Sumi memandang penuh kesedihan tangannya yang terbakar matahari. Dia tidak punya uang untuk membeli skincare seperti Erna. Hidupnya terlalu sibuk mencari makan untuk menyambung kehidupan keluarga. Hati Sumi  telah terpikat dengan Burhan, lelaki pendiam yang bekerja di sawah tetangganya. Sumi selalu merasa nyaman berbincang dengan lelaki itu yang mempunyai wawasan luas.
"Mak telah menjodohkanku dengan Mandor Sinyo," Sumi mengadukan gundah gulananya pada Burhan, lelaki yang menjadi tempatnya curhat.
"Kamu menikah saja dengan lelaki itu," Burhan menjawab pendek. Mereka berdua duduk di dangau yang menghadap ke hamparan padi menguning. Terlihat gerombolan burung pemakan padi meghampiri tanaman itu.
"Aku hanya mau denganmu Burhan," Sumi berbisik lirih dan menaruh kepalanya di lengan Burhan. Lelaki itu memandangnya tajam dan menghela nafasnya yang terasa berat.
*
Beberapa hari kemudian, saat makan malam, Mak mengabarkan berita yang membuat Sumi semakin terpojok ketakutan.
"Mak telah menerima lamaran Mandor Sinyo. Besok sore Mandor Sinyo akan datang dan memboyongmu ke rumahnya."
"Berani sekali Mak menerima lamaran Mandor Sinyo tanpa memberitahukannya padaku."
"Kamu keberatan? Aku hanya ingin sesuatu yang terbaik untuk anakku."
"Tapi tidak begini caranya Mak. Aku tidak mau menikah dengan Mandor Sinyo."
"Terserah kamu, kalau keberatan menikah dengan lelaki pilihan Mak, silahkan pergi dari rumah ini."