Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Horor

[Horor] Erangan Dari Pondok Batu

19 Desember 2024   01:25 Diperbarui: 19 Desember 2024   07:02 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://easy-peasy.ai/ai-image-generator/images/tranquil-forest-wooden-house-serene-haven-amid-nature

Tok! Tok! Tok!

Ketukan di pintu kayu itu menebarkan aroma horor di dalam pikiran Aditya namun dia mengabaikannya. Pintu dibuka oleh seorang perempuan muda.

"Bapak mencari siapa?" bola mata perempuan itu liar menyelidik.

"Saya Aditya, ingin bertemu dengan Nyai Kembang."

Perempuan muda itu tampak sangat terkejut. Dia menganga tidak percaya melihat rombongan Aditya, Vivienne dan putri kembarnya yang menenteng sebuah kandang kucing berisi penghuni di dalamnya. Segera dipersilahkannya Aditya masuk ke dalam pekarangan. Di balik gapura terdapat sebuah rumah batu bergaya tradisional nan megah dan asri. Temboknya dicat warna hijau pucuk pisang. Halaman rumah penuh bebungaan, begitu terawat dan terlihat hijau.  Di sudut halaman tumbuh sebuah pohon beringin besar. Lenka dan Pleva sangat takjub melihat pemandangan itu. Mereka berjalan mengikuti langkah perempuan muda itu dan berhenti di depan pintu ruang tamu.

"Mohon maaf Bapak tunggu di sini, saya panggil dahulu Tuan Besar yang berada di dalam."

Aditya mengerutkan kening tidak mengerti dan membiarkan perempuan itu berlalu.

"Tuan Besar siapa yang dimaksud? Sejak kapan ada Tuan Besar di rumah ini. Mengapa Ibu tidak pernah memberitahuku?" kata 'Tuan Besar' terasa sangat mengganggu gendang telinga Aditya.

"Daddy... it is your home? It looks so beautiful (Ayah, inikah rumahmu? terlihat sangat cantik)," Pleva berbisik ke telinga Aditya. Pertanyaan itu disambut dengan anggukan kepala ayahnya.

"I love it, Dad (aku sungguh menyukai rumahmu Ayah)," sambung Lenka penuh semangat. Mereka segera berlari-larian di dalam pekarangan luas dan ditumbuhi rumput Jepang. Vivienne memandang tingkah laku kedua anak itu dengan senyum mengembang.

Aditya mengamati rumah itu, tidak berubah banyak sejak dia meninggalkannya untuk melanjutkan studi ke negeri kincir angin. Dia ingat benar, pohon beringin itu masih piyik saat dia berpamitan dengan ibunya di depan pintu ruang tamu. Ibu dan Sinta, adiknya berdiri anggun dengan sesenggukan tertahan melepas kepergiannya. Aditya tidak pernah melupakan pelukan hangat sang ibu saat terakhir kali mereka bertemu. Terdengar langkah kaki tergesa menuju ke arah rombongan Aditya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun