Para murid di kelasku telah gelisah menahan lapar dan haus menunggu bel waktu istirahat berbunyi. Saat itu Galina mendapat giliran unjuk kebolehan di depan kelas.  Dia asyik menyanyikan sebuah lagu nasional dan  terlihat sangat bersemangat. Lengan kanannya diangkat tinggi-tinggi sambil mengepalkan jarinya, menunjukkan semangat membara sesuai dengan syair lagu yang dinyanyikannya. Bu Ayu yang duduk di samping Galina tiba-tiba mengeluarkan suara bersin sangat keras sehingga kaca matanya terlempar ke atas meja. Perempuan nan ayu itu segera mengelap hidung dan matanya yang terlihat merah berair. Guru mata pelajaran Kesenian itu menatap nanar pada Galina yang telah menyelesaikan lagunya. Wajah Bu Ayu pucat pasi bersamaan dengan berbunyinya bel tanda istirahat. Sambil tersenyum manis, Galina segera kembali ke tempat duduknya, Nida sang Ketua Kelas segera mengistirahatkan kelas. Saat sebagian besar murid bergegas keluar, Ketua Kelas segera mengambil absen yang telah ditanda tangani oleh guru yang bertugas.
"Nak, boleh Ibu minta tolong diambilkan segelas air minum?"
"Oh iya Bu..." Nida segera berlalu dan kembali dengan segelas air minum kemasan di tangannya.
"Ibu sehat?" Nida bertanya, terlihat kuatir dengan keadaan Bu Ayu.
"Ibu tidak apa-apa, hanya sedikit mual saja."
"Mual kenapa Bu?"
"Tadi Ibu mencium bau busuk, mungkin ada tikus mati di kelas ini."
Wajah Nida memucat.
"Tikus mati? Kalaulah ada bangkai tikus di dalam kelas, pastilah kami semua menciumnya. Saya antar ke ruang guru ya Bu?"
"Tidak usah Nak, kamu pergilah beristirahat dengan teman-temanmu," terdengar lemas suara Bu Ayu.
Ternyata bau misterius yang tercium oleh Bu Ayu memang nyata adanya. Kehadiran partikel nano asing memenuhi udara mulai terasa seiring dengan panasnya mentari. Kelas yang kutempati belajar hanya mengandalkan dua buah jendela kaca, tidak pernah sekalipun tersentuh oleh angin yang bertiup.