"Kamu mau apa kemari?" terlihat binar aneh dalam tatapan mata lelaki juling yang berada di hadapannya.
"Mang Koplak, aku ini Aditya, putra Nyai Kembang. Aku mau bertemu Ibuku," suara bariton Aditya memecah keheningan.
"Aditya? Siapa kamu ini? tampaknya kamu salah memasuki rumah orang," lelaki yang dipanggil Mang Koplak menunjuk tamunya yang kebingungan dengan suara menggelegar. Lenka dan PIeva terlihat ketakutan, berlindung di balik punggung ibunya.
"Aku tidak pernah salah, ini rumah tempat Nyai Kembang, ibu yang telah membesarkan aku dan Sinta. Lihatlah itu, pojokan tempat ibu selalu membacakan cerita untuk Sinta dan aku," Aditya menunjuk sebuah ruang tamu mungil yang mempunyai jendela besar menghadap ke taman belakang.
"... dan di sana, ada sebuah kolam kecil tempat ibu memelihara ikan koi dan merpati kesayangannya," Aditya berjalan masuk dan menunjuk dari jendela ke balik tembok yang menghalangi pandangan. Lelaki juling itu terperanjat kaget mendengar penjelasan yang begitu detil. Dia berusaha menenangkan diri, nafasnya naik turun tidak karuan.
"Oke...oke...tampaknya kamu lelah dari perjalanan jauh. Mamake, siapkan jamuan terbaik untuk tamu istimewa kita. Aku akan menyuruh Marni  dan Ros menyiapkan kamar tamu," lelaki itu mengedipkan mata pada perempuan menor yang dipanggil Mamake yang berdiri di sampingnya. Suaranya melengking tajam memanggil nama Marni dan Ros yang datang tergopoh-gopoh.
"Antar para tamuku menuju ke kamarnya di paviliun belakang," terdengar suara Mang Koplak kembali menggelegar. Raut wajahnya berubah serius memandang Aditya.
"Kami siap melaksanakan perintah Tuan Besar," Â kedua perempuan itu membungkuk hormat. Aditya dan rombongannya berjalan menjauh dari Mang Koplak.
"Siapakah yang telah mengirimkan email padaku? Mengapa Mang Koplak dipanggil sebagai Tuan Besar? Apa yang telah terjadi di sini?"
Pertanyaan itu menggelayuti kepala Aditya. Pikiran salah dihilangkannya dan hatinya sangat terhibur melihat kegembiraan putri kembarnya yang berusia 12 tahun. Setelah membersihkan diri dan menikmati nuansa kamar sejuk alami, terdengar sebuah ketukan di pintu.
"Tuan Besar menunggu kalian untuk bersantap di ruang makan utama. Izinkan saya memandu kalian ke sana," pembantu perempuan itu menunduk hormat. Mereka segera berjalan melewati koridor gelap. Aditya merasa risih karena rumah itu mempunyai banyak sekali sudut gelap dan terlihat sangat menyeramkan. Akhirnya mereka tiba di ruang makan. Meja penuh aneka hidangan laut, ayam dan daging sapi nan menggugah selera. Mang Koplak alias Tuan Besar duduk di kepala meja. Di sampingnya duduk Mamake yang tersenyum dingin. Penuh kewibawaan Mang Koplak mempersilahkan tamunya makan.