Hal ini penting dilakukan agar resistensi terhadap para mantan napi terorisme tidak terjadi di masyarakat saat para mantan napi teroris tersebut menghirup udara bebas dan kembali ke lingkungan mereka.
Jangan sampai ada stigma negatif di masyarakat yang dapat membuat mereka kembali lagi ke jaringan terorisme.
Karena kebanyakan mantan napi terorisme yang kembali menjadi teroris salah satu penyebab utamanya adalah adanya stigma negatif dan resistensi dari masyarakat ini ketika yang bersangkutan sudah bebas dari tahanan.
Masyarakat masih banyak yang menilai negatif para mantan napi teroris dan enggan untuk menerima mereka kembali dengan baik di lingkungan masyarakat.
Selain soal resistensi dari masyarakat, pemerintah juga perlu memberikan pendampingan dan bantuan untuk dalam rangka memulihkan perekonomian para mantan napi terorisme saat mereka keluar dari penjara.
Hal tersebut perlu dilakukan oleh Pemerintah karena ketika dibebaskan dari penjara, eks narapidana kasus terorisme rata-rata tidak memiliki pekerjaan atau uang sehingga jika hal tersebut tidak mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dikhawatirkan akan berpotensi membuat mantan narapidana kasus terorisme menjadi kecewa dan bingung sehingga akan kembali lagi ke jaringan terorisme.
Bantuan pemulihan ekonomi untuk eks napi teroris oleh Pemerintah ini misalnya dapat berupa bantuan modal untuk membuka usaha bagi para mantan narapidana kasus terorisme.Â
Diharapkan, dengan adanya penerimaan yang baik dari masyarakat terhadap para mantan napi teroris dan pendampingan secara ekonomi yang serius dari Pemerintah proses reintegrasi eks narapidana kasus terorisme di masyarakat dapat berlangsung dengan baik.
Karena berkaca pada hal-hal tersebut diatas, jika eks narapidana kasus terorisme ini tidak ditangani dengan baik oleh Pemerintah, maka keinginan mereka untuk bertobat dan kembali ke pangkuan NKRI bisa saja gagal.
Agus Sujarno, pelaku bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar Kota Bandung adalah salah satu contohnya.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa saat ini program Deradikalisasi yang dijalankan oleh Pemerintah masih belum bisa disebut maksimal dalam mengcounter aksi-aksi terorisme yang dilakukan oleh para eks narapidana kasus-kasus terorisme di Indonesia.