Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers. Cerpen pertama Kartini Dari Negeri Kegelapan menjadi Juara III Lomba Menulis Cerpen (Defamedia, Mei 2023); Predikat Top 15 Stories (USK Press, Agustus 2023); Juara II Sayembara Cerpen Pulpen VI (September 2023); Juara II Lomba Menulis Cerpen Bullying (Vlinder Story, Juni 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Agustus 2024); Juara III Lomba Menulis Cerpen The Party's Not Over (Vlinder Story, Agustus 2024); Predikat 10 Top Cerpen Terbaik (Medium Kata, Oktober 2024). Novel yang telah dihasilkan: Baine (Hydra Publisher, Mei 2024) dan Yomesan (Vlinder Story, Oktober 2024). Instagram: @srifirnas; personal website https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bukan Kodok Rawa

2 Februari 2025   15:39 Diperbarui: 2 Februari 2025   15:39 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku percaya kita bersama akan sukses melalui kerasnya kehidupan."

"Jangan terlalu berharap padaku, aku kuatir kamu akan menyesal di kemudian hari."

"Aku tidak pernah mengubah keputusanku."

"Aku orang miskin Sumi, aku belum mampu membahagiakanmu seperti Mandor Sinyo. Masih ada waktu untuk kembali ke rumah orang tuamu dan memulai kehidupan dengan lelaki itu."

"Aku datang kemari karena aku siap menjadi pendamping hidupmu dalam suka dan duka."

Lelaki bernama Burhan terdiam. Matanya memandang sayu wajah Sumi.

"Aku belum mampu membahagiakanmu Sumi."

"Kita akan memulainya dari awal."

Suasana hening, mereka berdua memandang lampu semprong yang perlahan mulai meredup cahayanya.

*

Peristiwa beberapa tahun lalu itu membayang jelas dalam ingatan Sumi, bagaikan putaran film dokumenter. Di hadapannya berbaring Ateng yang menderita demam berkepanjangan sejak kemarin. Mak berdiam dalam kamar membiarkan Sumi sendirian di ruang tamu. Sumi mengingat suaminya juga sedang terbaring sakit di rumah dengan tiga orang anak balita yang berkeliaran membuat rumah semakin berantakan. Sumi segera menggendong Ateng, langkahnya terseok-seok menuju ke Puskesmas yang berada di ujung desa. Sinar matahari pukul dua belas siang terasa memanggang otaknya. Keringat bercucuran deras membasahi wajah dan bajunya. Segera Sumi membawa Ateng ke loket kartu namun tidak dilayani karena tidak dapat menunjukkan dokumen yang diminta. Sumi dibiarkan duduk menunggu di bangku panjang. Orang-orang mencibir melihat anak Sumi yang berada dalam gendongannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun