Di rumah, ia menemukan Irma sedang berdiri di depan pintu kamar anak-anak, memandangi mereka yang sedang tidur dengan penuh cinta.
Ketika Irma berbalik, tatapan mereka bertemu. Di mata Irma, Fikri melihat sekilas ketegaran yang ia kagumi, namun juga kesedihan yang mendalam.
"Maafkan aku," bisik Fikri, akhirnya mengakui kebodohannya.
Irma mengangguk pelan, namun ia tak menjawab. Hatinya telah lelah menunggu, namun ia tahu, di dalam hatinya masih tersimpan cinta yang tak akan pernah hilang.
***
"Mas Fikri  tolong besok antarkan aku ke dokter, yaa ..." , ucap Irma sambil melipat mukena dan sajadah.
"Memang kamu sakit apa ?" jawab Fikri, matanya tak beralih dari layar HP nya.
"Aku sibuk, berangkat sendiri saja. Kamu 'kan masih bisa nyetir"
"Tapi, rahimku sakit, Mas ..."
Fikri tak menanggapi malah senyum-senyum sendiri, membaca pesan di WA.
Irma yang tak dipedulikan, mengucap istiqfar. Berusaha bersabar  menahan gumpalan peluru yang ingin meledak.