.

[3] Fuadah Johari, dkk, The Roles of Islamic Social Welfare Assistant (Zakat) for the Economic Development of New Convert, Middle-East Journal of Scientific Research 18 (3): 330-339, 2013, hlm. 330.

[4] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 14.

[5] M. Ali Hasan, Zakat dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasai Problema Sosial di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 15.

[6] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qu’an dan Haduts, alih bahasa:Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanuddin,cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Litera Antarnusa, 1973), hlm. 34.

[7] Ibid., hlm. 35.

[8] Ibid., hlm. 34.

[9] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen..., hlm. 15.

[10] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 7.

[11] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen..., hlm. 18.

[12] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi ..., hlm. 39.

[13] Juanda, Gustian, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta: Raja Grafindo, 2006, hlm.18.

[14] Wahbah al-Zuhaili, Zakat: Kajian Berbagai Mahzab, alih bahasa: Agus Effendi dan Bahruddin Fananny, cet. Ke-7 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 99.

[15] Ibid., hlm. 101.

[16] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi ..., hlm. 128

[17] Wahbah al-Zuhaili, Zakat: Kajian Berbagai..., hlm. 98.

[18] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi ...,hlm. 138.

[19]Ibid.,hlm. 149.

[20] Wahbah al-Zuhaili, Zakat: Kajian Berbagai..., hlm. 102.

[21] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi ...,hlm. 150.

[22]Ibid., hlm. 155.

[23] Ibid., hlm. 161

[24] Afjalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid III, Cet. Ke-2, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 2002), hlm. 259.

[25] Wahbah al-Zuhaili, Zakat: Kajian Berbagai..., hlm. 98.

[26] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: Studi ...,hlm. 60-61.

[27] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen..., hlm. 215.

[28] T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang), hlm. 31.

[29] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen..., hlm. 267.

[30] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 4, cet. ke-2, (Yogyakarta: Ekonosia, 2013), hlm 267.

[31] Ibid., hlm 268.

[32] Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen..., hlm. 231.

[33] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga..., hlm 269.

[34] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomia..., hlm. 125.

[35] Eliza Rose Yuniar Suandi, Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat Pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Di Kota Bandung, Skripsi, dipublikasikan oleh Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014), hlm. 2.

[36] Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

[37] Pasal 6 dan 7, UU No. 23 tahun 2011.

[38] Pasal 3, UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

[39] Afjalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam ..., hlm. 251.

[40]Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian..., hlm. 90.

[41]Ibid., hlm 91-121.

 

*Mahasiswi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Program Studi Hukum Islam, Konsentrasi Keuangan dan Perbankan Syariah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun