Ah rupanya ibu tadi yang ngomong bahasa Padang ngajakin sholat. Kamipun beriring-iringan masuk ke rumah sebelah yang juga masih rumahnya Amar. Ternyata bapaknya Amar ini mempunyai beberapa ruko yang disewain dan keluarga Amar tinggal di salah satunya.
Kamipun kembali ke tempat duduk yang tadi selepas sholat Isyak
"Hai mama Uma"
"Siapa ya" aku emang bener-bener lupa
"Saya bu Ina, guru Uma waktu SD"
"Oh maaf bu pangling soalnya kok tambah langsing ya. Apa kabar bu?" kataku
"Kabar baik bu, jadi keingetan suamiku waktu meninggal anak-anakku masih kecil bu dan aku berjuang menghidupi anak-anak hingga dewasa" ujar bu Nia sedih
"Semua sudah suratan bu. Allah sebaik-baiknya pengatur umat. Ayah Uma juga meninggal mendadak bu. Tapi kita memang harus iklas menerima apapun putusan Allah"
Pada saat melayat memang kita diingatkan pada kematian dan diingatkan pula pada saat kita ditinggalkan orang-orang tercinta kita. Bi Ina hanya sebentar saja duduk kemudian menemui mama Amar dan pulang, tidak menunggu jenazah datang.
Mama Ado tampak sibuk mengurus ini itu dengan keluarga duka lalu balik duduk tepat di sebelah kursiku.
"Eh sampai mana tadi ceritanya?" tanya mama Ado. Belum sempat saya jawab, dia sudah melanjutkan ceritanya