"Jadi mama Amar dulu itu ngikut kakak sepupu di rumah ini. Anak dari kakak perempuan ibunya. Kalau bahasa Sundanya anak dari uwak, pas lulus SMA. Jadi bantu-bantu gitu. Ya bantuin apa saja. Dari pekerjaan rumah tangga sampai ngurus ruko dan bebrapa toko. Nah sementara kakanya ini sibuklah sendiri arisan sana sini, dandan dan pergi terus setiap hari. Sejak mama Amar ini tingal dirumah ini, kakanya sibuk dengan urusannya sendiri. Karena rajin maka mama Amar di suruhlah kuliah biar tambah pinter katanya dan biar kerjanya tambah bagus. Dan apa coba yang terjadi mama Uma?"
"Kenapa bu?"
"Kakak sepupunya ini namanya Lina"
"Terus?"
"Lina malah tambah asyik sendiri dengan kesibukan sosialitanya. Meninggalkan anak dan lakinya ke mamanya Amar ini. Jadi apa-apa mama Amar. Sampai ke urusan suami yang ngambilin makan, siapin baju, urus anak-anak dan semuanya. Saking kebiasanya setiap hari-hari maka suami Lina ini jatuh hati sama mamanya Amar. Dan hamil"
"Ya Allah. Segitu berimannya mereka. Orang Padang yang sangat taat beribadah ya bu" kataku terheran-heran
"Nah itulah mama Uma. Hidup dan kehidupan" lanjut mama Ado
"Ya Allah bagaimana perasaan mereka ya bu. Masih saudaraan bu?"
"Lina memilih keluar dari rumah bersama anak-anaknya menempati salah satu rumah yang agak jauh dari rumah ini. Sementara lakinya lebih memilih mama Amar. Siapa coba yang disalahkan kalau sudah terlanjur begini?" raut muka mama Ado ikut sedih saat bercerita
"Semoga kita dan anak cucu kita dihindarkan dari cerita seperti ini ya bu. Sangat menyedihkan. Kayak cerita di sinetron saja ya bu"
Sirine ambulance menghentikan pembicaraan kita. Jenazah sudah datang, sudah rapi dikafani dari RS, di baringakan di tempat yang sudah disediakan. Yasinan bersama, didoakan oleh pak ustad kemudian dimasukkan ke keranda. Kutemuni mama Amar dan kupeluk "Turut berduka bu. Saya mama Uma"