"Uang ini nilainya berapa?" tanya Miska sembari menunjukkan sekeping uang logam berwarna keemasan.
"Lima ratus," sahut Eci penuh percaya diri.
"Kalau yang ini?" tanya ibunya lagi seraya mengeluarkan koin yang lebih tipis dan berwarna perak.
"Seribu, Ma," sahut Eci lagi.
"Lebih besar mana lima ratus atau seribu?"
Eci mengerutkan keningnya berusaha berpikir. Uvi tertawa keras dan menjawab, "Lebih besar seribu. Jumlah nol-nya lebih banyak. Bosan, Ma. Sudah hafal nilai uang logam. Ganti uang kertas, dong."
Miska tersenyum geli. Wah, bisa mengurangi jatah uang belanjaku ini, gumamnya dalam hati. Tak apalah sesekali, demi anak pintar. Diambilnya dua lembar uang kertas di dompetnya. Dibukanya dengan rapi dan ditunjukkannya pada kedua bocah ciliknya. "Berapa nilai uang ini?"
Kening Eci semakin berkerut dan mulut mungilnya mulai cemberut. Miska tertawa melihat ekspresi galau gadis kecil yang berambut lurus sebahu seperti dirinya itu. Sementara itu Uvi berusaha mencerna petunjuk di hadapannya. "Tadi uang logam seribu itu angka depannya 1, lalu nolnya ada tiga. Uang kertas ini angkanya 2 dan diikuti tiga angka nol. Berarti nilainya...dua ribu!"
Miska senang mendengarkan logika anaknya. Lalu dia menunjukkan selembar uang kertas lainnya dan bertanya, "Kalau ini berapa?"
Â
Uvi semakin merasa tertantang. "Angka depannya 5 dan diikuti tiga angka nol. Lima ribu!"