Setelah itu rombongan menuju ke rumah Mang Koplak alias Tuan Besar. Mereka berteriak dari halaman rumah dengan Aditya berdiri paling depan. Vivienne dan si kembar segera bergabung dengan rombongan orang-orang itu.
"Mang Koplak, keluar kamu," teriak Aditya dan orang-orang memanggil nama Mang Koplak ,namun tidak ada jawaban. Di dalam kamar, Mamake sibuk mengepak perhiasan emas dan berlian milik Nyai Kembang. Namun beberapa orang Hansip dan warga yang menerobos masuk ke dalam rumah segera menangkap Mamake dan membawanya ke pekarangan. Mang Koplak ditangkap oleh Aditya saat berusaha kabur melalui pintu kecil dekat kolam ikan koi. Mang Koplak meludah. Matanya memerah, memandang sangat marah kepada Aditya dan orang dihadapannya. Semua centeng dan pembantu di rumah diangkut menuju pos polisi untuk mepertanggung jawabkan perbuatannya.
Beberapa hari berlalu, Nyai Kembang sedang duduk santai di beranda bersama Aditya dan Vivienne. Seorang perempuan muda bertubuh kurus masuk ke pekarangan diikuti seorang lelaki menenteng ransel. Dia memekik memanggil Nyai Kembang.
"Ibu...." Perempuan itu berlari ke dalam pelukan Nyai Kembang. Perempuan tua yang berada di atas kursi roda itu menangis pedih. Dia segera memeluk perempuan kurus itu erat-erat.
"Maafkan aku tidak dapat menyelamatkanmu Ibu," penuh rasa sayang Sinta mencium kening Nyai Kembang. Mata tua Nyai Kembang berkaca-kaca menatap putri tunggalnya.
"Akulah yang mengirim email itu kepadamu Kak," Sinta menyeka air matanya dan mencium tangan Aditya.
"Maksudmu?" Aditya tampak tidak mengerti.
"Iya... empusmcc itu adalah nama akunku yang kugunakan untuk mengirim email padamu."
"Mengapa kamu merahasiakan identitasmu dan mengirimkan email yang aneh isinya?"
"Situasinya sangat berbahaya Kak. Aku dan Ibu telah menjadi korban kebiadaban Mang Koplak. Oh iya, perkenalkan ini Ardi, jurnalis yang telah berjasa menolongku dari kehidupan di jalanan."
Ardi memberi salam kepada Nyai Kembang, menjabat tangan Aditya dan Vivienne.