Para sopir dan kru mendapat penghasilan tetap demgan sistem ini. Banyak sedikit penumpang tidak menjadi masalah, yang penting mereka tiba di tujuan sesuai waktu yang telah ditentukan.Â
Para sopir akan membawa busnya dengan lebih santai karena tidak ada target mendapatkan  sejumlah penumpang. Sistem ini banyak dipakai oleh PO (Perusahaan Otobus) yang diinisiasi oleh Pemda setempat seperti Trans Jakarta, Trans Semarang dll.Â
2. Sistem Premi
Sopir dan kru mendapat bagian sekian persen dari jumlah uang yang disetorkan kepada PO.
Misalkan sebuah PO memberlakukan premi 10% dan jumlah yang disetorkan kru bus 1 juta. Maka sopir dan kru akan mendapatkan 10% dari jumlah setoran itu yaitu 100 ribu.Â
Dari jumlah 100 ribu akan dibagi lagi untuk 3 orang (Sopir, kernet dan kondektur bila ada) sesuai aturan. Yang kerap terjadi pembagiannya adalah sopir 5%, kondektur 3% dan kernet 2%. Sopir selalu mendapat bagian lebih besar karena resikonya paling tinggi. Sedangkan kernet mendapat bagian yang terkecil.Â
Sistem premi juga mempengaruhi kecepatan bus di jalan raya. Biasanya sopir menjalakannya lebih cepat agar bisa memberi setoran yang lebih banyak.Â
Pada sistem ini sopir dan kru tetap mendapatkan penghasilan. Besar kecilnya penghasilan/premi mereka tergantung jumlah rupiah yang disetorkan.Â
Salah satu ciri yang gampang dikenali pada sistem premi adalah adanya petugas kontrol.Â
Di setiap tempat tertentu bus akan berhenti untuk dilakukan pengecekan jumlah penumpangya.Â
Kondektur bus memberikan kertas kontrol kepada petugas kontrol untuk diisi jumlah penumpang yang sudah dihitung oleh petugas tersebut. Kertas kontrol digunakan kondektur sebagai pedoman saat melakukan setoran ke PO.Â