Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas Ke-65, "Melanjutkan Merdeka Belajar?"

2 Mei 2024   09:19 Diperbarui: 2 Mei 2024   09:54 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh sebab itu, satu hal yang perlu kita sadari, kemampuan seseorang mengubah mindset-nya tak terlepas dari tingkat literasi seseorang. Sebab yang paling mendasar untuk diperhatikan dari penerapan kurikulum baru ini adalah kesiapan para guru untuk mengubah paradigma tentang praktik mengajar di kelas. 

Guru dituntut dapat berpikir dan bertindak merdeka untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, sebagaimana diamanatkan kurikulum. Sehingga kodrat, minat, bakat, dan potensi peserta didik yang beragam dapat bertumbuh secara optimal. 

Guru adalah pihak yang paling berperan untuk melaksanakan amanat sebuah kurikulum. Seharusnya, sewajibnya, yang pertama sekali dipersiapkan adalah guru, bukan kurikulum. Pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan kualitas pedagogis guru. Tidak dengan cara-cara kilat seperti selama ini lazim dikerjakan. 

Tetapi dengan cara dan pendekatan yang lebih lembut, tidak tergesa-gesa, dan berkelanjutan. Pola pendidikan dan latihan (diklat) seperti pada Program Pendidikan Guru Penggerak mungkin dapat diadopsi. Pertanyaannya, seberapa berhasil dan bermanfaatnya keberadaan guru penggerak bagi guru-guru lain?

Jangan sampai guru penggerak malah menambah masalah benang kusut guru. Karena keberadaan guru penggerak justru bukan fokus mendidik peserta didik.

Yang pasti, melanjutkan merdeka belajar, rasa-rasanya hanya akan terjadi untuk berapa persen guru yang kompeten, kreatif dan inovatif, sementara bagi guru yang belum kompeten, kreatif, dan inovatif, melanjutkan merdeka mengajar hanya akan terus menambah beban dan ujungnya sekadar slogan.

Betapa indahnya, ketika mayoritas guru di Indonesia di semua jenjang, dianggap sudah siap, memiliki standar kompetensi guru, bukan hanya bersertifikat-sertifikatan tanpa kompetensi yang diharapkan, barulah Kurikulum Merdeka, akan berlanjut sesuai tujuan. 

Tugas mendidik bagi guru akan membuat nyaman. Guru pun tidak sekadar menjadi "petugas administrasi".

Apakah selama ini, dana sertifikasi guru sudah tepat guna? Padahal diklat sertifikasi guru, dapat kita rasakan kecil sekali manfaatnya untuk meningkatkan kemampuan pedagogis guru. 

Sertifikasi guru, benar sedikit menambah kesejahteraan guru. Tetapi guru yang sudah bersertifikat dan mendapat tunjangan sertifikasi guru, naik tingkat kemampuan mengajarnya? Jawabnya, saya katakan, tidak.

Tunjangan profesi yang selama ini diterima guru, justru membuat banyak guru tetap kurang bergairah mendidik, tetap dengan paradigma mengajar, malas mengembangkan kompetensinya. Malas kreatif dan inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun