Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hardiknas ke-64: Siapa Manusia Indonesia yang Sudah Terdidik dan Tercerahkan?

2 Mei 2023   11:30 Diperbarui: 2 Mei 2023   13:00 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa hasil analisis datanya? Siapa yang salah menerjemahkan Kurikulum Merdeka dengan Program Merdeka Belajarnya? Apa yang membuat Kurikulum dan Program? Apa Kementeriannya? Apa Sekolahnya? Apa para gurunya?

Masyarakat Indonesia tahu, bahwa sampai detik ini, hasil pendidikan Indonesia masih tercecer dalam peringkat di Asia Tenggara. Apalagi di tingkat dunia. Pengalaman dan fakta juga telah memberi bukti bahwa, dari kehidupan di sekolah/kuliah bagi masyarakat Indonesia, hasilnya tidak cukup signifikan untuk keberhasilan di kehidupan nyata. Karena, banyak masyarakat Indonesia yang justru dapat berhasil dalam kehidupannya, meniti kariernya sesuai passion dan hobinya, yang kemudian diandalkan menjadi mata pencaharian, mata pekerjaan, untuk mencari uang dan makan.

Namun, sejak Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar, hadir di tengah masyarakat, waktu anak-anak Indonesia untuk bermasyarakat, berkegiatan nonformal sesuai passion dan hobi, benar-benar habis.

Bila komitmen Pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui Merdeka Belajar, berharap anak-anak jadi lebih bisa mendalami minat dan bakat yang dimilikinya agar bisa berkembang secara maksimal di kemudian hari. Tetapi, Merdeka Belajar, justru membelenggu anak-anak berkembang dengan benar dalam hal minat dan bakatnya, karena tidak berkembang bersama para ahlinya yang profesional di masyarakat dalam kegiatan passion dan hobi, maka Merdeka Belajar adalah program yang salah, karena justru membatasi dan mengekang anak-anak dapat berkembang minat dan bakatnya secara benar dan baik.

Maaf, apa yang dapat diharapkan oleh para orangtua dan anak-anak dalam perkembangan minat dan bakatnya, sementara para guru di sekolahnya pun masih terbatas dan terkendala dengan masalah klasik guru?

Berapa persen guru di Indonesia yang sudah dapat disebut memiliki kompetensi kepribadian, pedagogi, sosial, dan profesional?

Terkait guru yang terus berkutat di masalah klasik, jauh dari harapan dalam hal kompetensi, lalu harus mencekoki peserta didik sesuai Kurukulum Merdeka, Merdeka Belajar, bagaimana nasib anak Indonesia, kelak?

Makanya, jujur, maaf, Mas Nadiem, kok tema Hardiknas ke-64 "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar"

Sudah 64 tahun, Hardiknas diperingati, sejak tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) melalui Keppres RI Nomor 316 Tahun 1959. Penetapan Hari Pendidikan Nasional dilatarbelakangi oleh sosok yang memiliki jasa luar biasa di dunia pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Artinya, sejak ditetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hardiknas, maka tahun ini adalah peringatan yang ke-64. Tetapi, ada Kurikulum Merdeka dengan Merdeka Belajarnya yang belum semarak? Belum megah? Belum meriah? Padahal hadir sejak Februari 2022.

Penilaian FSGI?

Terkait hal ini, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sudah mencatat bahwa kebijakan paling menghebohkan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim adalah kebijakan 'Merdeka Belajar' yang berjilid-jilid. Seolah tak berujung, kebijakan yang sebenarnya baik secara konsep itu dinilai belum berhasil membumi dan menimbulkan potensi pendidikan Indonesia tengah berada pada fase konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun