Mohon tunggu...
Dr Sri Herowanti
Dr Sri Herowanti Mohon Tunggu... Pengacara - Peneliti dan praktisi hukum
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Doktor Ilmu Hukum dengan Judul Disertasi Pembentukan Norma Hukum Nasional sebagai Dasar Pelaksanaan Reklamasi .Aktif melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah pengadaan tanah di Indonesia, terutama yang menggunakan metode reklamasi. Kegiatan sehari-hari juga sebagai praktisi hukum pada Kantor Hukum Sri Herowanti Susilo dan Rekan. Aktif menjadi Anggota PERHAKHI Bidang Kajian Hukum dan Undang-Undang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengadaan Tanah Melalui Reklamasi dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

31 Desember 2022   21:00 Diperbarui: 31 Desember 2022   22:59 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena itu, keberadaan hukum administrasi negara sangat vital bagi kehidupan bernegara karena eksistensinya sebagai alat untuk mengimplementasikan negara kesejahtraan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Dalam perkembangannya di negara modern yang mengedepankan demokratitasi dalam kehidupan bermasyarakat, hukum administrasi bukan lagi sebagai alat kekuasaan atau kewenangan, melainkan sudah menjelma menjadi instrument atau alat (tool) untuk menyejahterakan rakyatnya.

Hal itu disebabkan bangunan negara pemerintahan tidak lagi berupa bangunan kekuasaan di mana pejabat pemerintah hadir sebagai manajer tertingginya, melainkan hadir sebagai representasi negara yang berada dalam "kedaulatan rakyat" untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, negara memberlakukan sistem administrasi untuk mengurus segala kegiatan pemerintahan dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi warganya. Dalam perkembangan arus teknologi informasi yang sedemikian pesat seperti saat ini, administrator sudah seharusnya diberi ruang hukum yang cukup untuk menampung kecepatan perubahan aktivitasnya supaya mencapai kesejahteraan yang diharapkan. 

Mengingat negara kesejahteraan merupakan bentuk pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat (social welfare), maka hukum administrasi negara sebagai alat atau pedoman bagi pelaksanaan negara kesejahteraan harus diterapkan secara efektif. Selain itu, hukum administrasi negara sebagai "panglima" bagi berjalannya negar kesejahteraan harus mampu menjawab berbagai perkembangan dan dinamika dalam kehidupan bermasyarakat.

Hukum administrasi yang ebih mengedepankan norma hukum sebagai patron administrasi, sudah saatnya lebih mengutamakan norma hukum sebagai penggerak administrasi dalam upaya menyejahterakan rakyat. Hukum administras sebagai patron administrasi memang menghasilkan keteraturan dan keberlangsungan, tetapi pada saat yang sama justru dapat menjadikan posisi "kekuasaan" lebih kuat dari "pelayanan". Kondis itersebut justru menghambat kecepatan gerak administrasi dalam melaksanakan fungsinya dalam negara kesejahteraan. 

Bahkan dalam beberapa kasus, kondisi ini tidak jarang menimbulkan kasus hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi, karena justru dapat menghambat administrator dalam upaya menyejahteraan rakyat. Melihat kondisi tersebut, maka administrator harus diberi ruang untuk menampung kecepatan perubahan aktivitasnya. Ruang gerak yang dibutuhkan administrator tersebut, antara lain diskresi atau dikenal juga dengan asas freies ermessen. Tujuan prinsip freies ermessen, di antaranya untuk memudahkan administrator dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum di tengah tantangan perubahan zaman yang serba cepat dan dinamis. 

Diskresi menjadi sarana ketika ada kekosongan atau kevakuman atas ketiadaan suatu aturan dalam mekanisme tertentu ketika suatu peristiwa konkrit yang mendesak untuk segera diambil suatu keputusan. Diskresi menjadi terobosan untuk mendobrak stagnasi, mencari jalan pintas supaya suatu program dapat berjalan dengan baik, atau menyiasati sesuatu agar tujuan yang diinginkan cepat tercapai. Meskipun dalam kasus tertentu, penggunaan diskresi bisa saja melahirkan peluang penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), pelampauan kewenangan (detournement depouvoir), maupun keputusan yang sewenang-sewenang (willekeur). 

Namun tanpa diskresi, administrator juga akan terhambat. Di Indonesia, diskresi dibatasi oleh undang-undang dengan rambu-rambu berupa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Sayangnya, batasan-batasan diskresi yang diberikan hukum administrasi seringkali menjadi multitafsir, sehingga rawan bersinggungan dengan hukum pidana. Dalam beberapa kasus, pejabat masih banyak yang ketakutan menggunakan anggaran karena kekhawatiran akan jerat pidana. Kondisi semacam ini justru akan menghambat negara dalam mewujudkan konsepsi negara kesejahteraan, karena serapan anggaran yang ditujukan untuk rakyat menjadi tersendat. 

Penyelesaian kasus yang berkenaan dengan diskresisering dijumpai adanya titik singgung dari segi pemaknaannya dalam lapangan hukum administrasi negara dan hukum pidana. .Di satu sisi, hukum administrasi menjadi alat bagi pejabat pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, hukum pidana menjadi kontrol bagi pemerintah untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang justru akan merugikan negara sendiri. Titik singgung yang dilematis ini membutuhkan solusi agar negara dapat melaksanakan tugasnya dalam menyejahterakan rakyat. 

Sebagaimana dijelaskan di atas, Berge menawarkan konsep hukum relasional, yaitu jembatan yang menghubungkan antara tiga lembaga kekuasaan yang saling terpisah antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif supaya dapat membangun komunikasi sehingga setiap keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan tidak kontra produktif. Artinya, titik singgung hukum administrasi dan hukum pidana dapat diselesaikan melalui konsep hukum relasional. Hal ini untuk menjawab tantangan zaman yang serba cepat dan dinamis dalam rangka memenuhi kesejahteraan rakyat dalam sebuah welfare state . 

Hukum relasional menawarkan konsep konektivitas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam membangun komunikasi agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan sosial dapat tercapai dengan efisien. Konsep tersebut jika diakomodasi dalam norma-norma hukum administrasi akan memberikan ruang gerak bagi administrator dalam membuat keputusan-keputusan administrative yang kontekstual. Hal yang sama berlaku jika adaa komodasi asas freies ermessen atau diskresi dalam norma hukum administrasi. 

Meski demikian, asas freies ermessen membutuhkan batasan-batasan tertentu yang bertumpu pada "kesejahteraan sosial"untuk menghindari kebijakan yang mengedepankan powerness dan authority. Karena itu, hukum administrasi harus"dibumikan" dengan trust dengan tidak mengedepankan prejudice suspicion dan aspek penal, sehingga tuntutan untuk menyejahterakan rakyat di segala zamand apat tercapai dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun