"Cerita Merdeka Belajar yang berjilid-jilid dan tidak pernah selesai seakan menuju akhir episode yang menghawatirkan. Gagasan kebijakan sampai implementasi di lapangan masih jauh panggang dari api," ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam keterangannya kepada awak media, Sabtu (31/12/2022). Baru empat bulan yang lalu.
Sejatinya, Merdeka Belajar yang diusung Kemendikbud-Ristek memiliki tujuan untuk mencapai pendidikan berkualitas. Hal itu dilakukan melalui transformasi pada 4 hal, yaitu infrastruktur dan teknologi, kebijakan, prosedur, dan pendanaan untuk kepemimpinan masyarakat dan budaya, serta kurikulum pedagogis dan penilaian (asesmen).
"Namun, tampaknya di level pemahaman kebijakan ini saja, masih jauh dari harapan," tambah Heru.
Karenanya, FSGI selaku organisasi profesi guru telah memberikan kritik dan rekomendasi. Akan tetapi kebijakan itu terus ditayangkan bahkan kini telah mencapai 22 Episode."Benarkah semuanya telah menuju kearah transformasi pendidikan Indonesia, apakah setiap episodenya berjalan berkesinambungan, apakah dapat terlihat masa depan pendidikan Indonesia yang berkualitas ataukah justru terbaca tujuan spekulatif yang tidak berkelanjutan?," ujar Wakil Sekjen FSGI Mansur, di saat yang bersamaan.
Masyarakat tentu ada yang paham, meski lebih banyak yang tidak tahu, bahwa semisal terobosan Merdeka Belajar Episode-1, dengan empat bidang sasaran, yaitu mengganti UN menjadi Asesmen Nasional, bahkan membatalkan UN 2020. Kemudian menghapus USBN yang bertepatan dengan pandemi Covid-19, menyederhanakan RPP menjadi 1 lembar dan menyesuaikan kuota jalur prestasi maupun zonasi.
Kebijakan kebijakan tersebut, telah cukup memberi angin segar pendidikan Indonesia ketika itu. Kenyataannya adalah tidak semua episode Merdeka Belajar berdampak bagi pendidikan, bahkan tidak sedikit yang dinilai kontra produktif terhadap kelangsungan program pendidikan di Indonesia.
Bahkan, ketika Episode-4 Program Organisasi Penggerak (POP) diluncurkan, kontan berbagai reaksi ketidakpercayaan publik mengemuka. FSGI pun memberikan kritik keras dimulai dari proses rekrutmen hingga model impelementasinya.
Apa yang terlihat hingga paruh ke-2 tahun, bukanlah sebuah kemajuan yang diharapkan. Dari fakta lapangan diketahui bahwa kebanyakan pelatihan model online yang diikuti oleh para guru sekolah sasaran sebatas pelatihan 1--3 jam atau paling lama dengan durasi 3 hari. Selain itu juga banyak berisi teori tanpa dibekali praktik dan tidak disertai pendampingan.
Sementara para guru justru bingung saat akan mencoba mengimplementasikan, karena tidak ada contoh-contoh praktik yang sudah dilakukan. Akibatnya, pelatihan hanya tinggal pelatihan yang berujung sekedar pengetahuan tanpa implementasi.
Pada Episode-5 Program Guru Penggerak (PGP) diniatkan sebagai program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin-pemimpin di masa depan yang mewujudkan SDM unggul Indonesia. Secara konsep program ini sangat baik dan jika berhasil dipercaya dapat menjadi program yang akan berdampak besar pada pendidikan di Indonesia.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses seleksi dan pelatihan yang lama bagi Calon Guru Penggerak (CGP) bukannya menjamin perubahan paradigma pembelajaran, tetapi justru telah menyita waktu dan tenaga para CGP.