"Heh! Kau tadi pukul aku? Kau kira aku ini beduk?" ujar Langga geram, dengan ekspresi sedikit mirip monyet kehilangan pisang. Masih mencoba bertanya.
Srrrt!
Tap!
Sekelebat benda kecil kembali terbang, menampar pelipis pemuda seperempat abad itu. Sama sekali tidak dielaknya sedikitpun."Monyet! Main lempar saja, kau! Jangan main-main denganku, kukutuk kau jadi laki-laki kurap, mau? Nanti kau dijauhi perempuan, dijauhi tetanggamu dan seumur hidup kau tidak bisa kawin-kawin!" Langga mencoba menggertak sambil menepuk nyamuk yang sepertinya sedang mencubit pantatnya.
Orang yang dijadikan sasaran gertakannya terlihat memaku saja di tempat. Sampai pada beberapa helaan nafas terdengar suara,"Jika ingin mati, teruslah kaubuka mulutmu! Tapi, jika masih ingin melihat matahari esok, kau harus ikuti perintahku!"
Pemuda yang baru ditahbiskan menjadi pendekar oleh gurunya itu, segera ayunkan langkah ke arah lelaki yang sudah mengganggunya itu. Mukanya yang sebenarnya culun tidak terlalu terlihat oleh lelaki itu."Kalau aku ikuti perintahmu, nanti kau mau ikuti perintahku?" Langga bertanya sambil berkacak pinggang persis berhadapan muka dengan orang tak dikenal itu.
Duk!
Tap!
Plak!
Satu pukulan di kepala, di dada, lengkap dengan tendangan pada burungnya, membuat Langga meringis. Matanya berkunang-kunang. Pukulan-pukulan itu benar-benar membuat ia lupa jika ia sudah belajar olah kanuragan dari sejak kecil sampai satu purnama lalu."Burungku!"
Tap!