Tampaknya cinta buta telah sukses menggiring putrinya melakukan perbuatan terkutuk. Pak Makka merasa dirinya gagal menjadi seorang ayah  yang mampu menjaga putrinya dengan baik. Apa yang harus dikatakannya pada keluarga besarnya jika mereka menahu kondisi Pute?
Pute memutuskan segera menemui Rahman di Pelabuhan Makassar. Namun tanpa diduga, lelaki kesayangannya itu berbalik marah dan mengusirnya pulang. Disalahkannya Pute karena telah menggoda dirinya untuk melakukan perbuatan laknat sehingga kehilangan harga diri di depan calon ayah mertuanya. Semua kesalahan ditimpakan pada Pute yang membuat gadis itu tersudut. Dia jatuh terduduk saat Rahman meninggalkannya di sudut blok kayu tempat pertemuan mereka. Didengarnya deru fork lift seakan menertawakan kebodohan dirinya yang telah terjerumus dalam janji manis lelaki bernama Rahman.
Langkah gontai Pute membawanya kembali ke Kampung Duri. Ditahannya rasa lapar dan haus dari janin yang meronta minta asupan nutrisi. Penolakan Rahman membuat Pute kehilangan semangat hidup. Sepanjang hari Pute hanya duduk mengurung diri. Hatinya selalu diliputi rasa malu dan was-was berhadapan dengan warga Kampung Duri. Tatapan matanya kosong memandang hamparan pohon salak, Â kebun kol dan kentang yang terbentang dari balik jendela. Sejak perseteruan ayahnya dan Rahman, hubungannya dengan sang Ayah menjadi renggang. Ayahnya lebih banyak menghabiskan waktunya di ladang dan pulang menjelang saat tidur malam. Tidak ada lagi kehangatan dan canda tawa di meja makan di saat mereka akan memulai hari baru.
Pute memandang seutas tali di dalam genggaman tangannya. Bersama air mata yang deras mengalir, dielusnya perutnya yang semakin membuncit.
"Anakku, kita akan pergi bersama," Pute berusaha menekan rasa perih dan sesalan luar biasa yang membuncah dalam dadanya. Dia mengutuki dirinya yang telah mengabaikan petuah ayahnya. Cinta memang buta, penyesalan selalu datang belakangan dan membawa rasa sakit teramat dalam di lubuk hatinya.
Suatu pagi di akhir musim kemarau menyapa warga Kampung Duri. Cahaya  matahari mengintip malu-malu dari helaian daun salak hijau royo-royo yang tersenyum ceria. Seperti kemarin, Kampung Duri kembali menggeliat memulai aktivitasnya. Pak Makka terpekik ngeri. Langit serasa runtuh menimpa kepalanya saat menemukan putri tunggalnya tewas tergantung di dalam kamar (srn). Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H