Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Keterampilan Berbahasa Rakyat Indonesia, di Tengah Wabah Corona

25 Maret 2020   11:01 Diperbarui: 25 Maret 2020   13:22 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: doc.Supartono JW

Saat bayi sudah menjadi anak, dan duduk di bangku sekolah maka, keterampilan dasar mendengar, membaca, berbicaranya dipakai hingga akhirnya dapat menulis. 

Itulah proses bayi lahir bila dianalogikan dengan keterampilan berbahasa yang urutannya tidak dapat dibolak-balik, yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis (MMBM). 

Bila hal ini betul-betul disadari oleh sertiap masyarakat, khususnya guru/dosen/para pelatih dll di sekolah/perguruan tinggi/tempat olahraga dll, maka setiap memberikan materi baik pelajaran maupun pelatihan atau ceramah atau nasihat, maka jangan asal langsung tancap gas. 

Lihat dulu anak/siswa/mahasiswa/audiennya, apakah mereka benar-benar konsentrasi menjadi pendengar yang sudah benar? Inilah pemicu utama kegagalan pendidikan di Indonesia. Tetap memaksakan pembelaran/pelatihan/ceramah, meski siswa/mahasiswa/audien tidak dalam kondisi konsentrasi untuk mendengar. 

Jadi apapun asupan materi/pelajaran/pelatihan/ceramah, hanya masuk telinga kanan terus kabur lewat telinga kiri. Tidak ada yang membekas, alias gagallah upaya pembelajaran itu. 

Setali tiga uang, bila akhirnya Tae-yong menyebut "passing" pemain timnas sepak bola kita "gagal" tak ubahnya maka sangat signifikan dengan kegagalan cara pendidikan dasar keterampilan berbahasa di Indonesia, telah gagal dari pondasi: mendengar dan membaca.

Memperhatikan keterampilan mendengar siswa/mahasiswa/audien, bukan hanya tanggung jawab guru/dosen bahasa Indonesia, namun menjadi tanggungjawab semua guru/dosen bidang studi lain, pun para pelatih olahraga, seni, penceramah dll. 

Setop bicara, bila ada siswa/mahasiswa/audien yang tidak memperhatikan, tidak menyimak. Budaya dan kebiasaan ini sangat lemah. Sampai anak-anak ini lolos menjadi orang dewasa. Keterampilan mendengar/menyimak yang menjadi dasar kualitas individu manusia Indonesia terus terabaikan, bahkan di kelas dan situasi formal, maka bagaimana anak-anak hingga orang dewasa atau masyarakat Indonesia akan terbudaya menjadi pembaca yang benar? 

Dalam situasi wabah corona sekarang ini, kita dapat melihat wujud lemahnya keterampilan mendengar dan membaca masyarakat Indonesia. Masyarakat itu khususnya, tadinya adalah bayi, anak-anak, siswa, mahasiswa yang telah mengenyam bangku pendidikan. Bagaimana dengan masyarakat yang tidak mengenyam bangku pendidikan? 

Masyarakat yang mengenyam bangku pendidikan saja gagal dalam keterampilan mendengar dan membaca, apalagi dalam keterampilan berbicara dan menulis. 

Tak paham, tapi sok tahu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun