Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Superman, Unta, Sampo, Wortel, dan Lain-lain

25 Juli 2022   23:13 Diperbarui: 25 Juli 2022   23:19 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayo bangun, Sayang. Sudah jam sembilan pagi, lho!" seru Miska membangunkan kedua putri kecilnya yang masih bermalas-malasan diatas tempat tidur. Sekarang hari Sabtu, anak-anak biasa bangun kesiangan. Sang ibu memakluminya, namanya juga anak-anak.

"Ayo, mumpung libur...kalian mandi sama-sama."

"Mau...mau, Ma!"seru Eci, si bungsu yang berusia lima tahun. Kakaknya, Uvi, turut senang mendengar usul ibunya. Ia merengek manja,"Minta gendong, Ma...."

Miska melotot mendengar permintaan anak sulungnya yang berumur enam tahun itu. "Lho, sudah TK B kok masih minta gendong. Kayak bayi. Malu, ah," ejeknya menggoda.

"Justru karena sudah TK B, Ma, mau puas-puasin digendong. Uvi sayang Mama. Muaaacchh...," sahut anak perempuan yang berambut keriting seperti ayahnya itu merayu ibunya. Diciuminya pipi Miska berkali-kali dengan perasaan sayang yang mendalam. Seperti biasa sang ibu langsung menjadi luluh hatinya diperlakukan seperti itu.

"Mau digendong gaya apa?"

"Superman!"

Miska segera mengembangkan kedua tangannya ke depan, menahan tubuh putri sulungnya yang direbahkan dalam posisi telungkup. Kedua tangan Uvi mengarah ke depan, berlagak bagaikan superman yang siap terbang. Ibunya mengayun-ayunkan tubuh anaknya itu kesana-kemari sehingga membuat bocah lucu itu berteriak kegirangan.

"Sekarang Mama tanya, benda-benda apa sajakah yang bisa terbang?"

Eci dengan riang menjawab,"Pesawat terbang, helikopter, balon udara."

"Seratus buat Eci! Kakak gimana?"

"Hmm...burung, Ma,"jawab Uvi ngawur. Ia masih berkonsentrasi pura-pura terbang.

"Tetooottt....Kakak salah. Burung itu kan bukan benda, melainkan makhluk hidup," ujar Miska merevisi.

Uvi tertawa malu. Seketika ia teringat sesuatu. "Layang-layang, Ma."

"Seratus buat Kakak. Sudah, ya. Sekarang giliran Eci mau digendong gaya apa?"

"Unta!"

Miska menghela napas panjang. Eci memang lebih muda setahun dari kakaknya. Tetapi bobot tubuhnya lebih berat karena hobi makan. Kedua pipinya ranum dan bulat bagaikan apel. Tubuhnya montok menggemaskan seperti model iklan susu dan popok balita. Mudah-mudahaan aku masih kuat membopongnya, desah ibu muda berusia tiga puluh lima tahun itu dalam hati.

Si montok Eci berdiri menghadap punggung ibunya. Dikalungkannya kedua tangannya di sepanjang leher jenjang Miska dan kedua kakinya menggelayut manja pada sekeliling pinggang ibu yang sangat disayanginya itu. Setelah merasa mantap, sang ibu berjalan perlahan mengelilingi kamar tidur disoraki Uvi yang turut merasa kegirangan melihat adiknya dibopong sang ibu.

"Haiyo, Kakak sama Adik tahu nggak, unta tinggal di mana?"

"Kebun binatang!"

"Gurun pasir!"

"Wah, anak Mama pintar-pintar semua. Senang, deh. Nambah lagi nih, pertanyaannya. Di punggung unta ada benjolan gede apa namanya?"

"Hmm...apa, ya?"

"Punuk!"

"Pintar, Kakak. Nah, gunanya punuk itu untuk apa?"

Kedua buah hati Miska itu sama-sama terdiam. Raut wajah mereka mengerut seolah-olah sedang berpikir keras. "Nyerah deh, Ma," seru Uvi pasrah. "Eci juga nggak tau," ucap si bungsu polos.

"Kalau pada nggak tahu semua, berarti Mama udah selesai ya, bopong Adik," ujar Miska cerdik seraya menurunkan Eci diatas tempat tidur. Ia mengambil napas panjang dan menegakkan punggungnya yang terasa penat.

Kemudian dijawabnya sendiri pertanyaannya tadi, "Unta itu menyimpan lemak di dalam punuknya. Kalau dia merasa haus, lemak itu bisa diubahnya menjadi air. Ayo anak-anak, sudah waktunya mandi."

Kedua bocah yang menggemaskan itu segera berlari menuju ke kamar mandi. Mereka berteriak-teriak kegirangan, "Mau main dulu, Ma!"

Sang ibunda sekali lagi meluluskan permintaan mereka. Ia merasa senang melihat anak-anaknya bermain dengan rileks dan gembira seperti ini setelah selama hari Senin sampai Jumat disibukkan dengan kegiatan sekolah online dan tugas-tugas akibat pandemi corona.

Di dalam kamar mandi terdapat dua buah gayung kecil yang dapat dipakai oleh masing-masing anak supaya tidak berebut. Uvi dan Eci mengisi gayung-gayung itu dengan air lalu menuangkan sampo dan sabun cair sedikit ke dalamnya. Kemudian mereka mengaduk-aduknya dengan tangan.

Uvi berseru, "Mama, lihat! Warna merah dicampur dengan kuning ternyata menjadi oranye. Keren ya, Ma."

Adiknya menyela tidak mau kalah, "Warna kuning dicampur dengan biru menjadi hijau, Ma."

Sang ibunda tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Setiap hari Sabtu dan Minggu, sampo-sampo dan sabun-sabun cair di dalam kamar mandi selalu menjadi bahan percobaan kedua buah hatinya. Dulu mereka suka menuangkannya banyak sekali sehingga membuat Miska menjadi marah. Setelah diberitahu untuk tidak memboroskan perlengkapan mandi, selanjutnya Uvi dan Eci hanya memakai sedikit saja untuk bersenang-senang.

"Percobaannya keren-keren semua, Anak-anak. Sekarang ayo mandi keramas, ya. Jangan lupa Kakak bantu menggosok punggung Adik, ya. Adik juga sama, menggosok punggung Kakak. Mama perhatikan dari sini."

Kedua bocah itu menjalankan instruksi ibu mereka. Setelah selesai, sang ibu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeramasi dan memandikan ulang anak-anaknya supaya benar-benar bersih. Setelah aktivitas mandi, mengoleskan body lotion, memakai baju, dan menyisir rambut selesai, tibalah waktunya untuk sarapan.

Uvi dan Eci bergiliran mengambil nasi dan meletakkannya ke atas piring masing-masing. Miska menuangkan sup sayur ke atas piring anak-anaknya dan membantu memotong-motongkan bakwan sapi yang besar menjadi ukuran kecil-kecil.

"Yang warnanya oranye ini namanya apa, ya?"tanya Miska memancing.

"Wortel," sahut Eci riang. "Aku suka wortel, Ma. Rasanya manis."

"Wortel mengandung vitamin A yang berguna buat kesehatan mata. Kalau sayur ini namanya buncis, mengandung protein nabati. Sedangkan daging bakwan mengandung protein hewani. Semuanya tadi berguna bagi kesehatan tubuh kita. Ayo makan, Ma. Sudah lapar ini,"cerocos Uvi menyela. Ibunya tergelak. Lalu mereka bertiga menyantap sarapan dengan lahap di meja makan.

Selesai makan, Uvi dan Eci membawa piring-piring kotor ke dapur untuk dicuci oleh Miska. Lalu anak-anak manis itu mencuci tangan di wastafel dan selanjutnya menonton acara anak-anak di televisi. Miska membereskan meja makan lalu membersihkan kamar tidur.

Setelah pekerjaan rumah tangganya selesai, wanita berambut hitam lurus sebahu itu mendekati kedua putri tercintanya yang asyik menonton televisi seraya menunjukkan dua keping uang logam.

"Hari Sabtu waktunya mena...."

"Bung!" seru Uvi dan Eci bersamaan. Sang kakak segera berlari mengambil celengan plastik berbentuk Hello Kitty.

"Uang ini nilainya berapa?" tanya Miska sembari menunjukkan sekeping uang logam berwarna keemasan.

"Lima ratus," sahut Eci penuh percaya diri.

"Kalau yang ini?" tanya ibunya lagi seraya mengeluarkan koin yang lebih tipis dan berwarna perak.

"Seribu, Ma," sahut Eci lagi.

"Lebih besar mana lima ratus atau seribu?"

Eci mengerutkan keningnya berusaha berpikir. Uvi tertawa keras dan menjawab, "Lebih besar seribu. Jumlah nol-nya lebih banyak. Bosan, Ma. Sudah hafal nilai uang logam. Ganti uang kertas, dong."

Miska tersenyum geli. Wah, bisa mengurangi jatah uang belanjaku ini, gumamnya dalam hati. Tak apalah sesekali, demi anak pintar. Diambilnya dua lembar uang kertas di dompetnya. Dibukanya dengan rapi dan ditunjukkannya pada kedua bocah ciliknya. "Berapa nilai uang ini?"

Kening Eci semakin berkerut dan mulut mungilnya mulai cemberut. Miska tertawa melihat ekspresi galau gadis kecil yang berambut lurus sebahu seperti dirinya itu. Sementara itu Uvi berusaha mencerna petunjuk di hadapannya. "Tadi uang logam seribu itu angka depannya 1, lalu nolnya ada tiga. Uang kertas ini angkanya 2 dan diikuti tiga angka nol. Berarti nilainya...dua ribu!"

Miska senang mendengarkan logika anaknya. Lalu dia menunjukkan selembar uang kertas lainnya dan bertanya, "Kalau ini berapa?"

 

Uvi semakin merasa tertantang. "Angka depannya 5 dan diikuti tiga angka nol. Lima ribu!"

"Lebih besar mana...dua ribu atau lima ribu?"cecar sang ibunda.

"Belakangnya sama-sama ada tiga angka nol. Berarti yang diperhitungkan tinggal angka depan, yaitu dua dan lima. Lima itu lebih besar dari dua, maka lima ribu lebih besar dari dua ribu."

Miska langsung mencium pipi mungil Uvi yang harum. "Anak Mama memang pintar. Sekarang ayo kalian masukkan uang kertasnya ke dalam celengan, dilipat-lipat sampai kecil dulu."

Kedua bocah itu mematuhi perkataan ibu mereka. Senang sekali rasanya bisa memasukkan uang kertas untuk pertama kalinya ke dalam celengan.

"Kalau celengannya sudah penuh, uangnya dibelikan apa, Ma?" tanya Eci ingin tahu.

"Terserah Kakak dan Adik mau beli apa. Yang penting kalian sudah merasakan bahwa proses mengumpulkan uang itu tidak mudah, butuh keuletan dan kesabaran. Jadi kita tidak boleh bersikap boros, menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu," kata Miska menasihati.

Anak-anak tercintanya mengangguk-angguk tanda mengerti. Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Eci segera beranjak melongok ke jendela.

"Horeee..., Papa sudah pulang!" teriaknya kegirangan. Uvi pun tak kalah semangatnya. Ia bergegas menggandeng tangan adiknya untuk menyambut kedatangan ayah mereka dari luar kota.. Miska segera membuatkan teh tawar hangat kesukaan suaminya sambil memikirkan ide-ide baru yang bisa merangsang anak-anaknya belajar secara santai dan mengasyikkan seperti tadi.

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun